Jumat, 16 Maret 2012

Brachionus : Pengaruh Faktor Lingkungan, Pakan dan Telur

Arsip Cofa No. C 001

Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Penetasan Telur Brachionus
Minkoff et al. (1983) melakukan percobaan penetasan pada populasi telur istirahat Brachionus plicatilis (galur Dor) yang dihasilkan dalam kultur laboratorium di bawah kondisi terkendali dan kemudian disimpan selama sedikitnya satu bulan pada suhu 4 °C dengan kondisi gelap. Cahaya diketahui merupakan sesuatu yang wajib untuk mengakhiri “dormancy” (kondisi tak aktif) telur Brachionus. Pada kisaran suhu 10–30 °C (salinitas 9,0 permil), penetasan adalah optimal (40 – 70%) pada suhu 10–15 °C dan menurun secara linier dengan naiknya suhu pengeraman. Telur istirahat yang dierami pada kisaran salinitas 9 – 40 permil (pada suhu 15 °C) menunjukkan penetasan optimal pada salinitas 16 permil. Pengeraman telur istirahat dalam air suling memungkinkan perkembangan embryo yang normal, tetapi larva yang baru lahir mati. Keberadaan alga Chlorella stigmatophora (0.5 × 106 sel per ml), diketahui membantu penetasan.

Baca juga Pengaruh Pakan Terhadap Komposisi Biokimia Brachionus

Produksi Masal dan Pengawetan Telur Istirahat Brachionus
Hagiwara et al. (1997) melaporkan bahwa produksi masal telur istirahat rotifera laut Brachionus plicatilis (dulu disebut tipe-L) dan Brachionus rotundiformis (disebut tipe-S) berhasil dilakukan dengan menggunakan metode “batch culture” (kultur kelompok). Efisiensi produksi telur istirahat bisa diperbaiki dengan menggunakan metode kultur semi-kontinyu. Beberapa kultur semi-kontinyu hancur antara hari ke-15 sampai 20 akibat efek bakteri. Bagaimanapun, kultur rotifera bisa distabilkan dengan menempatkan alat penyaring untuk menghilangkan bahan-bahan organik. Demikianlah, panen sebanyak 8,1 x 102 telur istirahat per hari per gram (berat kering) Nannochloropsis oculata bisa diperoleh, yang artinya 3,0 kali lebih efisien daripada yang diperoleh dengan metode “batch culture”. Telur istirahat Brachionus rotundiformis, bagaimanapun, tidak dapat diproduksi masal setelah penggantian air kultur. Telur istirahat dapat disimpan dalam air laut selama lebih dari 20 tahun pada suhu 5 °C dengan kondisi gelap total. Laju penetasan telur, bagaimanapun, berkurang bila disimpan bersama bahan organik yang melimpah. Telur istirahat dapat dikalengkan di bawah tekanan atmosfir 48–61 kPa setelah “lyophilization” (- 30 °C) tanpa mengurangi laju penetasan.

Baca juga Kultur Masal Brachionus dan Pemanfaatannya Sebagai Pakan Larva Ikan

Pengaruh Cahaya Terhadap Pertumbuhan Brachionus
Jinqiu and Deshang (1997) melakukan penelitian pengaruh cahaya dan intensitas cahaya terhadap dinamika populasi Brachionus calyciflorus yang diberi pakan Chlorella pyrenoidosa dan Saccharoices carlsbergensis secara terpisah dengan metode “batch culture” pada suhu terkendali 32 oC. Hasilnya menunjukkan bahwa cahaya memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan populasi rotifera ini. Pertumbuhan populasi rotifera yang dikultur dengan diberi cahaya adalah lebih besar daripada yang dikultur dalam kondisi gelap. Tetapi pengaruh intensitas cahaya tidak ditemukan dalam kisaran kekuatan cahaya 100 – 12.000 lx .

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Faktor-Faktor Lingkungan Pendukung Produksi Kultur Brachionus
Lubzens et al. (1990) meneliti kemungkinan memelihara rotifera (Brachionus plicatilis O.F. Müller) pada suhu 4°C selama periode waktu yang lebih lama pada kepadatan tinggi dan biaya rendah. Ditemukan bahwa proses-proses dinamika yang terlibat dalam pemeliharaan populasi rotifera (penetasan dan produksi telur) terus berjalan pada suhu 4°C, tetapi lajunya berkurang menjadi satu per sepuluh dibandingkan pada suhu 25°C. Kelangsungan hidup rotifera dan persentase telur yang dibawanya dipengaruhi oleh frekuensi penggantian media kultur, salinitas media kultur dan jumlah pakan yang tersedia serta jenisnya (alga, ragi atau Topal). Tingkat kelangsungan hidup yang lebih tinggi diamati pada rotifera yang dipelihara dalam kondisi gelap. Analisis statistik menunjukkan bahwa pada banyak kasus, pemeliharaan pada suhu 4°C berpengaruh secara nyata terhadap kelangsungan hidup dan persentase telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem kultur yang paling murah adalah yang melibatkan pemeliharaan rotifera (sedikitnya 1000 per ml) dalam media air laut bersalinitas 10‰ pada suhu 4°C dengan ragi sebagai pakan. Media kultur sebaiknya diganti setiap 4 – 8 hari, dan kultur sebaiknya dipelihara dalam kondisi gelap. Rotifera hasil kultur ini bisa digunakan secara langsung, setelah diperkaya secara tepat dengan asam-asam lemak tak-jenuh, sebagai pakan untuk larva ikan laut, atau digunakan untuk memulai kultur baru. Makalah ini menyajikan metode baru pengawetan rotifera untuk periode yang lebih lama beberapa hari atau beberapa minggu. Metode ini memungkinkan untuk melakukan pengelolaan yang lebih fleksibel terhadap pasokan dan permintaan rotifera di hatchery budidaya air laut. Selain itu, rotifera yang diawetkan bisa didistribusikan dari satu lokasi utama ke hatchery-hatchery yang lebih kecil atau ke pengguna lain yang tidak memiliki fasilitas untuk mengkultur rotifera.

Baca juga Ekologi Rotifera

Pakan Terbaik Bagi Reproduksi Brachionus
Snell et al. (1983) meneliti laju reproduksi rotifera Brachionus plicatilis yang dipelihara dengan berbagai pakan. Pakan berupa alga bersel satu dan pakan campuran alga hijau Chlorella dan alga hijau-biru Schizothriz dibandingkan. Hasilnya menunjukkan bahwa laju reproduksi rotifera rata-rata 2,7 kali lebih besar untuk pakan campuran Chlorella dan Schizothriz daripada untuk Chlorella atau Schizothriz sebagai pakan tunggal. Peningkatan laju reproduksi rotifera tidak terlihat untuk pakan campuran Chlorella and Dunaliella bila dibandingkan dengan pakan Chlorella saja. Penelanan Schizothrix tidak dibutuhkan untuk meningkatkan reproduksi rotifera. Dibuktikan lebih lanjut bahwa faktor yang meningkatkan reproduksi adalah substansi yang labil pada kondisi panas.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda