Jumat, 03 Maret 2017

Reproduksi dan Endokrinologi

Arsip Cofa No. A 050
donasi dg belanja di Toko One

Fisilogi reproduksi dan endokrinologi berkembang pesat dalam lapangan ilmu fisiologi hewan ternak. Dari segi fisiologi, tujuan utama industri ternak adalah mengembangkan ternak yang dapat tumbuh dan bereproduksi dengan cepat dan secara ekonomis menguntungkan. Karena proses pertumbuhan sebagian besar dikendalikan oleh endokrin (hormon) dan proses reproduksi juga terutama dikendalikan oleh endokrin, maka kedua bidang fisiologi ini menjadi makin penting dalam kaitannya dengan pertumbuhan dan reproduksi ternak. Kita selayaknya memperhatikan perkembangan peternakan karena berperanan penting bagi kesehatan dan ekonomi umat manusia. Perlu diketahui bahwa hanya di negara-negara yang peternakannya maju orang dapat mencapai taraf hidup yang tinggi. Untuk mempertahankan dan memperbaiki taraf hidup ini, kita harus terus-menerus berusaha meningkatkan efisiensi produksi ternak. Keterkaitan dan ketergantungan manusia pada ternak berlangsung sejak awal sejarah peradaban ketika hewan tidak hanya dimanfaatkan sebagai sumber makanan dan untuk perlindungan saja, tetapi juga sebagai pengangkut beban. Meski peranannya yang terakhir ini telah digantikan oleh mesin, namun akibat bertambahnya populasi manusia, kebutuhan manusia akan makanan hewani makin meningkat.

Baca juga
Hormon Pertumbuhan Ikan

Definisi Hormon dan Endokrinologi

Endokrinologi merupakan cabang ilmu fisiologi yang berkembang pesat sama seperti biokimia. Ia benar-bernar merupakan ilmu abad ke-20, karena sebagian besar penemuan-penemuan penting dalam endokrinolgi terjadi pada abad ke-20, dan ilmu baru ini mendorong perkembangan ilmu kedokteran. Kelenjar endokrin adalah kelenjar buntu dalam tubuh organisme yang hasil sekresinya langsung masuk ke dalam aliran darah; jadi berlawanan dengan kelenjar eksokrin yang hasil sekresinya dibuang keluar melalui suatu saluran. Salah satu organ tubuh, yakni pankreas, mempunyai baik bagian endokrin maupun eksokrin. Bagian endokrin berupa pulau-pulau Langerhans yang memproduksi dua jenis hasil sekresi (hormon), yaitu glukagon dan insulin. Selain itu pankreas memiliki bagian eksokrin berupa sel-sel acinar (sel-sel berbentuk sepeti kantung kecil) yang mensekresi getah pankreas. Substansi-substansi yang disekresi kelenjar endokrin dinamai hormon dan berkaitan dengan penyelarasan kimiawi seluruh tubuh organisme. Endokrinologi didefinisikan sebagai ilmu yang berkaitan dengan integrasi kimiawi seluruh tubuh organisme. Integrasi adalah kata kunci dan ini merupakan fungsi sistem saraf. Ada keterkaitan erat antara sistem saraf dan sistem hormon.

“Hormone” adalah kata Yunani yang berarti “saya menggerakkan atau merangsang”, kata ini pertama kali dipakai oleh Bayliss dan Starling pada tahun 1902. Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan di dalam satu bagian tubuh (bagian tertentu) yang berdifusi atau diangkut ke bagian lain di mana ia mempengaruhi aktivitasnya dan cenderung mengintegrasikan bagian-bagian tubuh organisme tersebut. Perlu ditekankan bahwa hormon mengatur (menurunkan atau meningkatkan) laju proses-proses tertentu tetapi tidak memberikan energi bagi proses tersebut juga tidak merangsang terjadinya reaksi metabolik. Namun, hormon mempengaruhi reaksi yang sedang berlangsung yang biasanya melibatkan enzim. Kelebihan hormon berakibat merugikan tubuh sama seperti bila kekurangan, karena kelebihan hormon menyebabkan reaksi yang dipengaruhinya menjadi berlangsung melebihi normal. Definisi hormon yang diusulkan Starling sekarang dapat diperluas agar mencakup hormon-hormon lokal lain atau “parahormon” . Zat kimia “messenger” (utusan) atau pengatur ini yang tidak termasuk hormon dalam pengertian terbatas adalah (1) prostalglandin, terdapat di dalam berbagai jenis jaringan, yang walaupun berperanan penting namun pengaruhnya hanya bersifat lokal terhadap reproduksi, (2) erythropoietin, dilepaskan oleh ginjal anoksik dan merangsang agar sumsum tulang memproduksi sel-sel darah merah, dan (3) histamin, diproduksi oeh jaringan yang terluka dan bekerja secara lokal terhadap jaringan di sekitarnya.

