Senin, 13 Oktober 2014

Prosedur Ablasi dan Pengaruh Terhadap Reproduksi, Fisiologi, Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Udang

Arsip Cofa No. C 180

Upaya Merangsang Kematangan Gonad Udang Windu Dengan Ablasi

Singh (1987) melakukan percobaan pematangan ovari udang windu Penaeus monodon melalui ablasi tangkai mata di kolam air payau di daerah hilir Sundarban, Benggala Barat. Betina udang windu (bobot 100 gram atau lebih) yang belum matang gonad dan dibudidayakan dalam sebuah tambak (bhari) diablasi salah satu atau kedua tangkai matanya dan kemudian dipelihara bersama dengan udang jantan sehat matang gonad (bobot 80 gram atau lebih) pada jumlah yang sama di dalam karamba bambu (2,25 m x 2,25 m) di dalam tambak tersebut. Hewan uji diberi pakan dua kali sehari berupa cincangan daging udang penaeidae lain dan bivalva yang baru saja ditangkap dari lokasi tersebut. Kematangan gonad yang cepat dan diikuti oleh pemijahan terjadi dalam periode 10 – 21 hari setelah ablasi. Pelaksanaan ablasi sangat sesuai pada bulan-bulan musim kering Februari – Juli ketika penguapan air yang tinggi di perairan pantai dangkal mendorong peningkatan salinitas (26 – 32 ppt).

Baca juga :
Pengaruh Suhu Terhadap Krustasea

Perbaikan Prosedur Ablasi

Diarte-Plata et al. (2012) memperbaiki prosedur ablasi agar kurang menyakitkan untuk menghindari hilangnya hormon-hormon dari kelenjar sinus organ X pada udang galah Macrobrachium americanum dewasa. Tiga kelompok perlakuan dan dua kelompok kontrol dianalisis untuk menentukan tingkat stres yang diakibatkan oleh : (1) ablasi unilateral, (2) ablasi unilateral dan penutupan untuk memungkinkan penggumpalan, dan (3) penjahitan luka (ligation) pada pangkal tangkai mata. Setiap kelompok dibagi menjadi dua sub kelompok untuk menganalisis pengaruh perlakuan dengan dan tanpa xylocaine. Untuk udang jantan dan betina kelompok kontrol hanya dimanipulasi tetapi tidak diablasi. Trauma yang disebabkan oleh perlakuan pada Macrobrachium americanum tercermin oleh tingkah laku terkait rasa sakit, seperti menyabetkan ekor sebagai respon refleks untuk melarikan diri dan menggosok-gosokkan bagian tubuh yang sakit. Selain itu, juga dilakukan pengamatan terhadap lima jenis tingkah-laku. Empat jenis berkaitan langsung dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan, yaitu tidak berlindung di tempat persembunyian, kehilangan orientasi, melompat mundur dan membungkuk. Jenis tingkah laku kelima, yaitu perilaku makan, berkaitan dengan gangguan hormon yang disebabkan oleh penyingkiran kelenjar sinus organ X. Variabel-variabel yang dipengaruhi secara langsung oleh perlakuan adalah pendarahan, penjahitan luka dan kondisi hormon. Perlakuan yang menimbulkan rangsangan negatif paling nyata adalah penjahitan luka.

Pada kelompok udang yang diberi perlakuan penjahitan luka, sebanyak 50 % lebih menunjukkan tingkah laku menyabetkan ekor, 90 % lebih menggosok-gosokkan anggota badannya, 50 % lebih mengalami disorientasi (kehilangan arah) dan 80 % lebih menunjukkan perilaku meloncat-mundur daripada udang dalam kelompok-kelompok lain. Ablasi tanpa penutupan luka untuk memungkinkan penggumpalan darah memberikan rangsangan negatif yang cukup nyata. Terakhir, perlakuan dengan rangsangan negatif paling kecil adalah perlakuan terhadap udang betina menggunakan obat bius dan ablasi dengan penutupan luka untuk memungkinkan penggumpalan darah. Sub kelompok ini menunjukkan hanya 20% lebih udang yang menyabetkan ekor dan 30% lebih udang yang menggosok-gosokkan badannya dibandingkan kelompok kontrol, dan hanya 30 % yang tidak bersembunyi. Udang-udang ini juga tidak menunjukkan gejala kehilangan-arah ataupun perilaku membungkuk (Diarte-Plata et al., 2012).

Baca juga :
Ganti Kulit (Molting) Pada Udang dan Kepiting

Pengaruh Ablasi Satu Tangkai Mata dan Dua Tangkai Mata Terhadap Molting dan Pertumbuhan

