Senin, 27 Februari 2017

Penyimpanan Sperma Ikan Jangka-Panjang Dengan Cara Pembekuan Dalam Nitrogen Cair

Arsip Cofa No. A 048
donasi dg belanja di Toko One

Penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan sperma ikan karper di dalam dua jenis extender (bahan pengencer) yang dikembangkan untuk salmon Pasifik, yaitu extender 189M dan 251, memperlihatkan aktivitas yang cukup tinggi (5 – 20 %) setelah disimpan dalam nitrogen cair. Hal ini memperkuat dugaan bahwa penyimpanan sperma ikan karper jangka-panjang cukup memuaskan. Spesies yang memperlihatkan potensi ini adalah karper India, ikan mas dan tawes. Penyimpanan sperma ikan bighead carp mungkin juga bisa dilakukan pada kondisi yang lebih baik. Pada suatu pengujian di mana sperma ikan karper India yang disimpan dalam nitrogen cair dipakai untuk membuahi sel telur segar, 58 % telur tersebut akhirnya menetas menjadi larva yang sehat, tak beda jauh dengan laju penetasan pada kelompok telur kontrol.

Baca juga Morfologi dan Perkembangan Telur, Embryo dan Larva Ikan

Beberapa faktor yang harus diuji untuk mengoptimalkan teknik tersebut di atas bagi ikan karper adalah sebagai berikut :

(1) Extender. Dua jenis extender yang diuji, meskipun masih bayak jenis yang lainnya, telah berhasil dicobakan untuk mengawetkan sperma ikan salmon Pasifik. Mungkin jenis-jenis extender lain yang lebih sesuai untuk ikan karper dapat dikembangkan. Adalah mungkin bahwa jenis extender yang optimum dapat berbeda-beda untuk tiap spesies ikan – penelitian Withler (1980) membuktikan bahwa extender 189M lebih sesuai untuk sperma ikan karper India dari pada extender 251. Hasil penelitian lain menyimpulkan bahwa banyak jenis extender yang telah dicobakan pada ikan-ikan salmonidae dapat diujikan juga pada ikan karper. Barangkali yang lebih penting adalah metode memecahkan masalah : menemukan larutan isotonik yang mampu mempertahankan sperma tetap hidup tapi tak aktif, larutan yang bersifat buffer (penyangga) bagi sperma agar mampu bertahan terhadap kondisi asam dan basa yang disebabkan oleh senyawa pelindung beku (DMSO; senyawa ini menyebabkan larutan bersifat asam), menambahkan senyawa pelindung yang sesuai, kemudian menguji aktivitas dan kemampuan membuahi pada sperma yang dibekukan dalam larutan tersebut kemudian membandingkan hasilnya dengan kemampuan serupa pada sperma segar dalam membuahi telur segar yang sama.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Karena baik 251 maupun 189M tampaknya kurang efektif bagi ikan karper, mereka seharusnya sedikit dimodifikasi agar lebih efektif, sebelum mencoba mengembangkan extender yang sama sekali baru. Pengembangan extender baru seharusnya diberi prioritas lebih rendah daripada pengujian faktor-faktor lain di bawah ini.

Baca juga Penyimpanan-Beku dan Penyimpanan-Dingin Telur dan Sperma Ikan

(2) Senyawa pelindung. Sebagian besar penelitian di sini menggunakan DMSO sebagai senyawa pelindung-beku, meskipun gliserol juga kadang-kadang dipakai. Untuk sperma ikan karper, berdasarkan data yang ada, DMSO tampaknya memiliki potensi yang lebih besar. Dengan demikian disarankan untuk melakukan penelitian dengan menggunakan DMSO dalam berbagai konsentrasi dari 2 – 12 % pada selang 2 %. Penelitian ini mungkin sebaiknya dilakukan pada empat spesies ikan karper.

(3) Laju pembekuan dan pencairan. Penelitian lain telah menemukan bahwa laju pembekuan dan pencairan sperma encer berperanan penting dalam meningkatkan aktivitas sperma. Penelitian dengan sperma ikan salmon Pasifik menunjukkan bahwa faktor-faktor ini tidak terlalu penting dalam batas-batas tertentu, kecuali bahwa lebih baik membekukan campuran sperma-extender segera setelah sperma dikumpulkan dan mencairkan campuran yang telah beku itu secepatnya.

Untuk menciptakan laju pembekuan yang berbeda, metode paling sederhana (tapi paling kasar) adalah dengan mengatur ketinggian ampul di atas nitrogen cair selama proses pembekuan awal. Hal ini dilakukan dengan menempatkan ampul dalam kaleng pada ketinggian yang berbeda, dari 2 cm di atas cairan nitrogen sampai 20 cm, mungkin bisa sampai leher tangki. Biasanya paling tidak 3 ampul dapat dimasukkan ke dalam sebuah kaleng - hasil pengujian ampul terendah dapat dibandingkan dengan hasil dari ampul tengah dan ampul atas. Makin dekat ampul dengan permukaan nitrogen cair makin cepat isinya membeku.

Laju pencairan dapat diuji dengan mencairkan ampul di dalam air pada suhu yang berbeda. Untuk ikan salmon, telah dipelajari suhu air-pencairan dari 10 – 45 oC. Ditemukan bahwa suhu 45 oC paling baik bagi sperma dalam membuahi telur, meskipun perbedaannya tidak besar. Bagaimanapun, penting untuk mencampurkan sperma yang telah dicairkan secepat mungkin, karena sperma tersebut tampaknya hidup hanya beberapa detik setelah dicairkan.

Baca juga Sperma Ikan : Morfologi, Daya Gerak dan Kualitas

(4) Volume sperma beku. Pengaruh volume sperma beku seharusnya diamati pula. Untuk kebutuhan di lapangan, volume yang lebih banyak daripada 1 – 2 ml akan lebih baik karena akan mengurangi jumlah fertilisasi individual yang dibutuhkan. Pengurangan jumlah fertilisasi yang dibutuhkan oleh telur akan dapat menghemat waktu, yang merupakan faktor penting bagi telur ikan karper yang mulai berkembang segera setelah dikeluarkan dari tubuh ikan.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Sabtu, 25 Februari 2017

Prosedur Penyuntikan Pituitari dan Pemijahan Buatan Pada Ikan Karper

Arsip Cofa No. A 047
donasi dg belanja di Toko One

Prosedur untuk memperoleh gamet (sel telur dan sel sperma) ikan karper India diuraikan di bawah ini :

(1) Induk jantan dan betina ditangkap dengan jaring kantong dari kolam, lalu dipiih sesuai dengan kebutuhan, selanjutnya dimasukkan ke dalam jaring apung mini bermata-halus yang diapungkan di dalam kolam. Masing-masing ikan ditimbang untuk menentukan dosis kelenjar pituitari kasar yang diperlukan. Induk diisolasi beberapa jam sebelum pemijahan agar ikan-ikan tersebut bisa membuang habis semua fesesnya sehingga tidak mengotori gamet.

(2) Ikan donor (yaitu ikan yang menyediakan kelenjar pituitari untuk penyuntikan) dikumpulkan dan ditimbang. Jumlah (atau berat) ikan donor yang diperlukan ditentukan oleh berat ikan induk, sebagai dasar dalam menentukan jumlah “dosis” yang dibutuhkan untuk mematangkan gonad ikan induk. Satu dosis adalah berat kelenjar pituitari seekor ikan lain yang sama dengan berat kelenjar pituitari seekor induk, atau gabungan kelenjar-kelenjar pituitari dari beberapa ekor ikan lain sehingga berat total semua ikan donor tersebut sama dengan berat seekor ikan induk. Donor yang diperlukan adalah 2 dosis per induk betina dan 0,5 dosis per induk jantan.

Baca juga Penyimpanan-Beku dan Penyimpanan-Dingin Telur dan Sperma Ikan


(3) Suntikan pertama terhadap induk betina dilakukan 12 jam sebelum telur dikeluarkan. Kelenjar pituitari dengan berat cukup diambil dari donor yang baru dibunuh untuk menyediakan 0,5 dosis per betina. Kelenjar ini dimasukkan ke dalam alat penghomogen yang terbuat dari gelas kemudian dilumatkan dengan menggunakan alu gelas. Larutan garam 0,7 N ditambahkan sampai mencapai volume yang dibutuhkan – biasanya 1 ml per penyuntikan. Hormon chorionic gonadotropin mamalia bisa ditambahkan ke dalam gerusan pituitari kasar ini. Larutan tersebut kemudian segera disuntikkan ke otot dinding tubuh di belakang sirip dada ikan induk. Induk yang telah disuntik ini kemudian dilepaskan ke jaring apung.

(4) Penyuntikan kedua dilakukan 6 jam setelah penyuntikan pertama sebanyak 1,5 dosis per induk betina. Penyuntikan terhadap ikan jantan dilakukan pada saat ini dengan dosis 0,5 per induk jantan.

Sejarah Teknik Pemijahan Buatan Pada ikan Dengan Hipofisasi

Matty (1985) menjelaskan sejarah praktek pijah rangsang dengan hormon pada ikan. Teknik ini berawal pada tahun 1934 ketika kelenjar pituitari ikan Brazil disuntikkan untuk merangsang ovulasi. Adalah seorang ahli endokrinologi terkenal, B.A. Houssay, yang pada tahun 1930 menyuntik beberapa ikan vivipar (melahirkan anak) kecil dengan kelenjar pituitari, yang baru diambil dari spesies ikan lain, dan menyebabkan kelahiran prematur. Penemuan baru ini menarik perhatian R. von Ihering, direktur budidaya ikan di Ceara, Brazil. Selama bertahun-tahun masalah utama budidaya ikan di Brazil adalah bagaimana ikan agar memijah dalam tempat terkurung; bahkan bila ikan tersebut ditangkap ketika hampir matang gonad, ikan ini jarang secara sempurna mengalami ovulasi atau matang gonad. Pada tahun 1934, von Ihering mengembangkan teknik yang berhasil untuk merangsang ovulasi dengan menggunakan pituitari ikan. Proses ini sekarang kadang-kadang dikenal sebagai hipofisasi.

Selama periode ini, Rusia berupaya merangsang ikan sturgeon terkurung agar matang gonad dan memijah dengan bantuan hormon mamalia tetapi upaya ini tidak berhasil hingga tahun 1937 ketika N.L. Gerbil’skii dapat memperoleh telur dan sperma matang dari sejumlah besar ikan sturgeon, Acipenser stellatus, yang telah disuntik secara intraperitoneal (lewat-perut) dengan satu atau pituitari segar dari ikan spesies yang sama. Ini merupakan penemuan yang menguntungkan karena pada saat itu stasiun-stasiun pembangkit listrik tenaga air dan bendungan-bendungan terus dibangun di sungai-sungai jalur migrasi pemijahan ikan sturgeon ke hulu sehingga mencegah sturgeon mencapai daerah ovulasinya. Dengan teknik hipofisasi, ikan sturgeon bisa dipijahkan di dekat muara sungai. Saat ini Rusia memperoleh semua telur ikan sturgeonnya untuk pembudidayaan dari ikan yang disuntik pituitari (Matty, 1985).

Matty (1985) menambahkan bahwa pada awal tahun 1950-an, pijah rangsang ikan karper di Cina dan India mulai dipraktekan secara luas. Di Cina ikan black carp, Mylopharyngodon piceus, dan ikan big head, Aristichthys nobilis, pertama kali dirangsang untuk memijah dengan penyuntikan pituitari, kemudian ikan mola, Hypophthalmichthys molitrix, dan terakhir ikan kowan, Ctenopharyngodon idellus. Di India jenis-jenis ikan karper utama seperti catla, Catla catla, rohu, Labeo rohita, dan mrigal, Cirrhinus mrigala, telah dipijahkan secara intensif dengan bantuan hormon pituitari.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Rabu, 22 Februari 2017

Penyimpanan-Beku dan Penyimpanan-Dingin Telur dan Sperma Ikan

Arsip Cofa No. A 046
donasi dg belanja di Toko One

Kesuburan Telur dan Sperma Ikan Yang Disimpan-Beku dan Disimpan-Dingin

Kesuburan telur dan sperma ikan karper India Labeo rohita, ikan mas Cyprinus carpio, tawes Puntius gonionotus, ikan kowan Ctenopharyngodon idella, bighead carp Aristichthys nobilis dan ikan jambal Pangasius sutchii diteliti setelah disimpan dalam lemari es, termos es dan nitrogen cair (LN2, Liquid Nitrogen). Periode kesuburan telur setelah dikeluarkan dari tubuh induk tidak banyak bertambah lama dengan perlakuan penyimpanan-dingin dalam refrigerator. Periode untuk mengaktifkan sperma setelah dikeluarkan dari tubuh induk bertambah lama sampai beberapa jam dengan perlakuan penyimpanan-dingin dalam syringe (botol semprot). Sperma ikan-ikan karper (seperti karper India, ikan mas, tawes, bighead carp) yang dicampur dengan larutan DMSO (dimetil sulfoksida) dapat diaktifkan lagi setelah disimpan dalam nitrogen cair. Pada satu percobaan, sperma ikan karper India disimpan dalam nitrogen cair sedangkan telur yang telah dibuahi dan sperma segar dijadikan sebagai kelompok kontrol. Sperma ikan Pangasius sutchii, yang diencerkan dan disimpan dalam nitrogen cair, membentuk gel sehingga tidak dapat digunakan secara efektif untuk membuahi telur.

Baca juga
Sperma Ikan : Morfologi, Daya Gerak dan Kualitas


Prosedur Penyimpanan Dingin Telur dan Sperma Ikan

Withler (1980) menjelaskan prosedur penyimpanan dingin telur dan sperma ikan dengan mempertahankan kesuburannya. Telur hasil pengurutan perut ikan (biasanya bervolume 25 atau 50 ml) dimasukkan ke dalam gelas arloji 250 ml yang ditutup dengan kertas aluminium atau kantung plastik, kemudian disimpan di dalam lemari es. Sperma ikan dipindahkan ke dalam botol syringe plastik lalu dimasukkan ke dalam lemari es. Termometer maksimum-minimum ditempatkan di dalam lemari es untuk mengontrol suhu agar tetap pada kisaran 2 – 9 oC. Untuk menguji kesuburannya, sebagian kecil sperma yang telah disimpan dalam lemari es dicampurkan dengan telur di dalam kaca arloji kecil. Sperma dan telur diaduk dengan bantuan bulu sehingga bercampur; air kolam atau air keran ditambahkan segera setelah percampuran. Setelah telur dan sperma diaduk pelan-pelan di dalam air, telur dituangkan ke dalam corong penetasan untuk diinkubasi.

Baca juga
Morfologi dan Perkembangan Telur, Embryo dan Larva Ikan


Prosedur Penyimpanan-Beku (Kryogenik) Telur dan Sperma Ikan

Sperma ikan dipindahkan ke syringe berkapasitas 10 ml sampai mencapai volume yang dibutuhkan kemudian dituangkan ke kaca arloji kecil. Diluent (cairan pengencer) diukur sampai volume yang diinginkan dengan menggunakan syringe dan dituangkan ke kaca arloji yang berisi sperma (biasanya 4 bagian diluent : 1 bagian sperma). Larutan ini dicampur semuanya kemudian dimasukkan ke dalam syringe dan dituangkan ke dalam ampul (botol kecil) berkapasitas 1 ml yang biasa dipakai untuk menyuntikkan sperma sapi. Ampul yang tak disegel diletakkan di dalam kaleng penyokong dan digantungkan di dalam uap pada ketinggian 2 cm atau lebih di atas nitrogen cair (LN2) di dalam wadah kryogenik sampai membeku (5 – 10 menit). Kaleng yang telah berisi sperma tersebut kemudian ditenggelamkan di dalam nitrogen cair sampai saat dibutuhkan.

