Senin, 06 April 2015

Kultur Masal Brachionus dan Pemanfaatannya Sebagai Pakan Larva Ikan

Arsip Cofa No. C 189

Permasalahan Yang Dihadapi Dalam Kultur Brachionus Berkepadatan Tinggi

Yoshimura et al. (1997) melaporkan bahwa penggunaan Chlorella sebagai pakan dalam kultur masal Brachionus memungkinkan untuk mengkultur rotifera ini dengan kepadatan 103 individu/ml. Disadari bahwa untuk meningkatkan kepadatan kultur 104 individu/ml, maka faktor-faktor penghambat (konsentrasi oksigen terlarut yang rendah, pemisahan buih, dan daya racun NH3-N) harus dikurangi dengan cara penambahan gas oksigen dan pengaturan pH agar bernilai 7. Bagaimanapun, bahkan setelah perbaikan seperti ini, masalah tetap ada. Salah satu masalah tersebut adalah pengendalian sisa-sisa makanan dan kotoran, partikel bahan organik dan mikroba yang sering menyumbat jaring pengumpul saat panen. Masalah lainnya adalah pengembangan metode kuantitatif yang lebih akurat untuk menentukan kepadatan Chlorella dan rotifer yang dapat menggantikan metode penghitungan konvensional.

Menurut Yoshimura et al. (1997) masalah-masalah tersebt di atas bisa dipecahkan dengan cara berikut. (1) Alat penyaring untuk menghilangkan partikel kotoran dalam media kultur : saringan berupa jaring nilon dengan rangka stainless steel telah dikembangkan untuk meningkatkan luas permukaan jaring sehingga lebih banyak kotoran yang disingkirkan. Dengan menggunakan saringan ini, panen kultur rotifera berkepadatan tinggi 104 individu/ml adalah mungkin tanpa menyebabkan jaring pemanen tersumbat. (2) Penentuan rotifera secara kuantitatif dilakukan dengan metode sentrifugasi : Peneliti menentukan kelimpahan rotifera berdasarkan sampel sentrifugasi dan mengukur volume paketnya ("packed volume", PV, ml/liter). PV rotifera lebih mudah dihitung dan lebih akurat (koefisien keragaman 4 %) daripada perhitungan kepadatan secara langsung (koefisien keragaman 15 %). Masalah yang dihadapi di sini adalah bahwa limbah organik dalam kultur rotifera menyebabkan pengukuran PV rotifera menjadi sulit. Dengan menempatkan sebuah filter di dalam tangki kultur masal, bagaimanapun, batas antara rotifera dan limbah organik di dalam tabung sentrifugasi menjadi lebih jelas terlihat.

Baca juga :
Pengaruh Pakan Terhadap Komposisi Biokimia Brachionus

Kultur Masal dan Evaluasi Brachionus Sebagai Pakan Larva Ikan

Theilacker dan McMaster (1971) melakukan penelitian dan menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan larva ikan anchovy, Engraulis mordax, yang dipelihara selama 19 hari pada kondisi lingkungan dengan pakan organisme hasil kultur laboratorium, melebihi laju pertumbuhan ikan anchovy yang diberi pakan plankton liar. Rotifera Brachionus plicatilis telah diketahui merupakan sumber makanan bergizi bila diberikan kepada larva ikan ini dengan konsentrasi 10 - 20/ml dan dalam kombinasi dengan dinoflagelata Gymnodinium splendens (100/ml). Kondisi optimum ditentukan untuk kultur masal rotifera ini. Konsentrasi pakan yang tinggi merupakan parameter terpenting yang dibutuhkan untuk menjamin hasil kultur rotifera yang banyak. Flagelata bersel satu, Dunaliella sp., dikultur dalam jumlah banyak sebagai pakan bagi rotifera. Teknik kultur rotifera yang dijelaskan dalam laporan ini bisa memproduksi hampir 2,5 juta organisme/hari, sehingga bisa menyediakan sumber makanan yang dapat diandalkan untuk studi penelitian. Panjang Brachionus plicatilis (tanpa telur) berkisar dari 99 dan 281 mikron, kebanyakan rotifera berukuran lebih dari 164 mikron dan kurang dari 231 mikron. Berat individu Brachionus 0,16 mikrogram dan mengandung 8×10-4 kalori.

Baca juga :
Struktur Komunitas dan Dinamika Populasi Plankton

Kemungkinan Kultur Masal Brachionus Dengan Pakan Chlorella

Maruyama et al. (1997) memanfaatkan alga Chlorella vulgaris (dalam bentuk "condensed suspension", yaitu media air berisi alga berkonsentrasi tinggi) sebagai pakan rotifera Brachionus plicatilis dan Brachionus rotundiformis untuk menggantikan Nannochloropsis oculata. Laporan ini menjelaskan karakteristik Chlorella vulgaris sebagai pakan rotifera yang hasilnya dibandingkan dengan Nannochloropsis oculata. Komponen sel Chlorella vulgaris seperti kandungan protein, asam-asam amino, mineral dan vitamin secara umum sama dengan Nannochloropsis oculata. Bagaimanapun, status taksonomi spesies-spesies alga ini berbeda. Berdasarkan pada kesamaan komponen sel ini, nilai gizi Chlorella vulgaris adalah sama dengan nilai gizi Nannochloropsis oculata bagi pertumbuhan rotifera. Nilai gizi Chlorella vulgaris dapat ditingkatkan dengan penambahan vitamin B12. Alga Chlorella vulgaris yang diberi perlakuan pengayaan gizi saat ini digunakan secara luas sebagai organisme pakan dalam kultur rotifera. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan "condensed suspension" Chlorella vulgaris memungkinkan untuk meningkatkan secara nyata kepadatan rotifera pada saat panen. Pemakaian "condensed suspension" Chlorella vulgaris membuat kultur rotifera menjadi sangat mudah karena kultur Nannochloropsis oculata tidak lagi dibutuhkan, dan produksi rotifera intensif dalam akuakultur sekarang dapat diwujudkan.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Ragi dan Chlorella Untuk Pakan Kultur Brachionus

James et al. (1987) mempelajari penggunaan ragi laut dan ragi roti yang dikombinasikan dengan Chlorella sp. untuk produksi skala besar rotifera Brachionus plicatilis. Kepadatan rotifera kultur yang diberi pakan ragi laut secara nyata lebih tinggi daripada rotifera yang diberi pakan ragi roti. Produksi rotifera secara nyata lebih tinggi dan waktu penggandaan lebih sedikit untuk rotifera yang diberi pakan ragi laut daripada rotifera yang diberi pakan ragi roti. Tampaknya bahwa penambahan ragi laut sebagai pakan meningkatkan laju kelahiran dan produksi total rotifera di dalam sistem kultur.

Baca juga :
Ekologi Rotifera

Pemanfaatan Bakteri Penghasil Vitamin B12 Dalam Kultur Brachionus

Yu et al. (1988) melaporkan bahwa di antara 31 galur bakteri yang diisolasi dari tangki kultur Brachionus plicatilis, hanya 8 galur yang merupakan produsen vitamin B12 yang mendukung pertumbuhan rotifera bebas-kuman ketika mereka dimasukkan ke dalam suspensi ragi. Dari 6 galur yang telah dipelajari taksonominya, mereka diidentifikasi sebagai Pseudomonas. Produktivitas vitamin B12 diukur dengan metode bioesei Euglena. Konsentrasi vitamin B12 dalam suspensi bakteri diukur setiap hari dan konsentrasi tertinggi vitamin B12 diduga adalah 1,2 - 16,5 nanogram/ml selama 8 hari kultur. Sebagian besar (98,1 - 99,3 %) vitamin B12 yang dihasilkan ditimbun di dalam sel bakteri. Pertumbuhan rotifera diuji di dalam "batch culture" pada kondisi bebas-kuman, yang diberi bakteri penghasil vitamin B12 sebagai satu-satunya sumber makanan, dan bakteri-bakteri ini sebagai pelengkap alga Nannochloropsis oculata atau ragi roti Saccharomyces cerevisiae. Rotifera menunjukkan pertumbuhan yang cepat bila vitamin B12 produksi sel bakteri ditambahkan dengan kisaran 107-1011 sel/ml. Hasil penelitian ini memiliki arti bahwa dalam tangki produksi masal rotifera, bakteri penghasil vitamin B12 bisa memainkan peranan penting sebagai pemasok vitamin B12.