Venkitraman et al. (2004) melaporkan bahwa udang penaeidae Metapenaeus dobsoni dengan dua kisaran ukuran yang berbeda telah diablasi baik secara unilateral (salah satu tangkai mata) maupun bilateral (kedua tangkai mata) kemudian dipelajari secara individual. Udang unilateral mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang hampir sama seperti udang kontrol dalam kelompok ukuran 35 – 40 mm, tetapi mengkonsumsi makanan 57,8 % lebih banyak dibandingkan udang kontrol dalam kelompok ukuran yang lebih besar, 48 – 53 mm. Pertumbuhan dihitung berdasarkan perubahan panjang dan bobot badan; terlihat adanya variasi pertumbuhan yang nyata. Laju molting (ganti kulit) dan berat kering kulit sisa molting menunjukkan perbedaan yang nyata. Rata-rata periode intermolting meningkat dengan ablasi kedua. Berat kering kulit sisa molting pada setiap molting yang berturutan adalah menurun tanpa dipengaruhi oleh tingkat ablasi. Ablasi unilateral menghasilkan peningkatan berat kering sedangkan ablasi tangkai mata bilateral menghasilkan penurunan berat kering kulit sisa molting dan penurunan ini makin besar untuk setiap molting tahap berikutnya. Pada kelompok ukuran yang lebih besar, nilai “protein efficiency ration” (PER) adalah hampir sama dengan nilainya pada kelompok ukuran yang lebih kecil. Udang unilateral menunjukkan efisiensi konversi tertinggi. Laju produksi udang unilateral adalah 84 % lebih tinggi daripada kontrol sedangkan udang bilateral menunjukkan produksi negatif. Kecenderungan yang sama juga berlaku untuk efisiensi pertumbuhan neto.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ablasi tangkai mata unilateral dapat dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi konversi. Ablasi tangkai mata harus sering dilakukan pada udang dewasa guna merangsang kematangan gonad. Untuk pertama kali, ablasi dilakukan dengan tujuan membandingkan pengaruh penyingkiran satu tangkai mata versus dua tangkai mata serta perubahan yang terjadi pada udang juvenil terutama dalam hal proses-proses fisiologis terkait pertumbuhan (Venkitraman et al., 2004).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Baca juga :
Virus Pada Udang Penaeidae

Pengaruh Ablasi Unilateral dan Bilateral Terhadap Konsumsi Oksigen dan Ekskresi Amonia

Nan et al. (1995) mempelajari pengaruh ablasi tangkai mata terhadap konsumsi oksigen dan ekskresi amonia nitrogen pada udang windu Penaeus monodon selama periode 24 jam. Konsumsi oksigen dan ekskresi amonia nitrogen adalah tinggi pada udang yang diablasi bilateral. Kedua variabel bernilai sedang pada udang yang diablasi unilateral, dan rendah pada udang utuh yang tak diablasi. Ablasi tangkai mata menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen dan ekskresi amonia nitrogen, tetapi rasio O : N (berdasarkan atom) menurun, yang menunjukkan pergeseran dari metabolisme yang didominasi-lipida ke metabolisme yang didominasi-protein. Konsentrasi oksigen letal adalah rendah pada udang yang diablasi unilateral, nilainya sedang pada udang yang tak diablasi, dan tinggi pada udang yang diablasi bilateral. Waktu letal (lethal time) adalah paling lama pada udang yang tak diablasi, sedang pada udang yang diablasi unilateral dan paling singkat pada udang yang diablasi bilateral.

Baca juga :
Pengaruh Ablasi Terhadap Molting dan Pertumbuhan Penaeidae

Pengaruh Ablasi Terhadap Reproduksi, Biokimia dan Kelangsungan Hidup Larva Udang

Palacios et al. (1999) menyimpulkan bahwa ablasi tangkai mata meningkatkan secara nyata hasil reproduktif udang Penaeidae, dan teknik ini banyak digunakan untuk memperoleh larva udang di hatchery komersial. Ablasi menyebabkan gangguan mekanisme endokrin pada udang pemijah, dan kualitas larva yang dihasilkan mungkin juga terpengaruh oleh percepatan kematangan gonad yang tak terkendali. Dalam penelitian ini, selama periode produksi di sebuah hatchery komersial, beberapa udang betina diablasi dengan memotong salah satu tangkai mata pada pangkalnya; udang yang tak diablasi dianalisis sebagai kontrol. Analisis mencakup penampilan reproduktif, karakteristik biokimia telur dan naupli, serta kelangsungan hidup larva. Selain itu, perubahan fisiologis jangka panjang yang mungkin terjadi pada udang pemijah dievaluasi dengan menggunakan pendekatan histologis dan biokimia. Jumlah udang betina pemijah atau tahap kematangan gonad udang pemijah juga dipertimbangkan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut Palacios et al. (1999) menyimpulkan bahwa udang yang diablasi lebih sering memijah (P < 0,01) dan memiliki indeks gonadosomatik yang lebih tinggi (P < 0,05) tetapi perolehan beratnya lebih rendah daripada udang kontrol yang tak diablasi (P < 0,05). Udang betina yang diablasi memiliki kadar hemosianin dalam limfa darah yang lebih rendah (P < 0,01) dan kadar glukosa dalam hepatopankreas yang lebih rendah (P < 0,05) tetapi kadar total karotenoid dalam hepatopankreasnya lebih tinggi (P < 0,05). Telur udang yang diablasi mengandung asilgliserida lebih banyak (P < 0,05). Ada beberapa perbedaan level biokimia dalam jaringan dan telur antara udang betina yang diablasi dan yang tak diablasi. Tak ada perbedaan dalam hal komposisi biokimia naupli ataupun tingkat kelangsungan hidup larva sampai memasuki tahap post larva 1 antara udang yang diablasi dan yang tak diablasi.


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda