Jumat, 01 Oktober 2010

Perubahan Kadar Asam Amino Akibat Perubahan Salinitas Lingkungan

Salinitas dalam lingkungan sekitar berpengaruh terhadap kadar asam amino di dalam tubuh biota air. Secara umum, kadar asam amino naik ketika salinitas naik. Tampaknya beberapa jenis asam amino berperanan dalam osmoregulasi.

Abbas et al. (1992) telah meneliti pengaruh salinitas laut terhadap kadar protein pada 15 spesies alga bentik dari Laut Bahrain. Kadar proteinnya agak rendah dan bervariasi dari 0,1 % (pada Laurencia papillosa) sampai 2,8 % (pada Ulva lactuca). Kadar protein yang lebih rendah dibandingkan daerah-daerah lain di Samudra Hindia mungkin disebabkan tingginya salinitas di perairan Teluk Arab (salinitas 40 – 60 ppt).

Liu dan Zhang (1992) ketika meneliti daya adaptasi Nitzschia palea terhadap salinitas menemukan fakta bahwa tidak ada variasi yang nyata dalam hal kadar protein sel yang tumbuh di media dengan berbagai konsentrasi NaCl. Namun, kadar asam amino total alga ini meningkat secara tajam dengan meningkatnya konsentrasi NaCl dari 0 menjadi 0,75 mol/liter di dalam media pertumbuhan. Kedua peneliti menyimpulkan bahwa karbohidrat dan asam amino bebas di dalam sel Nitzschia palea merupakan pengatur osmotik utama selama adaptasi terhadap perubahan salinitas eksternal.

Baca juga Pengaruh Salinitas Terhadap Udang Windu (Penaeus monodon)

Fernandes et al. (1993) mempelajari respon cyanobakteri pemfiksasi nitrogen terhadap salinitas dan stres osmotik. Mereka mengamati bahwa pada Anabaena torulosa (spesies air payau) dan Anabaena sp. galur L-31 (spesies air tawar) sintesis beberapa protein dihambat oleh stres salinitas. Salinitas dan stres osmotik merangsang banyak protein umum.

Komposisi asam amino bebas pada kerang Mya arenaria dalam hubungannya dengan salinitas medium telah dipelajari oleh Virkar dan Webb (1970). Mereka memindahkan Mya arenaria dari salinitas 20 promil ke medium dengan salinitas bertingkat (2 sampai 30 promil). Kromatografi pertukaran ion yang ditunjukkan oleh ekstrak otot hewan uji yang dipelihara selama lima hari menunjukkan bahwa perubahan kadar glisin dan alanin bertanggung jawab atas hubungan linier antara "ninhydrin-positive substance” (NPS) dan salinitas.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Hasil penelitian duPaul dan Webb (1970) menunjukkan bahwa akumulasi asam amino bebas dalam otot aduktor kerang Mya arenaria sebagai respon terhadap peningkatan salinitas tidak bersifat linier terhadap waktu. Sejalan dengan peningkatan salinitas, kadar alanin meningkat sedangkan aspartat menurun. Tingginya korelasi antara penurunan kadar asam aspartat dan peningkatan kadar alanin menunjukkan adanya hubungan langsung pembentukan alanin dari asam aspartat. Diduga bahwa asam aspartat mengalami dekarboksilasi membetuk alanin.

Kadar asam-asam amino (alanin, glisin, asam glutamat dan asam aspartat) meningkat pada Rangia cuneata (Elecypoda) ketika salinitas meningkat. Peningkatan kadar asam amino mengikuti suatu pola yang terjadi sebelum salinitas meningkat. Pola tersebut adalah alanin > glisin > asam glutamat > asam aspartat, tanpa memperhatikan lingkungan (Allen, 1961).

Komposisi asam amino bebas pada udang windu Penaeus monodon yang dipelihara dalam berbagai salinitas telah diteliti oleh Fang et al. (1992). Mereka membuktikan bahwa komposisi asam amino bebas di dalam hemolimfa udang windu yang telah diaklimasi terhadap salinitas 30 ppt adalah sama dengan komposisinya di dalam otot udang tersebut. Komposisi asam amino bebas dalam otot udang yang diaklimasi terhadap berbagai salinitas adalah sama satu dengan yang lain. Kadar asam amino, termasuk asam amino esensial, yang sangat tinggi di dalam hemolimfa udang yang diaklimasi terhadap salinitas 15 ppt menunjukkan bahwa asam-asam amino bebas tersebut lebih tersedia untuk diserap jaringan tubuh pada salinitas ini.

Baca juga Aspek Fisiologis Pemindahan Ikan Ke Medium Yang Berbeda Salinitasnya

Ekskresi amonia-N oleh udang dewasa Marsupenaeus japonicus berkorelasi terbalik dengan salinitas medium pada kisaran 20 – 35 g/l. Hal serupa dijumpai pada juvenil Marsupenaeus japonicus, juvenil dan sub-dewasa Penaeus monodon dan Penaeus chinensis serta kepiting dewasa Carcinus maenas. Meningkatnya ekskresi amonia-N pada salinitas rendah bisa menunjukkan adanya penggunaan senyawa-senyawa bernitrogen untuk mempertahankan osmolalitas cairan tubuh ketika konsentrasi natrium dan kalium berkurang. Biasanya diasumsikan bahwa protein dari jaringan tubuh dan asam-asam amino bebas dari makanan yang ditelan dikatabolisasi selama organisme menghadapi salinitas rendah guna menyediakan energi dan ion-ion yang dibutuhkan untuk mempertahankan tekanan osmotik cairan tubuh. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa salinitas rendah meningkatkan katabolisme asam-asam amino, baik dari protein tubuh, asam amino bebas ataupun yang dicerna/diserap dari makanan, yang kemudian bisa menyebabkan pertumbuhan negatif atau penurunan efisiensi produksi (Setiarto, 2004).

Hegab dan Hanke (1983) meneliti peranan asam-asam amino dalam osmoregulasi pada ikan mas (Cyprinus carpio) yang bersifat stenohalin. Kadar dan kandungan asam-asam amino dominan telah ditentukan di dalam otot dan hati selama aklimasi ikan mas dari air tawar ke medium yang mengandung 1,5 % air laut dan selama aklimasi-kembali ke air tawar. Glisin dan histidin dengan jelas menunjukkan peningkatan kadar dan kandungannya di dalam otot selama periode aklimasi dan berkurang setelah ikan dipindahkan kembali ke air tawar. Taurin merupakan asam amino dominan di dalam otot dan hati. Perubahan kadar atau kandungannya selama aklimasi tidak sangat jelas dan, dengan demikian, diduga bahwa peranannya dalam osmoregulasi kurang penting dibandingkan pada ikan eurihalin. Kadar alanin dalam kedua organ meningkat ketika ikan ada di lingkungan berosmolalitas tinggi dan menurun ketika ikan dikembalikan ke air tawar. Peranan alanin dalam osmoregulasi tidak penting, terutama dalam jarigan otot. Kadar glutamat meningkat tajam hanya di dalam hati ketika ikan diaklimasikan ke medium yang mengandung 1,5 % air laut dan menurun lagi setelah ikan dikembalikan ke air tawar. Hal ini menunjukkan peranan metabolik organ hati dalam osmoregulasi.

Kadar asam-asam amino di dalam jaringan otot dan hati telah diukur oleh Assem dan Hanke (1983) pada ikan mujair (Sarotherodon mossambicus) selama beradaptasi terhadap air garam 2,7 %. Hasil penelitian menujukkan bahwa taurin adalah asam amino paling dominan di dalam otot dan hati, konsentrasinya meningkat tajam di dalam otot selama periode pengerutan sel (cell shrinkage), tetapi berkurang kembali selama aklimasi. Kadar glisin juga bertambah di dalam sel-sel otot selama proses aklimasi. Kadar asam-asam amino lain, seperti treonin, serin dan aspartat, juga meningkat tetapi tidak berperan banyak bagi tekanan osmotik di dalam sel. Alanin menunjukkan peningkatan di kedua jaringan, sedangkan glutamat bertambah terutama di dalam hati saja. Hal ini menunjukkan bahwa asam amino tersebut kurang berperanan dalam osmoregulasi.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda