Senin, 24 November 2014

Suhu Air di Kolam Budidaya Ikan

Arsip Cofa No. C 182

Suhu Air di Kolam Ikan Daerah Tropis

Menurut Diana et al. (1997) dalam Egna dan Boyd (1997) akuakultur di daerah tropis umumnya dijalankan pada kondisi suhu yang dianggap lebih konstan daripada di daerah beriklim sedang. Bagaimanapun, kolam tropis mengalami penghangatan secara dramatis selama siang hari dan menjadi dingin pada malam hari, sehingga menimbulkan siklus harian. Juga, kebanyakan lokasi memiliki musim kering dan musim hujan, yang mungkin berbeda dengan di daerah-sedang akibat penutupan awan dan faktor-faktor lain. Fluktuasi harian membuatnya sulit untuk membandingkannya dengan daerah beriklim sedang, sehingga termometer maksimum-minimum merupakan alat yang sangat berguna untuk melakukan perbandingan ini. Di Rwanda, sebagai contoh, suhu air adalah paling dingin apalagi di daerah yang tinggi di atas permukaan laut, dengan nilai maksimum mingguan berkisar 22 - 30 oC dan minimum mingguan 22 - 25 oC. Indonesia, sebagai negara yang paling dekat dengan katulistiwa, memiliki suhu terhangat, dengan maksimum 30 - 41 oC dan minimum 21 - 28 oC. Letak lintang dan ketinggian tempat dengan demikian mempunyai dampak kuat terhadap kondisi suhu air, dan pada semua lokasi suhu air berubah dramatis dari siang ke malam, sering sebesar 10 oC selama satu hari. Kondisi suhu adalah cukup dingin di Rwanda yang dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi ikan mujaer, sementara kondisi suhu paling baik untuk pertumbuhan mujaer adalah di Indonesia dan Thailand.

Selain efek musiman, suhu air juga menunjukkan stratifikasi vertikal di kolam tropis dangkal. Pada kebanyakan kolam ini, massa air mengalami stratifikasi karena penghangatan lapisan permukaan selama siang hari dan terbatasnya angin. Sebagai contoh, suhu air kolam mengalami stratifikasi di Thailand pada pukul 14.00, dan stratifikasi ini hilang dari pukul 19.00 sampai 09.30 pagi berikutnya. Perbedaan maksimum (perbedaan antara suhu air lapisan atas dan lapisan dasar) terjadi pada pukul 14.00, dan perbedaan ini sering sebesar 3 - 5 oC. Stratifikasi sering hilang selama siang hari akibat hujan atau angin. Selama malam hari, stratifikasi lenyap akibat pendinginan air permukaan. Pola stratifikasi di Indonesia, Honduras dan Panama tampaknya serupa dengan di Thailand (Diana et al. ,1997, dalam Egna dan Boyd, 1997).

Baca juga :
Kemungkinan Memacu Pertumbuhan Ikan Dengan Memanipulasi Suhu Air

Sumber Alami Energi Panas di Kolam Ikan

Lamoureux et al. (2006) melaporkan bahwa sebuah model pengatur suhu dan panas kolam ("pond heat and temperature regulation" (PHATR)) telah dirancang untuk : (1) menduga suhu kolam tanah luar-ruangan untuk budidaya ikan dan (2) menentukan ukuran mekanisme transfer energi yang mempengaruhi perolehan atau kehilangan energi di kolam tersebut. Model ini memenuhi persamaan diferensial ordo pertama non-linier dengan menggunakan metode numeris Runge-Kutta ordo ke-4 dan berbagai data (data cuaca, karakteristik kolam dan laju aliran air). Data yang dihasilkan (dugaan suhu kolam) dibandingkan dengan data suhu kolam hasil pengukuran yang dikumpulkan dari kolam air hangat di Stasiun Pusat Penelitian Akuakultur, Louisiana State University Agricultural.

Berdasarkan hasil studi tersebut, Lamoureux et al. (2006) menyimpulkan bahwa model ini memberikan data suhu dugaan yang lebih tinggi 0,7 °C untuk kolam yang tak dipanasi dan 2,6 °C lebih tinggi untuk kolam yang dipanasi. Fluktuasi laju aliran air hangat yang digunakan untuk memanasi kolam diyakini bertanggung jawab atas lebih besarnya kesalahan dalam menduga suhu air kolam yang dipanasi. Secara rata-rata, dua vektor energi terpenting untuk kolam yang tak dipanasi adalah radiasi kolam gelombang panjang (39%) dan radiasi langit gelombang panjang (31%). Pada waktu-waktu tertentu, radiasi matahari bertanggung jawab atas sampai sebesar 49 % dari semua energi yang ditransfer ke kolam yang tak dipanasi. Untuk kolam yang dipanasi, secara rata-rata, mekanisme transfer energi yang penting adalah radiasi kolam gelombang panjang (25%), radiasi langit gelombang panjang (19%), air sumur-geotermal hangat (19%) dan air buangan (15%). Pada waktu-waktu tertentu, radiasi matahari bertanggung jawab atas sampai sebesar 50 % sedangkan air sumur hangat bertanggung jawab atas 60 % dari semua energi yang ditransfer ke kolam yang dipanasi.

Baca juga :
Pengaruh Kedalaman Perairan Terhadap Ikan

Karakteristik Suhu Air Kolam Ikan

Yaodong et al. (2004) menyatakan bahwa suhu air memiliki dampak penting terhadap keamanan musim dingin bagi ikan-ikan daerah tropis dan subtropis yang daya tahan terhadap suhu dinginnya relatif lemah. Dalam makalah ini, perubahan karakteristik suhu air di kolam ikan dan model simulasinya di musim dingin di daerah Guangzhou diteliti berdasarkan data pengamatan suhu air di kolam ikan dan suhu udara di stasiun meterologi terdekat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa amplitudo (selisih nilai maksimum dan minimum) harian suhu air di kolam ikan relatif kecil dan ada keterlambatan waktu antara saat suhu udara harian mencapai maksimum dengan saat suhu air mencapai maksimum. Ciri ini sangat jelas pada suhu tiap jam dan suhu rata-rata harian. Perubahan harian suhu air pada cuaca cerah adalah jauh lebih besar dibandingkan pada cuaca mendung. Amplitudo harian suhu air perlahan-lahan berkurang dan keterlambatan waktu menjadi makin jelas dengan bertambahnya kedalaman air.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Perubahan Musiman dan Harian Suhu Air Kolam Ikan

Young (1975) melaporkan bahwa perubahan musiman suhu air, termasuk periode suhu rendah maupun tinggi, penurunan maupun peningkatan suhu telah direkam di kolam daerah beriklim sedang dan kolam tropis. Selama setahun, kisaran antara suhu mingguan rata-rata terendah dan tertinggi adalah lebih besar di kolam daerah-sedang dibandingkan di kolam tropis. Kisaran antara suhu air mingguan rata-rata minimum dan maksimum selama bulan-bulan terhangat di kolam tropis adalah lebih besar dibandingkan suhu mingguan rata-rata pada bulan apa pun dalam setahun di kolam daerah-sedang. Rata-rata mingguan suhu air dan udara menunjukkan pola yang sama dengan fluktuasi suhu musiman; di kolam tropis suhu udara mingguan rata-rata selalu lebih kecil daripada suhu air minimum mingguan rata-rata; di kolam daerah-sedang nilai ini ada di bawah, di dalam atau di atas kisaran antara suhu air mingguan minimum rata-rata dan maksimum rata-rata dalam setahun. Di kedua jenis kolam tidak terjadi fluktuasi harian selama bulan-bulan dingin; kisaran fluktuasi di bulan-bulan yang hangat bervariasi menurut waktu dalam setahun, dan kisaran ini lebih besar selama bulan-bulan paling hangat di kolam tropis. Di kedua kolam, suhu terendah kadang-kadang terekam antara pukul 02.00 dan 10.00 sedangkan suhu tertinggi terekam antara pukul 12.00 dan 20.00.

Baca juga :
Suhu dan Kandungan Panas Perairan : Aspek Fisik

Pendugaan Suhu Air Kolam Ikan Berdasarkan Suhu Udara

Shakir (2013) melaporkan bahwa sebuah model regresi logistik nonlinier dan linier sederhana sebagai simulasi suhu air permukaan berdasarkan suhu udara pada berbagai skala waktu telah disusun dengan memanfaatkan data suhu udara-air selama tahun 2005 - 2009. Parameter-parameter model linier maupun non linier diduga berdasarkan data seri-waktu 5 tahun suhu udara dan suhu air dengan menggunakan metode optimasi kuadrat terkecil. Variasi suhu air harian, mingguan dan bulanan diduga dengan sangat akurat oleh model regresi linier sederhana air-udara. Hasilnya menunjukkan bahwa ketika suhu harian air-udara dirata-ratakan selama periode mingguan dan bulanan, korelasi antara suhu air hasil pengukuran dan hasil simulasi menjadi lebih baik. Metodologi yang dikembangkan di sini untuk melakukan simulasi suhu air permukaan di sebuah kolam kecil yang airnya dipasok-ulang berdasarkan suhu udara pada berbagai skala waktu dapat diterapkan untuk mengisi data suhu air yang kosong atau hilang atau yang tak terekam dan dapat membantu dalam menduga penguapan serta menganalisis pengaruh perubahan iklim terhadap suhu air kolam di daerah semi-kering di India.

Baca juga :
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Pengaruh Intensifikasi Budidaya Terhadap Suhu Air Kolam Ikan

Augustyn (1995) menentukan pengaruh diversifikasi budidaya ikan mas dan dinamika kondisi atmosfer terhadap suhu dan kejernihan air kolam ikan. Peningkatan intensifikasi budidaya ikan mas menyebabkan penurunan kerjenihan air dan dengan demikian menimbulkan gradien (perbedaan) suhu vertikal dalam kolom air; pada kolam dengan budidaya yang intensif, di awal bulan Mei, Secchi disk tidak terlihat pada kedalaman 30 cm dan suhu lapisan air dekat dasar kolam pada hari cerah dan tidak berangin adalah lebih rendah 1 °C (atau lebih) dibandingkan pada kolam tanpa ikan.


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Kamis, 13 November 2014

Pengaruh Kekurangan Oksigen Terhadap Ikan dan Makrobentos

Arsip Cofa No. C 181

Pengaruh Kekurangan Oksigen Jangka Pendek Terhadap Ikan

Seager et al. (2000) melakukan percobaan laboratorium untuk mempelajari pengaruh lama dan frekuensi pemaparan terhadap daya racun rendahnya konsentrasi oksigen terlarut jangka-pendek bagi ikan. Untuk penelitian lama pemaparan, ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss [Walbaum]) dan roach (Rutilus rutilus L.) dipaparkan terhadap satu kisaran konsentrasi oksigen terlarut selama 1, 6 atau 24 jam. Untuk penelitian frekuensi pemaparan, ikan brown trout (Salmo trutta L.) dipaparkan selama 24 jam terhadap konsentrasi oksigen terlarut 4,0 dan 5,5 mg/liter dengan frekuensi satu atau dua kali seminggu selama periode 75 hari.

