Resiko Kesehatan Akibat Mengkonsumsi Kerang
Arsip Cofa No. C 146
Bakteri Coliform Dalam Air Sungai dan Tubuh Kerang
Roberts (1992) melaporkan bahwa bakteri coliform melimpah di dalam air dan tubuh bivalva di sungai serta terdapat dalam kisaran yang lebih kecil di daerah pesisir di Fiji. Sungai-sungai tersebut menerima air selokan yang telah diolah dan menjadi sangat tercemar. Jumlah bakteri coliform meningkat tajam di dalam tubuh moluska bivalva. Juga diketahui bahwa bakteri ini dapat bertahan hidup dan tumbuh di dalam air sungai serta air laut selama periode 5 hari, dan memiliki laju pertumbuhan yang cepat di dalam larutan zat hara pada kondisi laboratorium ideal.
Escherichia coli : Bioekologi, Keberadaan dan Kekebalannya
Kontaminasi Bakteri Pada Kerang di Estuaria
Gore et al. (1992) menganalisis mutu bakteri dalam sampel kerang dari kebun kerang dan pasar di sekitarnya, pasir pantai, sedimen dan air dari estuaria Mahe, Kerala, India. Bakteri indikator seperti Escherichia coli dan streptococci tinja diisolasi dari air, sedimen dan sampel kerang dari kedua daerah terutama selama bulan-bulan angin muson dan pasca muson. Patogen seperti Salmonella dan Vibrio cholerae non 01 diisolasi dari sampel kerang. Limbah selokan dan air limpasan daratan dari daerah ini menyumbangkan kontaminasi lingkungan tersebut.
Virus di Dalam Laut, Kerang dan Ikan
Keberadaan Virus Patogen Dalam Tubuh Oyster
Atmar et al. (1993) mengembangkan prosedur untuk mendeteksi asam nukleat virus enterik dalam oyster dengan reaksi rantai polimerase. Poliovirus tipe 1 dengan jumlah diketahui dibiakkan di dalam tubuh oyster. Virus diekstrak dan dipekatkan dengan menggunakan flokulasi organik dan pengendapan polietilen glikol. Penghambat reaksi rantai polimerase-transkripsi balik ditemukan dalam ekstrak oyster, yang mencegah perbanyakan asam nukleat virus sasaran. Teknik pengendapan cetyltrimethylammonium bromide cukup untuk menyingkirkan penghambat sehingga memungkinkan pendeteksian sampai serendah 10 PFU poliovirus. Virus Norwalk juga bisa dideteksi setelah dibiakkan di dalam oyster. Metodologi ini bisa berguna untuk mendeteksi virus ini dan virus patogen lain asal kerang.
Diare Akibat Mengkonsumsi Kerang
Kat (1987) dalam Dale et al. (1987) merinci gejala-gejala keracunan kerang di Belanda akibat mengkonsumsi remis mentah atau matang. Keracunan kerang penyebab diare telah dibuktikan berhubungan dengan keberadaan alga Dinophysis acuminata. Sebuah program sampling fitoplankton secara luas memantau ledakan populasi alga ini di perairan pesisir Belanda, dan bioesei tikus terbukti bisa menjadi cara yang meyakinkan untuk memantau keberadaan racun tersebut dalam tubuh kerang.
Hubungan Dinoflagelata dan Keracunan Kerang Penyebab Diare
Boni et al. (1992) melaporkan bahwa di Laut Adriatik, pasang merah (ledakan populasi alga yang menyebabkan air laut berwarna merah) akibat dinoflagelata berkali-kali terjadi tetapi tidak ada kasus keracunan kerang walaupun ada spesies dinoflagelata yang berpotensi beracun seperti Alexandrium (Protogonyaulax) dan Dinophysis. Pada bulan Juni 1989 beberapa kasus keracunan makanan dengan ciri khas muntah, sakit perut dan diare dilaporkan terjadi sepanjang pesisir Emilia-Romagna dan Marche, Italia, yang menghadap Laut Adriatik barat laut. Keracunan disebabkan memakan kerang, terutama mussel (remis). Penelitian mikroskopik menunjukkan adanya Dinophysis dalam air laut dan dalam usus remis. Mytilus galloprovincialis, Venus gallina, Topes semidecussatus dan Venus verrucosa telah dipantau racunnya dengan bioesei tikus, dan diarrhoetic shellfish poisoning (DSP; keracunan kerang penyebab diare) ditemukan hanya pada remis. Sampel kerang dari Friuli Venezia Giulia, Veneto, Emilia-Romagna dan Marche telah dipantau racunnya, dan dari 22 Juni diberlakukan larangan sementara penangkapan kerang selama periode DSP.
Gymnodinium breve Menyebabkan Kerang Menjadi Beracun
Hashimoto (1979) mengutip laporan bahwa pasang merah yang ditimbulkan oleh dinoflagelata Gymnodinium breve sering terjadi di sepanjang pesisir Florida. Keracunan pada manusia akibat memakan oyster, Crassostrea virginica, dan kerang Venus mercenaria campechiensis, yang menjadi beracun karena menimbun Gymnodinium breve. Telah ditunjukkan bahwa oyster yang diberi pakan berupa Gymnodinium breve hasil budidaya menjadi beracun dan bahwa anak ayam menjadi kehilangan keseimbangan dengan parah dan mati dalam 6 sampai 24 jam setelah memakan oyster beracun. Diduga bahwa keracunan pada manusia akibat memakan oyster jarang terjadi karena oyster menghuni perairan yang salinitasnya berbeda dengan salinitas perairan tempat Gymnodinium breve tumbuh. Salinitas yang cocok untuk oyster ini adalah sekitar 2,5 % yang terlalu rendah untuk pertumbuhan Gymnodinium breve. Dilaporkan bahwa oyster dan bivalva lain menunjukkan daya racun 140 – 550 MU/100 gram selama terjadinya pasang merah Gymnodinium breve.
Darah Ikan dan Kerang : Pengaruh Kondisi Biologi, Kimia dan Lingkungan
Hubungan Kadar Racun di Perairan Dengan di Dalam Kerang
Racun venerupin ditemukan pada beberapa jenis kerang. Hashimoto (1979), berdasarkan penelitian lain, melaporkan bahwa daya racun venerupin yang terkandung dalam berbagai spesies kerang telah diuji dengan menyuntikkan ekstrak metanol racun tersebut ke tubuh tikus. Hasilnya menunjukkan bahwa racun ini terdeteksi pada kerang leher pendek, oyster dan Dosinia japonica, tetapi tidak ditemukan pada dua jenis bivalva, Meretrix lusoria dan Mactra veneriformis, juga tidak dijumpai pada gastropoda Batillaria multiformis. Racun venerupin ditimbun di dalam kelenjar pencernaan dan terdeteksi selama bulan Februari sampai Mei. Bivalva tak beracun menjadi beracun dalam waktu singkat bila dipelihara di daerah yang beracun, sedangkan kerang beracun kehilangan daya racunnya setelah dipindahkan ke perairan yang tak beracun.Racun Pada Hewan Laut
Distribusi Racun Penyebab Lumpuh Dalam Jaringan Kerang
Hashimoto (1979) menyatakan bahwa banyak jenis bivalva dan beberapa sesies gastropoda menjadi beracun akibat menimbun alga Gonyaulax spp. Racun yang ditimbulkan adalah jenis Paralytic Shellfish Poisoning (PSP; keracunan kerang penyebab lumpuh). Remis, kerang dan simping (scallop) paling sering menimbulkan keracunan pada manusia di Amerika Utara dan Kanada. Ada perbedaan menyolok antar spesies kerang dalam hal distribusi racun dalam jaringan dan toxin retention (lamanya racun tertahan di dalam tubuh). Mytilus edulis menimbun racun terutama di dalam kelenjar pencernaan dan menahan racun selama sekitar 2 minggu di dalam tubuhnya. Kerang ini menimbun dan melepaskan racun dengan cepat, sehingga daya racunnya sejajar dengan pasang merah.
Kerang cangkang lunak, Mya arenaria, menimbun racun terutama di dalam kelenjar pencernaan selama musim panas, tetapi sebagian besar racun ditimbun di dalam insang selama musim gugur dan musim dingin. Kerang ini menyerap dan melepaskan racun secara perlahan-lahan. Sedangkan kerang Saxidomus giganteus menyimpan dua per tiga racun di dalam sifon, dengan konsentrasi yang berkurang secara perlahan-lahan. Bagian tubuh lain kerang ini termasuk hatinya menunjukkan daya racun yang rendah. Simping Chlamys nipponensis akazara menimbun racun terutama di dalam kelenjar pencernaan dan dengan jumlah sedang di dalam ovari. Kerang ini tetap beracun selama sekitar 6 minggu dan menjadi paling beracun setiap tahun selama Mei dan Juni. Oyster budidaya yang dikumpulkan di Miyazu memekatkan racun di dalam usus, sedangkan kerang leher pendek dan remis dari daerah Owase menimbun racun di dalam kelenjar pencernaan serta menahan racun di dalam tubuhnya tidak lebih dari satu bulan (Hashimoto, 1979).