Wadah LN2 berupa sebuah Linde model LD-10 dengan kapasitas maksimum 31,8 liter. Diluent terdiri dari “extender” (pengencer) dan bahan pelindung, biasanya dengan perbandingan 9 bagian extender : 1 bagian bahan pelindung. Extender merupakan suatu larutan bahan organik dan garan anorganik, yang kurang lebih isotonik dengan cairan sperma. Bahan pelindung adalah suatu bahan yang meresap ke dalam sel sperma yang berfungsi meminimumkan kerusakan sperma akibat pembekuan dan pencairan. Bahan pelindung yang paling sering digunakan adalah dimetil sulfoksida (DMSO); gliserol jarang dipakai.

Extender dibuat dengan menambahkan 100 ml air suling ke dalam campuran bahan kimia yang telah ditimbang beratnya dan diaduk. Hanya ada dua jenis extender yang paling efektif untuk keperluan penyimpanan-beku sperma ikan salmon pada pengujian di Pacific Biological Station yakni extender 189M dan 251. Bahan kimia penyusun extender adalah NaCl, NaHCO3, fruktosa, lesitin nabati dan manitol.

Prosedur pencairan sperma beku pertama-tama adalah mengambil ampul dari LN2 kemudian pegang pada bagian ujung yang terbuka lalu celup dan goyang-goyangkan di dalam air keran atau air kolam hingga sebagian sperma mencair. Leher botol ampul dipotong dan isinya dituangkan langsung ke telur yang baru saja diurut keluar dari tubuh induknya, selanjutnya sperma dan telur tersebut diaduk dengan menggunakan sehelai bulu besar. Air ditambahkan ke campuran sperma-telur tersebut, lalu diaduk pelan-pelan. Telur selanjutnya dituangkan ke dalam corong penetasan untuk diinkubasi.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :



Upaya Meningkatkan Kesuburan Telur Ikan Yang Disimpan

Kegagalan upaya menyimpan telur ikan selama periode yang cukup panjang disebabkan antara lain oleh fakta bahwa pada ikan lele dan karper tropis, perkembangan kematangan telur dimulai segera setelah dilepaskan dari tubuh induknya, dibuahi atau tidak. Sekali pembelahan sel berlangsung, fertilisasi tidak dapat terjadi. Perkembangan telur secara partenogenetik ini berlangsung sampai tahap morula atau gastrula, setelah itu telur mati.

Agar penyimpanan telur yang belum dibuahi dapat berhasil maka pembelahan sel telur harus dihambat. Beberapa tehnik yang mungkin dapat dicoba untuk keperluan ini adalah :
(1) Pendinginan telur segera setelah dikeluarkan dari tubuh induknya.
(2) Melindungi telur secara total dari udara lembab.
(3) Memasukkan telur ke dalam larutan yang hipertonik atau isotonik dan tak bersifat racun.

Sukrosa dan Metanol Meningkatkan Toleransi Embryo Oyster Terhadap Pendinginan dan Pembekuan

Renard (1991) mengamati toleransi terhadap pendinginan dan pembekuan pada embryo oyster Pasifik (Crassostrea gigas) yang sedang memasuki tahap perkembangan 2 – 4 sel dengan atau tanpa penambahan senyawa pelindung-beku (cryoprotective). Kelangsungan hidup embryo yang didinginkan dalam air laut tanpa senyawa pelindung-beku menurun ketika suhu air laut diturunkan dan lama waktu pemaparan (exposure time) diperpanjang. Bagaimanapun, toleransi terhadap pendinginan bervariasi sesuai dengan kualitas embryo. Setelah didinginkan pada 0 oC selama 5 menit ultrastruktur membran plasma dan organisasi organela di dalam sitoplasma sel menjadi berantakan. Penambahan sukrosa sampai konsentrasi 0,50 M ke embryo yang didinginkan sedikit meningkatkan toleransi terhadap pendinginan dan mengurangi kerusakan akibat pendinginan. Penambahan metanol 0,50 M bersama dengan sukrosa 0,25 M menyebabkan sejumlah besar (46,9 ± 0,4 %) embryo yang didinginkan bertahan hidup 15 menit pada suhu -6 oC. Pada penambahan metanol 0,50 M atau 1,00 M bersama dengan sukrosa 0,25 M hanya sedikit embryo yang bertahan hidup pada suhu -10 oC dan -20 oC. Setelah disimpan dalam nitrogen cair, sebagian besar embryo mati pada semua konsentrasi metanol dan sukrosa yang dicobakan, tetapi ada beberapa yang bisa berkembang menjadi larva D setelah pengeraman.

Baca juga
Hubungan Antara Komposisi Kimia Pakan dengan Komposisi Kimia Telur dan Daging Ikan

DMSO dan Gliserol Sebagai Senyawa Pelindung-Beku Untuk Embryo Avertebrata

Menurut Renard (1991), berdasarkan penelitian-penelitian lain, banyak jenis binatang telah berhasil disimpan-beku pada suhu yang sangat rendah. Embryo bulu babi, di dalam larutan dimetil sulfoksida (DMSO) 1,00 M,dapat bertahan hidup selama pembekuan pada suhu serendah -196 oC. Tingkat kelangsungan hidup naupli udang penaeidae dan protozoa melebihi 90 % setelah disimpan selama 5 menit pada suhu -30 oC tetapi tingkat kelangsungan hidup menurun setelah disimpan pada suhu -196 oC. Sebuah percobaan telah dilakukan untuk membekukan embryo remis (Choromytilus chorus) pada tahap awal perkembangan (antara 1 dan 8 sel). Dalam percobaan ini, meskipun tak ada embryo yang hidup setelah pembekuan, terlihat bahwa embryo remis dapat bertahan hidup terhadap pembekuan pada suhu -196 oC asalkan diberi larutan gliserol 1,50 M.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Selasa, 14 Februari 2017

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Arsip Cofa No. A 045
donasi dg belanja di Toko One

Dengan memperhatikan kerumitan proses yang terlibat dalam pertumbuhan, maka tidak mengherankan bila pertumbuhan jamur dipengaruhi oleh banyak faktor lingkungan. Di antara faktor lingkungan tersebut adalah nutrisi, air, suhu, pH, iradiasi, aerasi dan karbon dioksida serta bahan-bahan kimia seperti pestisida dan herbisida.

Suhu

Jamur berbeda menyolok dalam hal suhu optimalnya. Penelitian tentang pertumbuhan jamur laut pada media agar pada berbagai suhu menunjukkan bahwa pertumbuhan paling lambat terjadi pada suhu 5 oC dan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu. Jamur Alternaria sp., Stachybotrys atra dan Dendryphiella salina tumbuh subur pada suhu 30 oC, tetapi suhu ini di atas suhu optimal bagi spesies-spesies jamur lain.

Baca juga Media Pertumbuhan, Kebutuhan Nutrisi dan Pengaruhnya Terhadap Reproduksi Jamur Air

Beberapa jenis jamur membutuhkan suhu di atas 20 oC dan seringkali tumbuh subur pada suhu 50 oC atau lebih. Jamur termofilik (suka-panas) seperti ini ditemukan di dalam sampah kebun yang sedang membusuk (kompos), timbunan kotoran binatang dan produk-produk hutan serta pertanian yang sedang disimpan. Mereka juga terlibat dalam pembakaran material secara spontan dan dalam penyakit binatang. Contoh jamur termofilik ini adalah Mucor miehei dan Sporotrichum thermophile yang mempunyai suhu optimal pada kisaran 40 -45 oC.

Meskipun beberapa jenis jamur dapat bertahan hidup pada lingkungan yang teramat dingin, pertumbuhan pada suhu rendah berlangsung dengan laju minimal pada sebagian besar jamur dan merupakan salah satu kunci yang perlu diperhatikan dalam mengawetkan makanan. Suhu di mana jamur disimpan berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur selanjutnya. Penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan Gyromitro esculenta pada suhu di bawah titik beku menyebabkan penurunan daya tahan hidup bila jamur ini kemudian diinkubasikan pada suhu 15 – 23 oC, kisaran suhu untuk pertumbuhan normalnya. Penyimpanan kryogenik (atau penyimpanan beku) telah diterapkan untuk mempertahankan jamur dalam jangka panjang. Sebuah penelitian melaporkan bahwa beberapa galur jamur tetap hidup setelah sembilan tahun disimpan secara kryogenik.

Baca juga Ekologi Jamur Air


Pengaruh pH

Nilai pH optimum untuk pertumbuhan jamur bervariasi antar galur atau spesies jamur dan kondisi nutrisinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur Dendryphiella salina tumbuh paling subur pada pH 4 – 6, Cladosporium herbarium pada pH 5 – 6, Monodictys pelagica pada pH 6, Alternaria sp pada pH 6 – 7. Telah diketahui bahwa pH berperanan dalam penyerapan berbagai jenis nutrien, dan dengan demikian respon pertumbuhan ini dapat dipahami dengan memperhatikan perbedaan laju penyerapan tersebut. Pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik maksimum pada hifa Trichoderma viride berbanding lurus dengan konsentrasi ion H+ yang berkaitan dengan pengaruh pH terhadap penyerapan nutrien.


Iradiasi Sinar Tampak dan Sinar Tak Tampak

Pengaruh berbagai bentuk radiasi terhadap perkembangan dan reproduksi jamur telah mendapat perhatian besar selama bertahun-tahun, namun pengaruhnya terhadap pertumbuhan jamur berfilamen maupun tak berfilamen kurang diperhatikan. Cahaya telah terbukti merangsang pertumbuhan spesies jamur tertentu, menghambat spesies lain, dan tak berpengaruh bagi spesies lainnya lagi.

Telah dilakukan penelitian pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan empat galur jamur Candida albicans. Cahaya dengan semua panjang gelombang terbukti menghambat pertumbuhan galur SA# 1. Pada galur 3C, cahaya bisa menghambat bisa pula tak berpengaruh. Pada dua galur lainnya, cahaya hitam (UV) bersifat menghambat tetapi cahaya dengan panjang gelombang lainnya mendorong pertumbuhan.

Baca juga Pertumbuhan Jamur Bersel-Satu


Sulit menentukan dengan mekanisme bagaimana mana cahaya berengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Pada galur-galur Candida albicans di atas, cahaya umumnya menghambat sintesis protein dan merangsang sintesis karbohidrat. Pada Blastocladiella emersonii, perangsangan pertumbuhan oleh cahaya berkaitan dengan peningkatan sintesis polisakarida dan penurunan aktivitas enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Pada Penicillium spp penghambatan pertumbuhan oleh cahaya berkaitan dengan penurunan sintesis dinding sel. Bagaimanapun, sulit untuk menentukan apakah pengaruh cahaya tersebut bersifat langsung atau tidak langsung.

Pengaruh irradiasi sinar tak tampak terhadap pertumbuhan telah dipelajari pada beberapa spesies jamur. Sebagai contoh, iradiasi sinar gamma (1,6 – 4,1 rad/jam) sangat mendorong pertumbuhan dan produksi asam organik pada Aspergillus niger. Iradiasi sinar gamma dengan kadar rendah juga mampu meningkatkan pertumbuhan dan produksi aflatoksin pada Aspergillus flavus, tetapi dalam kadar tinggi ia bersifat menghambat.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Jumat, 10 Februari 2017

Pertumbuhan Jamur Berfilamen

Arsip Cofa No. A 041
donasi dg belanja di Toko One

Pertumbuhan berbagai jenis jamur berfilamen menunjukkan kinetika sigmoidal. Sebagai contoh, kurva pertumbuhan jamur Pycnoporus cinnabarinus yang dikultur dalam media cairan esktrak malt (sejenis selai) menunjukkan fase-fase lambat, logaritmik, perlambatan, stasioner dan penurunan. Bagaimanapun, bentuk kurva pertumbuhan ini berbeda jauh bila menggunakan medium dasar kaldu Czapek. Sekilas tampaknya aneh bahwa kurva pertumbuhan jamur bersel-satu dan jamur berfilamen sangat mirip, terutama fase eksponensial. Jelas bahwa produksi autokatalitik sel-se baru yang diamati pada ragi tidak terjadi pada jamur berfilamen. Hifa hanya tumbuh pada bagian ujungnya, dan dengan demikian tidak seluruh panjang hifa berperanan dalam pertumbuhan, khususnya pertumbuhan eksponensial. Bagaimanapun, kemampuan jamur berfilamen untuk membentuk cabang baru berarti memperbanyak ujung hifa baru, yang memungkinkan koloni tumbuh secara eksponensial. Percabangan seringkali terbentuk pada interval yang tak teratur, pertumbuhan eksponensial menyebabkan laju pembentukan cabang sebandiing dengan panjang hifa. Pembentukan cabang pada jamur berfilamen dengan demikian dapat disamakan dengan pembelahan sel pada jamur bersel-satu.

Baca juga Pertumbuhan Jamur Bersel-Satu

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Miselia jamur yang ditumbuhkan dalam media yang teraerasi akan tumbuh menjadi bentuk yang hampir menyerupai bulatan. Telah ditunjukkan bahwa pertumbuhan eksponensial jamur Neurospora cardia (diukur sebagai berat kering, x) lebih merupakan fungsi kubik (pangkat tiga) daripada fungsi logaritme. Persamaan yang sangat sesuai untuk menggambarkan pertumbuhan ini adalah :

xt 1/3 – xo 1/3 + kt

di mana k adalah konstanta. Perbedaan kinetika pertumbuhan jamur yang berbentuk bulat tersebut disebabkan oleh pengurangan nutrien di dalam koloni. Sekali jamur mencapai bentuk bola besar dengan diameter tertentu, difusi nutrien ke bagian pusat jaringan terlalu lambat untuk dapat mempertahankan laju pertumbuhan yang tinggi pada seluruh miselium. Jadi, pertumbuhan berlangsung terutama pada bagian tepi bulatan jamur, sementara hifa di bagian tengah bulatan mingkin mati.

Baca juga Ekologi Jamur Air

Kinetika jamur berfilamen yang tumbuh pada permukaan media padat serupa dengan yang ditemukan pada jamur yang berbentuk bulatan. Pertumbuhan kultur permukaan pada fase eksponensial dapat dinyatakan dalam persamaan :

Xt = (pHdro2) e µt

di mana koloni diasumsikan tumbuh menjadi bentuk seperti cakram berjari-jari r, tinggi H, dan kepadatan d, sedangkan e adalah bilangan dasar logaritma natural (2,71828...), µ laju pertumbuhan spesifik, dan t waktu. Bagaimanapun, makin ke arah pusat koloni kondisi makin tidak menguntungkan, dan pertumbuhan di daerah ini lambat.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Rabu, 08 Februari 2017

Pertumbuhan Jamur Bersel-Satu

Arsip Cofa No. A 040

Studi kinetika pertumbuhan jamur seringkali berguna untuk menganalisa bagaimana pertumbuhan organisme tersebut mengalami perubahan akibat perubahan lingkungan. Bila suatu organisme bersel satu seperti ragi dimasukkan ke dalam medium yang masih baru dan pertumbuhan populasinya diukur selama periode waktu tertentu, maka akan diperoleh kurva sigmoid khas. Mulanya akan terjadi fase lambat (lag phase) di mana pada saat itu organisme baru beradaptasi terhadap lingkungan barunya. Hal ini mungkin melibatkan pengaktivan enzim untuk memetabolisme nutrien yang tersedia. Sebagai tambahan, beberapa organisme mungkin memodifikasi lingkungan barunya itu dengan memproduksi CO2, H+ atau senyawa metabolit sekunder sehingga kondisi media tersebut sesuai bagi pertumbuhannya.

Baca juga “Metode Pengukuran Pertumbuhan Jamur”

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Setelah periode adaptasi dilewati, populasi memasuki fase eksponensial. Pada fase in jamur mengalami pertumbuhan maksimal selama kondisi lingkungan sesuai, dan pembelahan sel berlangsung dengan laju yang konstan yang disebut laju pertumbuhan spesifik, dinyatakan dengan µ. Laju pertumbuhan spesifik didefinisikan sebagai jumlah jaringan yang diproduksi oleh satu satuan organisme per satu satuan waktu. Pertumbuhan pada fase ini bersifat autokatalitik : jumlah sel (N) pada waktu t (dilambangkan berama-sama sebagai Nt) merupakan fungsi eksponensial jumlah sel yang ada pada awal periode pertumbuhan (dinyatakan sebagai No). Jadi ,

Nt = No eµt

di mana e adalah bilangan dasar logaritma natural (2,71828...). Fase pertumbuhan ini disebut juga fase logaritma (atau log) karena plot log N terhadap periode waktu ini menghasilkan garis lurus yang kemiringan garisnya sama dengan µ. Jadi, laju pertumbuhan spesifik merupakan parameter yang berguna untuk membandingkan pertumbuhan berbagai jenis jamur atau pertumbuhan satu jenis jamur pada berbagai kondisi kultur yang berbeda. Jelas bahwa kondisi nutrisi yang berbeda bisa menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan spesifik karena adanya perbedaan laju penyerapan dan metabolisme nutrien.

Baca juga “Respirasi dan Metabolisme Jamur Air”

Dalam kultur campuran di mana tidak ada nutrien baru yang ditambahkan, laju pertumbuhan eksponensial tidak dapat dipertahankan sehingga populasi memasuki fase perlambatan. Timbulnya fase ini mungkin disebabkan konsentrasi beberapa nutrien berkurang sampai menjadi faktor pembatas, atau terjadi perubahan faktor lingkungan seperti tekanan oksigen dan pH yang tidak menguntungkan, atau karena adanya racun yang diekskresi oleh organisme. Akibatnya, pertumbuhan populasi menurun sampai titik di mana jumlah sel tidak bertambah, dan populasi memasuki fase datar atau fase tetap (stationery). Berhentinya pertumbuhan mungkin disebabkan oleh berhentinya pembelahan sel atau kematian sel dengan laju yang sama dengan laju pembentukan sel baru. Bila kondisi pembatasan pertumbuhan ini tetap bertahan, laju kematian akhirnya akan meningkat dan populasi memasuki fase penurunan.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

Selasa, 07 Februari 2017

Metode Pengukuran Pertumbuhan Jamur Air

Arsip Cofa No. A 039

Pertumbuhan umumnya didefinisikan sebagai pertambahan massa suatu organisme yang terjadi setelah periode waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan hasil bersih pelipatgandaan molekular dan selular serta perubahan morfologis. Sebelum mempelajari pertumbuhan jamur, ada baiknya kita mempelajari lebih dulu metode pengukuran pertumbuhan dan cara-cara analisa pertumbuhan jamur. Hal ini menjadi dasar untuk membahas mekanisme pertumbuhan jamur, baik yang berfilamen maupun yang tak berfilamen, serta beberapa faktor yang mempengaruhi proses yang kompleks terrsebut.

Metode pengukuran pertambahan massa jamur pada satuan waktu tertentu merupakan cara langsung untuk menduga pertumbuhan jamur. Bagaimanapun, secara operasional morfologi jamur, kondisi kultur dan pertimbangan eksperimental memaksa kita menggunakan metode lain. Jadi seorang peneliti mungkin mendasarkan defisnisi pertumbuhan pada metode yang dipakainya. Ada beberapa metode pengukuran pertumbuhan jamur, di antaranya adalah metode berat kering, metode ekstensi linier, metode jumlah sel, metode konsentrasi komponen sel dan metode metabolisme.

Baca juga “Respirasi dan Metabolisme Jamur Air”


Penimbangan berat kering adalah cara yang paling luas dan memuaskan dalam mengukur pertumbuhan jamur. Jaringan jamur ditempakan pada sebuah nampan, dipanaskan selama 24 jam pada suhu 80 oC, dibiarkan mendingin dan kemudian ditimbang. Kelemahan metode ini adalah membutuhkan jaringan jamur dalam jumlah besar, dan hanya mengukur meterial dinding sel saja. Selain itu, bila menggunakan media padat seringkali merepotkan untuk memisahkan jaringan dari media tersebut. Dan, tampaknya, perubahan kontinyu pertumbuhan spesimen jamur tidak dapat diamati

Metode ini melibatkan pendugaan pertambahan panjang setiap hifa atau pertambahan diameter koloni. Dalam penerapannya, metode ekstensi linier tidak merusak jaringan jamur, sehingga pertambahan kontinyu jamur tersebut bisa diamati. .Metode ini paling sedikit memakan waktu bila menggunakan media padat. Bagaimanapun, karena metode ini mengukur diameter koloni, pertumbuhan vertikal hifa tidak teramati., sehingga kinetika pertumbuhan yang diamatinya mungkin berbeda dengan hasil yang diperoleh melalui metode berat kering.

Baca juga “Media Pertumbuhan, Kebutuhan Nutrisi dan Pengaruhnya Terhadap Reproduksi Jamur Air”


Penghitungan jumlah sel sangat berguna dalam menentukan pertumbuhan jamur bersel satu seperti ragi. Penghitungan jumlah sel dapat dilakukan dengan bantuan counting chamber seperti jenis hemasitometer atau sel Sedgwick-Rafter. Cara lain adalah dengan menggunakan spektrofotometer yang sering dipakai untuk menentukan jumlah sel secara tidak langsung dengan mengukur kekeruhan kultur. Dalam hal ini, kekeruhan dapat diubah menjadi jumlah sel dengan menggunakan kurva standar nilai hemasitometer yang diplotkan terhadap densitas optik. Bagaimanapun, metode ini harus dilakukan dengan hati-hati. Perlu diingat bahwa meskipun laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae yang diukur dengan spektrofotometer mapun dengan metode berat kering adalah sama, namun nilai dugaan mutlak jumlah sel yang diukur dengan kedua metode tersebut adalah berbeda.

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

Senin, 06 Februari 2017

Respirasi dan Metabolisme Jamur Air

Arsip Cofa No. A 038

Telah dilakukan beberapa penelitian mengenai katabolisme substrat oleh zoospora. Zoospora yang mampu bergerak dan sedang bertunas dari jamur Phytophthora mengkatabolisasi asparagin, glutamat, serin, asetat dan glukosa yang diberi label C-14 radioaktif.

Banyak jamur air dapat menghidrolisa molekul-molekul besar baik yang dapat-larut maupun yang tak dapat-larut, misalnya pati, glikogen, selulosa, kitin, pektin, gelatin, kasein dan keratin dengan mengekskresi enzim esktraseluler. Kemampuan untuk mengekskresi enzim protease, kitinase, selulase dan pektinase dapat diideteksi pada media agar. Secara umum sifat-sifat fisika dan kimia enzim-enzim ini belum banyak diketahui. Baru-baru ini dilaporkan bahwa dua jenis enzim ekstraseluler yakni enzim endopoligalakturonase dan kitinase telah ditemukan pada jamur Aphanomyces. Enzim selulase berhasil diperoleh dari jamur Achlya dan tampaknya enzim ini lebih suka bekerja pada dinding sel daripada menguraikan selulosa yang ada di luar sel. Jamur Pythium juga dapat mensintensis selulase.

Baca juga “Jamur Dalam Ekosistem Perairan dan Penyakit Yang Ditimbulkannya”

Banyak jamur Chytridiomycetes dan Oomycetes menfermentasi gula menjadi asam laktat. Isomer asam laktat yang dihasilkan adalah D(-). Beberapa peneliti melaporkan bahwa D(-)laktase dehidrogenase dari Pythium, Sapromyces dan Allomyces telah diisolasi dan dibandingkan dengan enzim laktase dehidrogenase dari sumber lainnya. Ada perbedaan yang cukup menyolok dalam hal sifat-sifat fisika, kimia dan kinetika enzim laktase dehidrogenase dari jamur Oomycetes. Dalam kultur campuran, Blastocladiella dan Sapromyces mengubah glukosa menjadi asam laktat dan kemudian mengasimilasi asam laktat kembali. Mindeniella tidak mempunyai organ-organ enzimatik untuk mengasimilasi kembai asam laktat yang telah dilepaskan ke dalam medium. Berdasarkan hasil beberapa penelitian disimpulkan bahwa laju produksi asam laktat tergantung pada aerasi karena aerasi menurunkan laju glikolisis. Laju produksi asam laktat juga bergantung pada tahap perkembangan jamur. Pada Allomyces diferensiasi membutuhkan aerasi yang cukup; jadi aerasi merangsang diferensiasi, yakni pembentukan gametangia. Pada kultur yang tak diaerasi di mana diferensiasi tidak berlangsung, aktivitas enzim laktase dehidrogenase jauh lebih tinggi dibandingkan pada kultur yang diaerasi. Reproduksi seksual berlangsung dengan disertai oleh pergeseran pola respirasi dari respirasi glikolitik menjadi respirasi oksidatif pada Allomyces. Adalah menarik bahwa aktivitas enzim laktase dehidrogenase pada galur jamur yang berdiferensiasi menjadi jantan dua kali lipat aktivitas enzim yang sama pada galur jamur yang berdiferensiasi menjadi betina dalam kultur yag diaerasi. Juga galur yang berdiferensiasi menjadi jantan menghasilkan lebih banyak asam laktat daripada galur yang berdiferensiasi menjadi betina. Terakhir, laju produksi asam laktat dipengaruhi oleh konsentrasi gula pada jamur air.

Baca juga “Kematian Ikan Akibat Jamur Saprolegnia”

donasi dg belanja di Toko One

Referensi :
Artikel Terkait

loading...

Jumat, 03 Februari 2017

Daya Apung Fitoplankton dan Arti Pentingnya

Arsip Cofa


Ringkasan :
- Daya Apung Pada Alga Hijau-Biru
- Strategi Fitoplankton Untuk Mempertahankan Daya Apung
- Keseimbangan Antara Daya Apung dan Kebutuhan Fitoplankton Akan Zat Hara
- Hubungan Pengaturan Daya Apung dan Migrasi Vertikal Fitoplankton

- Daftar Pustaka

Kata penting :
fitoplankton, alga hijau-biru, gelembung gas, daya apung, Botryococcus braunii, diatom, dinding sel, silika, arus pusaran, angin, flagela, bahan anorganik, zat hara, migrasi vertikal fitoplankton.

donasi dg belanja di Toko One



Baca online (login facebook lebih dulu) :
Download lengkap (format pdf)
ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 01 Februari 2017

Virus dan Bakteri Planktonik Dalam Perairan

Arsip Cofa


Ringkasan :
- Virus dan Bakteri Sebagai Komponen Komunitas Plankton
- Peranan Bakteri Fotosintesis Dalam Ekologi Danau
- Sumber Nitrogen dan Pemanfaatan Asam Amino Oleh Bakteri Planktonik Danau

- Daftar Pustaka

Kata penting :
Virus, bakteri, asam muramik, cyanophage, fitoplankton, siklus sulfur, karbon, bakteri planktonik, nitrogen, asam amino, serin, DFAA, glutamat.

donasi dg belanja di Toko One



Baca online (login facebook lebih dulu) :
Download lengkap (format pdf)
ARTIKEL TERKAIT