Seager et al. (2000) menyimpulkan, berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, bahwa selama waktu tertentu, ada kisaran sempit ambang batas konsentrasi di mana di atas ambang ini tidak terjadi kematian tetapi di bawah ambang tersebut mortalitas menjadi tinggi dan cepat. Kisaran ambang batas konsentrasi ini meningkat dengan meningkatnya lama pemaparan. Ikan roach dapat bertahan hidup pada konsentrasi oksigen yang lebih rendah dibandingkan ikan trout. Pengamatan terhadap hewan uji setelah pemaparan menunjukkan tidak ada efek pasca pemaparan yang nyata, meskipun pada konsentrasi oksigen terlarut yang sangat rendah. Untuk penelitian frekuensi pemaparan yang dilakukan di sini, konsentrasi oksigen terlarut, bukannya frekuensi pemaparan, merupakan faktor penting yang berpengaruh bagi ikan. Tidak terlihat adanya efek nyata terhadap laju pertumbuhan tetapi ada perbedaan nyata dalam hal kadar hemoglobin, jumlah sel darah (hematocrit) dan berat organ. Hasil-hasil penelitian ini memiliki implikasi penting dalam penentuan standar kualitas lingkungan yang bertujuan sebagai kontrol terhadap polusi sungai.

Baca juga :
Hubungan Tingkat Aktivitas Dengan Konsumsi Oksigen Pada Hewan Air

Pengaruh Kekurangan Oksigen Terlarut Terhadap Perikanan Trout di Danau

Weithman dan Haas (1984) melaporkan bahwa Danau Taneycomo, sebuah bendungan pembangkit listrik tenaga air seluas 700 hektar, di Taney County, Missouri barat daya, mendapat pasokan air hipolimnetik dingin dari bendungan di daerah hulunya. Perikanan trout (Salmo gairdneri) dengan model tebar-tumbuh-tangkap telah berjalan mantap di Danau Taneycomo, tetapi keberhasilan perikanan ini berkurang pada setiap musim gugur ketika masa air yang miskin oksigen memasuki danau tersebut. Perikanan ini diteliti secara mendetail dari bulan Juni 1978 sampai Mei 1980. Selama periode ini, rata-rata laju penangkapan ikan trout adalah 0,55 ikan/jam, dan dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen terlarut, jumlah ikan yang tersedia untuk ditangkap, laju pemasukan air dari bendungan di bagian hulu, pengalaman pemancing dan suhu air. Penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebesar 1 mg/liter, antara 6,0 dan 2,4 mg/liter, menurunkan laju penangkapan sebesar 0,1 ikan/jam. Selama musim gugur, perubahan laju penangkapan sebesar 0,1 ikan/jam bisa menyebabkan perubahan 20.000 jam pemancingan di Danau Taneycomo. Perkiraan kerugian ekonomi tahunan bagi perekonomian daerah Taney County akibat rendahnya konsentrasi oksigen terlarut adalah $ 358.000 (kisaran, $ 267.000 - $ 432.000).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Baca juga :
Konsumsi Oksigen Pada Ikan : Pengaruh Faktor-Faktor Biologi

Pengaruh Konsentrasi Oksigen Terlarut Yang Rendah Terhadap Jaring-Jaring Makanan di Estuaria

Breitburg et al. (1997) menjelaskan bahwa studi ekologi, termasuk studi tentang eutrofikasi pesisir, memberikan penekanan yang bervariasi antara proses level-spesies vs level-ekosistem. Variasi respon spesies terhadap gangguan lingkungan fisik adalah penting dalam menentukan kapan proses level-spesies atau level-populasi akan berdampak kuat bagi organisasi ekologis. Breitburg et al. (1997) melakukan eksperimen laboratorium skala-mesokosmos dan skala-kecil untuk menentukan bagaimana konsentrasi oksigen yang rendah mempengaruhi laju pemangsaan pada zooplankton, larva ikan dan jaring-jaring makanan larva pemangsa yang khas di daerah mesohalin di Teluk Chesapeake. Konsentrasi oksigen terlarut di perairan dasar Teluk Chesapeake berkurang selama musim panas hingga mencapai level yang secara fisiologis bisa menimbulkan stres atau bersifat letal (mematikan) bagi binatang yang mengandalkan respirasi aerobik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh rendahnya konsentrasi oksigen terhadap interaksi makan-memakan adalah bervariasi antar pasangan spesies dalam jaring-jaring makanan yang dipelajari. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah namun nonletal meningkatkan secara tajam laju pemangsaan terhadap larva ikan (terutama ikan gobi Gobiosoma bosc) oleh ubur-ubur sea nettle (scyphomedusa Chrysaora quinquecirrha) tetapi menurunkan laju pemangsaan oleh juvenil ikan striped bass (Morone saxatilis). Pemangsaan oleh predator tunggal, yaitu sea nettle, meningkat terhadap larva ikan, menurun terhadap telur ikan (Anchoa mitchilli), dan secara nyata meningkat tetapi tidak besar terhadap kopepoda (terutama Acartia tonsa) pada konsentrasi oksigen terlarut rendah. Perubahan interaksi predator-mangsa mencerminkan variasi antar spesies dalam hal toleransi fisiologisnya terhadap oksigen rendah dan pengaruh konsentrasi oksigen rendah terhadap perilaku meloloskan diri pada mangsa, serta terhadap aktivitas renang dan perilaku makan predator. Karena variasi pengaruh terhadap interaksi makan-memakan, konsentrasi oksigen terlarut yang rendah berpotensi menjadi penyebab utama perubahan peranan berbagai jalur lintasan energi di Teluk Chesapeake dan pada sistem estuaria lainnya (Breitburg et al., 1997).

Baca juga :
Dinamika Konsentrasi Oksigen Terlarut di Danau dan Kolam Ikan

Pengaruh Kekurangan Oksigen Yang Parah Terhadap Makrobentos Laut

Powilleit dan Kube (1999) mendeteksi kekurangan oksigen yang parah di bagian-bagian dangkal Teluk Pomerania (Laut Baltik selatan) untuk pertama kalinya pada bulan Juli/Agustus 1994. Kombinasi kondisi meteorologis dan hidrografi yang tak wajar bersama dengan beban zat hara yang umumnya tinggi di daerah pesisir ini diyakini menyebabkan hipoksia/anoksia (konsentrasi oksigen terlarut di bawah normal/nol) yang luas. Pengaruh kejadian ini terhadap makrobentos dipelajari dengan membandingkan struktur komunitas sebelum dan setelah musim panas 1994 di empat lokasi yang derajat kekurangan oksigennya berbeda-beda. Perubahan struktur komunitas makrobentos yang terlihat di tiga lokasi adalah disebabkan terutama oleh hipoksia/anoksia pada musim panas 1994. Pemulihan makrobentos setelah kekurangan oskigen tidak mengikuti pola suksesi yang umumnya berlaku setelah ada gangguan lingkungan, yang dicirikan oleh rekruitmen masal spesies oportunistik dengan laju pergantian spesies yang cepat.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa di stasiun 2, lokasi yang menerima dampak paling parah, jumlah spesies, kelimpahan total dan biomas total makrobentos menurun tajam setelah kejadian kekurangan oksigen, dan rekolonisasi masih belum sempurna meskipun sudah dua tahun. Stasiun 1 dan 3, yang menerima dampak sedang, menunjukkan pemulihan yang hampir sempurna dalam hal komposisi dan kelimpahan spesies dalam waktu dua tahun, tetapi biomasnya masih rendah. Sementara terjadi rekolonisasi di stasiun 1 dan 3 oleh individu juvenil dan dewasa dari daerah pesisir di dekatnya yang tidak terkena dampak, suksesi di stasiun 2 didominasi oleh kolonisasi post larva (dari pemencaran planktonik). Stasiun 4 tidak dipengaruhi oleh kekurangan oksigen dan struktur komunitasnya hanya mengalami variasi kecil. Derajat pemulihan amfipoda yang secara umum sangat rendah di tiga stasiun yang terkena dampak dan bahkan pemulihan oligochaeta (Tubificoides (Peloscolex) benedeni dan Heterochaeta (Tubifex) costata) di stasiun 2 merupakan bukti lebih lanjut mengenai parahnya kekurangan oksigen dalam sedimen Teluk Pomerania (Powilleit dan Kube, 1999).

Baca juga :
Pengaruh Aerasi Terhadap Konsentrasi Oksigen Terlarut


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...