Baca juga :
Brachionus : Pengaruh Faktor Lingkungan, Pakan dan Telur

Keunggulan Alga Beku Sebagai Pakan Kultur Brachionus

Menurut Lubzens et al (1995) alga eustigmatofita Nannochloropsis digunakan secara luas dalam banyak hatchery akuakultur untuk memantapkan tahap awal rantai makanan buatan. Keuntungan Nannochloropsis dibandingkan alga bersel satu lainnya adalah terutama pada komposisi asam lemaknya yang unik. Rotifera yang mengkonsumsi alga ini membawa asam-asam lemak tersebut (melalui rantai makanan) ke larva ikan. Kultur biomas alga dalam jumlah besar untuk mendukung rantai makanan ini merupakan beban yang berat bagi banyak hatchery, dan di banyak lokasi lain hal ini tidak dapat dilakukan sepanjang tahun. Dalam studi ini dilakukan penelitian untuk mempelajari kemungkinan pemakaian biomas alga Nannochloropsis beku sebagai pengganti alga Nannochloropsis segar sebagai satu-satunya sumber makanan bagi rotifera kultur atau sebagai perlakuan pengayaan sebelum rotifera diberikan kepada larva ikan.

Hasil penelitian yang dilakukan Lubzens et al (1995) memberikan kesimpulan bahwa laju reproduksi yang relatif tinggi ditemukan pada tiga galur rotifera yang diberi pakan Nannochloropsis beku. Total kandungan asam lemak rotifera-rotifera ini dan distribusi asam lemak berkaitan dengan komposisi kimia alga. Walaupun ada variasi musiman dalam hal komposisi biokimia dan distribusi asam lemak dalam biomas alga, kualitas alga beku jangka panjang cukup untuk menyediakan asam-asam lemak esensial bagi rotifera hampir sepanjang tahun. Tidak ada perbedaan komposisi asam lemak antara rotifera yang diberi pakan alga yang disimpan pada suhu -20 °C dengan yang disimpan pada suhu -70 °C. Biomas alga yang dicairkan pasca pembekuan dapat disimpan pada suhu 4 °C selama 7 hari dan digunakan untuk pakan rotifera tanpa memberikan efek negatif yang nyata terhadap komposisi dan kandungan asam lemak pada rotifera. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan biomas alga Nannochloropsis beku memungkinkan pengelolaan yang lebih mudah dalam produksi biomas rotifera yang diperkaya dengan lipida. Hal ini memudahkan untuk menyediakan rantai makanan buatan dengan asam-asam lemak esensial, yang merupakan faktor penting bagi perkembangan dan budidaya larva ikan, dengan relatif sedikit upaya produksi alga di lokasi hatchery.

Alga Beku-Kering Untuk Pakan Brachionus dan Pengaruhnya Terhadap Larva Ikan Yang Memakannya

Gatesoupe dan Luquet (1981) menggunakan pakan sediaan dan alga beku-kering Platymonas suecica, sebagai pakan untuk Brachionus plicatilis dalam kultur kontinyu dengan penggantian air seperempat volume setiap hari. Hasil yang tinggi, diperoleh dalam waktu satu bulan, hanya dicapai oleh tangki 60 liter, dengan air bersalinitas sedang (sekitar 18 ‰) dan dengan 33 % ransum berupa alga beku-kering : sekitar 120 Brachionus dihasilkan per ml per hari dengan cara ini, dua kali hasil yang didapat dengan alga hidup. Bila, dalam tiga eksperimen, rotifera diberi makan berupa pakan sediaan dan alga beku-kering dengan proporsi 3 : 1, kemudian rotifera ini diberikan kepada larva ikan sea bass, pertumbuhan larva ikan tersebut tidak berkurang, sedangkan tingkat kelangsungan hidupnya (25, 27 dan 11 % pada hari ke-25 atau 20) adalah lebih konstan daripada larva ikan yang makan rotifera yang diberi pakan alga (berturut-turut 24, 3 dan 1 %). Tingkat kelangsungan hidup yang lebih baik diperoleh bila rotifera diperkaya dengan campuran zat gizi sebelum dimasukkan ke dalam tangki larva ikan (50 dan 16 %).


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda