Sabtu, 09 Oktober 2010

Pengaruh Ablasi Terhadap Molting dan Pertumbuhan Penaeidae

Metode ablasi atau penghilangan tangkai mata dilakukan untuk merangsang produksi kuning telur udang betina. Operasi ini menghilangkan pusat neurohormon utama pada udang dan terutama menghilangkan sumber alami hormon penghambat kematangan gonad. Udang yang tangkai matanya diablasi akan berrespon terhadap operasi ini dengan melakukan perkembangan gonad secara cepat dan tak dapat dihentikan (Quackenbush, 1992).

Ablasi atau penghilangan tangkai mata pada udang mempercepat perkembangan gonad (Quackenbush, 1992). Selain itu ablasi juga merangsang ganti kulit dan pertumbuhan udang (Chakravarty, 1992). Hal ini menurut Koshio et al (1992) disebabkan oleh lebih efisiennya pemanfaatan energi. Pertumbuhan yang cepat akibat ablasi juga disebabkan oleh meningkatnya jumlah makanan yang dicerna, efisiensi asimilasi dan konsumsi oksigen (Rosas et al., 1993).

Efek ablasi terhadap reproduksi udang akan lebih kuat bila kemudian udang dipelihara dengan menggunakan warna cahaya hijau (Honculada Primavera & Caballero, 1992). Pada percobaan dengan menggunakan warna cahaya hijau, ablasi meningkatkan jumlah total pemijahan, telur dan naupli sebanyak 14 sampai 17 kali dibandingkan bila udang dipelihara degan warna cahaya alami.

Baca juga Prosedur Ablasi dan Pengaruh Terhadap Reproduksi, Fisiologi, Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang

Selain mempengaruhi reproduksi, ablasi juga merangsang ganti kulit (molting) dan pertumbuhan udang. Menurut Chakravarty (1992) ablasi tangkai mata merangsang molting dan mempercepat pertumbuhan udang galah jantan Macrobrachium rosenbergii. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh 50 % individu untuk menyempurnakan molting tahap keempat adalah 114 hari pada udang yang tak diablasi (grup 1) , 72,5 hari pada udang yang diablasi satu tangkai matanya (grup 3), dan hanya 21 hari pada udang yang diablasi kedua tangkai matanya (grup 2). Laju pertumbuhannya adalah 9.,3 % pada grup 2, 26,4 % pada grup 3 dan 24 % pada grup 1. Mortalitas lebih tinggi pada grup 2 dibandingkan grup 3 atau pun grup 1. Tingginya mortalitas pada grup 2, yang kedua matanya diablasi, menunjukkan pentingnya penglihatan bagi kelangsungan hidup udang.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Okazaki dan Freeman pada tahun 1993 mempelajari pengaruh ablasi tangkai mata terhadap pertumbuhan otot udang pada tingkat seluler. Pengamatan mereka dilakukan pada larva dan dewasa udang rumput (Palaemonetes pugio). Penghilangan tangkai mata larva udang ini menyebabkan peningkatan molting yang berkisar 9-15 % dibandingkan larva tak diablasi yang hanya berkisar 7-10 %. Larva yang diablasi menunjukan “cell density” (kepadatan sel) pasca molting 12-25 % lebih rendah dibandingkan dengan larva yang tak diablasi. Lama siklus molting tidak berbeda antara larva percobaan dan kontrol. Ablasi tangkai mata pada udang dewasa menghasilkan peningkatan molting 6-13 % dibandingkan udang kontrol yang hanya 3-6 %. Udang dewasa tak bertangkai mata memiliki kepadatan sel pasca molting 12-26 % lebih rendah dan lama siklus molting 17-36 % lebih singkat dibandingkan udang tak diablasi. Udang dewasa yang kebih kecil menunjukkan perbedaan kepadatan sel setelah ablasi yang lebih tinggi daripada udang dewasa yang lebih besar.

Baca juga Ganti Kulit (Molting) Pada Udang dan Kepiting

Mengapa ablasi mendorong perumbuhan ? Koshio et al. (1992) melakukan penelitian pada lobster untuk menjawab pertanyaan ini. Menurut mereka pertumbuhan yang cepat akibat ablasi tangkai mata juvenil lobster, Homarus americanus, bisa disebabkan oleh lebih efisiennya pemanfaatan energi seperti ditunjukkan oleh lebih rendahnya metabolisme makan, terutama efek kalorigenik makan dan lebih rendahnya ekskresi nitrogen dibandingkan pada lobster yang tidak diablasi. Bagaimanapun, tidak ada perbedaan metabolisme standar antara juvenl lobster yang diablasi dan yang tidak diablasi. “Apparent digestibility” (daya cerna semu) bahan kering oleh lobster ablasi adalah lebih rendah daripada kontrol non ablasi bila diberi pakan berenergi rendah (rasio protein : energi tinggi) dan/atau pakan berkadar alfa-selulosa tinggi. Apparent digestibility untuk lipida menurun akibat ablasi tangkai mata, namun tidak ada pengaruh ablasi terhadap apparent digestibility untuk protein. Apparent digestibility untuk bahan kering dan energi menjadi lebih baik dengan meningkatnya kadar energi dalam pakan dan/atau menurunnya kadar alfa-selulsa pada lobster yang diablasi maupun yang tidak diablasi. Bagaimanapun, sementara apparent digestibility untuk protein dan lipida juga meningkat dengan meningkatnya kadar energi pakan pada lobster yang diablasi, pada lobster non ablasi apparent digestibility untuk protein relatif konstan dan apparent digestibility untuk lipida mencapai puncak ketika kadar energi dalam pakan sedang. Ketergantungan pemanfaatan energi terhadap protein mungkin lebh besar untuk lobster yang diablasi.

Pertumbuhan yang meningkat akibat ablasi juga disebabkan oleh meningkatnya metabolisme udang (Rosas et al., 1993). Ablasi meningkatkan jumlah makanan yang dicerna, efisiensi asimilasi dan konsumsi oksigen pada pink shrimp, Penaeus notialis . Hal ini tercermin dalam laju pertumbuhan yang dicapai. Ablasi tangkai mata udang betina meningkatkan lau respirasi dan penurunan tingkat metabolisme dibandingkan dengan udang yang tak diablasi. Peningkatan laju respirasi bisa berarti meningkatnya “physiological useful energy” (PUE; energi yang berguna secara fisiologis). Peningkatan energi ini selanjutnya akan mendorong pertumbuhan udang.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

2 Komentar:

Pada 14 Maret 2013 pukul 20.58 , Blogger Unknown mengatakan...

ada pembahasan dan hasil penelitiannya gak...
minta tolong share donk buat bahan skripsi...
makasih sbelumnya

 
Pada 9 Oktober 2013 pukul 04.15 , Blogger Yuli Astuti mengatakan...

Pembahasan dan penelitiannya silahkan dicek di artikel-artikel yg disebutkan dalam "Referensi"

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda