Selasa, 26 April 2011

Sedimen Terbaik Bagi Pertumbuhan Bakau

Arsip Cofa

Sedimen sebagai media hidup bakau sangat mempengaruhi pertumbuhannya. Sedimen yang terbaik bagi pertumbuhan bakau adalah sedimen yang menyediakan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh vegetasi tersebut agar dapat tumbuh dengan subur. Untuk itu sedimen tersebut harus mengandung zat-zat hara yang dibutuhkan bakau. Jenis substrat dan lokasinya juga menentukan apakah sedimen tersebut baik bagi pertumbuhan bakau atau tidak.

Ketersediaan Zat Hara Dalam Sedimen Mangrove
Hutan bakau mendominasi garis pantai di daerah tropis dan subtropis. Seperti komunitas tumbuhan lainnya, ketersediaan zat hara merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi struktur dan produktivitas hutan bakau. Banyak tanah hutan bakau memiliki ketersediaan zat hara yang sangat rendah, namun ketersediaan zat hara sangat bervariasi antar- dan dalam-hutan bakau. Efisiensi penggunaan nitrogen dan efisiensi penyerapan zat hara dalam hutan bakau dilaporkan memiliki nilai tertinggi di antara tumbuhan angiosperma. Berbagai interaksi faktor-faktor biotik dan abiotik mempengaruhi ketersediaan zat hara bagi pohon bakau, dan tumbuhan bakau mampu memanfaatkan zat hara yang tersedia. Nitrogen dan fosfor merupakan zat-zat hara yang paling mungkin membatasi pertumbuhan bakau. Amonium merupakan bentuk primer nitrogen di dalam tanah hutan bakau; hal ini sebagian disebabkan oleh kondisi tanah yang anoksik (tanpa oksigen), dan pertumbuhan pohon didukung terutama oleh penyerapan amonium. “Nutrient enrichment” (melimpahnya zat-zat hara) merupakan ancaman utama bagi ekosistem laut. Walaupun hutan bakau dapat melindungi lingkungan laut dari polusi zat hara asal-darat, namun “nutrient enrichment” bisa berdampak negatif bagi hutan bakau; selain itu kemampuannya menampung zat hara mungkin terbatas (Reef et al., 2010).

Baca juga "Dinamika Zat Hara di Estuaria"

Fosfor dan Nitrogen Untuk Pertumbuhan Mangrove
Bahwa fosfor merupakan faktor pembatas pertumbuhan bakau diperkuat oleh Feller et al. (1999). Dalam sebuah percobaan faktorial, Feller et al. (1999) memberi pupuk 48 pohon bakau merah Rhizophora mangle di Twin Cays, Belize, Amerika Tengah. Hasil awal menunjukkan bahwa defisiensi fosfor (P) merupakan faktor utama yang membatasi produktivitas primer. Pohon bakau yang diberi pupuk fosfor memperlihatkan penurunan yang nyata dalam hal efisiensi penggunaan fosfor dan efisiensi penyerapan fosfor, tetapi terjadi peningkatan secara nyata dalam hal efisiensi penggunan nitrogen dan efisiensi penyerapan nitrogen pada daunnya dibandingkan dengan pohon bakau kontrol dan pohon bakau yang diberi pupuk nitrogen. Dengan demikian, untuk dapat mendukung pertumbuhan bakau maka sedimen harus mengandung cukup fosfor dan nitrogen.

Karateristik Kimiawi Sedimen Hutan Bakau
Kisaran beberapa parameter kimia sedimen yang baik bagi hutan bakau ditunjukkan oleh hasil penelitian Castañeda-Moya et al. (2006). Mereka mengevaluasi sifat-sifat struktural dan pola zonasi hutan bakau di lingkungan kering antara Oktober 2000 dan Agustus 2001 di Teluk Fonseca, Honduras. Penelitian dilakukan pada tiga zona : tepi, peralihan dan semak-belukar. Dalam penelitian ini mereka memperoleh hasil sebagai berikut. Konsentrasi sulfida dalam air di pori-pori sedimen secara normal lebih kecil dari pada tingkat yang bisa dideteksi (kurang dari 0.03 mM) dan rata-rata nilai redoks berkisar dari 163.4 ± 9.9 sampai -42.4 ± 15.8 mv, yang menunjukkan bahwa kondisinya agak tereduksi pada semua zona. Rata-rata konsentrasi NOx - dan PO4 3- dalam air pori-pori sedimen adalah tidak berbeda nyata antar zona dan berkisar dari 3.3 ± 0.5 sampai 4.5 ± 0.4 µM serta dari 0.05 ± 0.02 sampai 0.18 ± 0.04 µM, berturut-turut. Konsentrasi nitrogen tanah adalah 1 – 3 mg per gram di semua zona, dan rata-rata rasio nitrogen:fosfor atomik adalah kurang dari 20 (kisaran: 12.9 – 14.9), yang menunjukkan bahwa tanahnya subur.

Baca juga "Distribusi Vegetasi, Penyebaran Benih dan Kerusakan Daun Pohon Bakau"
Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Sifat-Sifat Tanah Mempengaruhi Struktur dan Produktivitas Hutan Bakau
Chen dan Twilley (1999) telah mempelajari luas dasar (basal area) dan produktivitas rawa hutan bakau dalam hubungannya dengan sifat-sifat tanah di mulut estuari Everglades, Shark River Slough (Rawa Sungai Hiu), Florida, Amerika Serikat. Luas dasar hutan bakau berkurang dari 40.4 m2 per ha dan 39.7 m2 per ha di dua stasiun (yang terletak 1.8 km dan 4.1 km dari mulut estuari) menjadi 20.7 m2 per ha dan 19.6 m2 per ha di dua stasiun lain (yang terletak 9.9 km dan 18.2 km dari mulut estuari), berturut-turut. Perbedaan luas dasar di empat lokasi ini terutama disebabkan oleh pertumbuhan selama sekitar 34 tahun sejak rawa bakau ini dirusak badai Donna. Produktivitas kayu adalah lebih tinggi di estuari hilir (10.7 Mg per ha per tahun dan 12.0 Mg per ha per tahun) daripada di estuari hulu (3.2 Mg per ha per tahun dan 4.2 Mg per ha per tahun). Salinitas air pori-pori sedimen pada keempat stasiun selama sampling tahun 1994 dan 1995 berkisar dari 1.6 g per kg sampai 33.5 g per kg, sedangkan konsentrasi sulfida umumnya kurang dari 0.15 mM di semua lokasi. Nilai-nilai tanah ini menunjukkan bahwa stres abiotik tidak berhubungan dengan berkurangnya struktur hutan sepanjang hulu-hilir estuari. Konsentrasi nitrogen (N) dan fosfor (P) adalah paling mungkin berkaitan dengan pola perkembangan hutan dan dengan kesuburan tertinggi di mulut estuari sebagaimana ditunjukkan oleh lebih tingginya konsentrasi amonium terekstraksi, total P tanah, dan ketersediaan P, disamping tingginya laju produksi amonium. Lokasi-lokasi yang lebih subur di estuari bagian hilir didominasi oleh Laguncularia racemosa, sedangkan lokasi-lokasi yang kurang subur di estuari bagian tengah dan bagian hulu didominasi oleh Rhizophora mangle. Laju mineralisasi N relatif per unit total N adalah lebih tinggi di estuari bagian hilir dan berkorelasi positif dengan konsentrasi ketersediaan P, yang menunjukkan pentingnya laju “turnover” dan interaksi zat hara terhadap kesuburan tanah. Konsentrasi P terikat-Ca per volume tanah di estuari bagian hilir adalah 40 kali lebih tinggi daripada di estuari bagian hulu, dan sejalan dengan peningkatan residu P di estuari bagian hulu, yang menunjukkan adanya pergeseran dari P mineral ke P organik sepanjang hulu-hilir estuari. Pemasukan mineral ke mulut estuari Shark River dari Teluk Meksiko (bukannya pemasukan dari darat) tampaknya mengendalikan pola struktur dan produktivitas hutan bakau.

Ernest Dominic Savio dan S. John William dari Department of Biology and Fisheries Science, Republic of Maldives, menyatakan bahwa perairan hutan bakau sangat subur karena adanya “trace element” seperti besi, mangan, molibdenum, dan lain-lain. Kesuburan ini menjamin tingginya produksi primer hutan bakau. Vegetasi yang kaya di hutan bakau disebabkan oleh tingginya kadar zat-zat hara baik di dalam air maupun di dalam sedimen hutan bakau. Zat-zat hara tersebut dibawa masuk ke hutan bakau bersama masuknya air tawar dari sungai. Hal senada diungkapkan oleh Junk dan Furch (1993). Tam dan Wong (1993) menambahkan bahwa sedimen hutan bakau beraksi sebagai perangkap yang efisien bagi zat-zat hara (terutama fosfor) dan logam berat.

Baca juga "Dampak Tambak Terhadap Kerusakan Hutan Bakau"

Tumbuhan bakau bisa memanfaatkan logam berat dan polutan organik dari air limbah yang memasuki sistem estuari. Kemampuan ini dimungkinkan karena kondisi sedimen hutan bakau yang teroksidasi dan tereduksi, terjadinya banjir periodik akibat keluar-masuknya air pasang, serta tingginya konsentrasi tanah liat dan bahan organik. Zhang et al. (2010) mempelajari efisiensi penyerapan zat-zat hara dan logam berat dari air limbah oleh tumbuhan bakau Sonneratia apetala Buch-Ham. Logam-logam berat dalam penelitian ini adalah tembaga, timah hitam, kadmium dan seng. Ada korelasi yang sangat linier antara biomas tumbuhan Sonneratia apetala dengan konsentrasi zat hara dan logam berat. Spesies Sonneratia apetala Buch-Ham memiliki selektivitas tersendiri untuk menyerap logam-logam berat yang tak terpengaruh oleh konsentrasi awal logam berat, dan lebih efektif dalam menyingkirkan zat-zat hara daripada logam-logam berat. Zhang dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa rawa hutan bakau yang ditumbuhi spesies Sonneratia apetala Buch-Ham memiliki kemampuan besar untuk menyingkirkan zat-zat hara dan logam berat dari daerah pesisir.

Respons tumbuhan bakau terhadap zat hara dalam sedimen menunjukkan keseimbangan persaingan relatif. Laguncularia racemosa mendominasi sedimen yang subur dengan salinitas rendah pada tahap-tahap awal perkembangan hutan bakau, tetapi kelimpahannya kemudian menurun sejalan dengan waktu sementara kelimpahan A. germinans meningkat. Dominansi R. mangle dibatasi pada daerah-daerah dengan ketersediaan zat hara sedikit dan salinitas rendah. Avicennia germinans mendominasi daerah bersalinitas lebih tinggi, di mana pengaruh kekurangan persediaan zat hara tertutup oleh toleransi individu spesies tersebut terhadap garam (Chen and Twilley, 1998).

Tipe Substrat Mempengaruhi Pertumbuhan Pohon Bakau
Selain harus mengandung zat-zat hara yang dibutuhkan tumbuhan bakau, tipe substrat juga mempengaruhi pertumbuhannya. Bohorques dan Prada (1987) mempelajari sedimen yang terbaik bagi pertumbuhan pohon bakau Rhizophora mangle. Mereka menanam 403 benih tumbuhan bakau merah di sebuah nursery ground (daerah pembesaran) dengan menggunakan lima macam substrat. Substrat-substrat tersebut adalah pasir dan bahan organik , pecahan karang, pasir halus, pasir dan tanah hitam serta lumpur berkarbonat. Pengamatan terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan dilakukan selama 240 hari. Hasil terbaik ditemukan pada kelompok substrat berpasir (tingkat kelangsungan hidup 88 %; laju pertumbuhan 23,13 cm dan produksi daun 5,17). Konsentrasi natrium dan magnesium yang tinggi tampaknya menjadi faktor pembatas.

Di beberapa daerah yang berbatu kapur atau berterumbu karang di dekat zona pasang surut, sedimen yang diendapkan oleh air di dalam hutan bakau membentuk “marl”. Marl in merupakan endapan yang terdiri dari tanah liat dan kapur yang baik sekali untuk pupuk (Macnae, 1968).

Sedimen yang mengandung kapur sangat baik bagi pertumbuhan bakau. Keberadaan cangkang atau sisa-sisa mahluk hidup lain yang berkapur di dalam tanah penting bagi kelayakan perkembangan tumbuhan bakau, terutama di daerah bersalinitas tinggi. Ion kalsium tampaknya mengurangi atau mencegah kerusakan yang disebabkan oleh kelebihan ion natrium, karena kalsium mengurangi kadar natrium internal tumbuhan bakau (Macnae, 1968).

Baca juga "Zat-Zat Hara Dalam Sedimen dan Air Danau"

Pengaruh Aluvium Terhadap Hutan Bakau
Macnae (1968) menambahkan bahwa kualitas tanah dalam rawa hutan bakau tergantung pada sumber aluviumnya. Sedimen dibawa masuk ke hutan bakau oleh sungai. Sungai yang menampung air dari daerah berkuarsa mengangkut aluvium berkualitas rendah. Sungai yang mengalr dari daerah granit tua juga membawa lempung berkualitas rendah. Sungai dari daerah bertanah vulkanik baru atau agak baru menghasilkan aluvium berkualitas tinggi. Pengaruh kualitas aluvium ini terlihat jelas di, sebagai contoh, Jawa dan Queensland. Di Jawa, Sungai Brantas menerima air dari gunung-gunung vulkanik Jawa Timur dan menghasilkan aluvium yang sangat subur. Di Queensland, Sungai Barron dan Johnstone berasal dari daerah yang kaya akan tanah vulkanik tersier yang mendukung hutan bakau yang lebat dan luas. Sebaliknya, daerah marmer dan batu kapur di pulau Madura di lepas pantai utara Jawa Timur menghasilkan aluvium yang miskin. Sedimen yang miskin juga ditemukan di Afrika, sebuah benua yang tanahnya telah lama tercuci; serta di daerah kuarsa di sebagian besar pesisir Queensland yang menghasilkan tanah gersang dan tumbuhan bakau yang sedikit. Zat-zat hara jarang ditemukan di tanah-tanah seperti ini.

Macnae (1968) menjelaskan bahwa aluvium yang diendapkan di daerah estuaria atau hutan bakau itu sendiri tidak subur. Sedimen yang sangat baru diendapkan tidak ditumbuhi oleh bakau. Proses-proses biologi diperlukan sebelum aluvium ini bisa ditumbuhi pohon bakau. Proses-proses tersebut melibatkan semua organisme seperti bakteri, alga hijau biru, diatom dan alga hijau. Yang paling penting di antara organisme ini adalah bakteri nitrifikasi dan bakteri pereduksi sulfat. Alga hijau biru mengubah tanah menjadi habitat yang sesuai bagi alga hijau. Aksi alga hijau biru dan bakteri di dalam sedimen hutan bakau mengubah amonia menjadi nitrat dan melepaskan fosfat yang terikat. Tinja binatang-binatang yang hidup di hutan bakau merupakan komponen penting lapisan permukaan tanah dan menjadi sumber nitrat, fosfat serta zat-zat hara lain.

Bahan-bahan organik yang terperangkap di dalam sedimen hutan bakau belum bisa dimanfaatkan oleh tumbuhan itu. Beberapa proses biokimia mengubah bahan organik tersebut menjadi material anorganik yang bisa diserap oleh tumbuhan bakau. Oksidasi endapan bahan organik, regenerasi zat-zat hara anorganik dan pada beberapa kasus, transformasi bahan-bahan organik tersebut, umumnya dilakukan oleh mikrobiota yang hidup dalam sedimen hutan bakau (Fenchel & Blackburn, 1979).

Baca juga "Sungai : Perubahan Ekologi serta Dampak Terhadap Biota dan Laut"

Pengaruh Lokasi Sedimen Terhadap Tumbuhan Bakau
Di samping ketersediaan zat-zat hara dan tipe substrat, lokasi sedimen berpengaruh terhadap tumbuhan bakau. Krumholz et al.(2010) menanam benih pohon bakau dengan dilindungi karang atau pipa. Tingkat kelangsungan hidup untuk teknik ini, yang sangat tergantung pada kesehatan anakan dan kondisi lokal (tipe sedimen, keterlindungan terhadap gelombang, dll.), adalah lebih tinggi daripada yang ditanam dengan cara tradisional (tanpa perlindungan) di lokasi yang sama. Laju pertumbuhan bisa dibandingkan dengan tumbuhan bakau yang ditanam di tempat pembesaran bakau yang terlindung (sheltered nursery). Tumbuhan bakau yang ditanam dengan teknik ini tampaknya memiliki tingkat kesuksesan tertinggi pada kondisi mid-intertidal sampai semi subtidal, yang lokasinya terendam sedikitnya sekali sehari, tetapi tumbuhan bakau tersebut tidak terendam sepenuhnya selama lebih dari beberapa jam setiap kalinya.

Referensi :
Artikel Terkait

loading...