Baca juga
Merangsang Pemijahan Ikan Dengan LHRH (Luteinising Hormone Releasing Hormone)

Hubungan Sistem Endokrin dan Sistem Saraf

Sistem saraf mulanya dianggap sebagai satu-satunya sistem koordinasi, tetapi dengan perkembangan pengetahuan mengenai sistem endokrin, yang bergantung kepada mediator humoral, sistem endokrin sekarang ditempatkan sejajar dengan sistem saraf sebagai sistem yang mengkoordinasi tubuh organisme. Memang sebenarnya kedua sistem pengendalian tersebut bekerja bersama-sama di dalam tubuh. Sebagai contoh, sistem saraf bisa berfungsi sebagai pembawa impuls menuju ke hipotalamus; kemudian sistem endokrin (hipofisa) melepaskan substansi humoral untuk menyempurnakan refleks tersebut. Dalam sistem saraf, sinyal-sinyal yang menjalar ke seluruh tubuh adalah sama, tanpa memperhatikan efeknya, tetapi lintasan yang dilalui sinyal tersebut mempengaruhi hasil akhir. Pada sistem endokrin, lintasan yang dilalui mediator humoral selalu sama, yakni pembuluh darah, tetapi jenis mediator humoral tersebut menentukan hasil akhir. Substansi humoral ini menjalar agak lambat di dalam tubuh karena laju penjalaran ini ditentukan oleh laju peredaran darah.

Beberapa ahli mengumpamakan sistem endokrin sebagai sistem komunikasi tubuh “tanpa kabel”, sedangkan sistem saraf dinamakan sistem “berkabel”. Tanpa memperhatikan perumpamaan ini, penting untuk diingat bahwa kedua sistem komunikasi ini bekerja sama mengkoordinasi tubuh dan bergantung satu sama lain untuk mengatur keseimbangan tubuh (homeostasi).

Ovulasi (pelepasan sel telur dari indung telur) pada kelinci merupakan proses fisiologi yang melibatkan sistem saraf maupun sistem endokrin agar proses tersebut berjalan sempurna. Rangsangan fisik pada dinding rahim selama bersenggama menyebabkan impuls rangsang menjalar ke serabut saraf tulang belakang, kemudian ke hipotalamus. Di sini sejenis substansi humoral, yang melepaskan hormon, mengalir melalui saluran hipofiseal portal menuju ke pituitari anterior (adenohipofisis) di mana hormon luteinizing dilepaskan. Luteinizing hormon kemudian dibawa melalui sistem peredaran darah menuju ke ovari di mana folikel ovari yang telah masak dirangsang agar pecah – sehingga terjadi ovulasi.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Hubungan Genetika dan Endokrinologi

Sifat-sifat genetika suatu individu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan, terutama reproduksi. Dengan makin diketahuinya mekanisme biokimia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor genetika, kita tahu bahwa sifat-sifat fenotip individu semata-mata ditentukan oleh kode-kode biokimia ini di dalam DNA setiap gen. Dulu ada anggapan bahwa penggabungan kromosom-kromosom heterologus menentukan sifat-sifat fenotip individu anak. Sekarang kita tahu bahwa molekul-molekul nukleotida penyusun gen merupakan kumpulan DNA yang rumit yang mampu mengatur perkembangan individu anak secara ketat. Dalam hal ini, DNA menentukan fungsi dan laju fungsi suatu organ endokrin. Ini berarti bahwa jumlah dan jenis hormon yang dihasilkan ditentukan oleh kode-kode genetik. Akibatnya, kesalahan dalam menyusun kode genetik menyebabkan penyimpangan fungsi organ endokrin yang bisa menimbulkan kelainan genetik. Hal ini menyebabkan produksi hormon yang berlebihan, atau sedikit, atau produksi hormon yang tak normal.

Baca juga
Kemungkinan Penggunaan Hormon Untuk Merangsang Pertumbuhan Bandeng (Chanos chanos)

Upaya Merangsang Pemijahan Gonad Bandeng Dengan Hormon

Marte et al. (1988) melaporkan bahwa upaya-upaya yang pertama kali dilakukan untuk merangsang kematangan gonad pada juvenil ikan bandeng tidak berhasil. Ikan yang belum matang gonad atau induk bandeng liar dengan gonad telah menyusut tidak berespon terhadap gonadotropin (GtH) atau berbagai kombinasi GtH dan steroid. Teknik mutakhir yang melibatkan pemberian secara kronis testosteron saja atau dikombinasikan dengan analog luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH-A) efektif untuk merangsang agar gonad berkembang sangat cepat pada ikan rainbow trout yang belum matang gonad (Crim dan Evans, 1983; Magri et al., 1985). Mekanisme di belakang perangsangan kecepatan perkembangan ini tampaknya merupakan aksi umpan balik positif testosteron terhadap sekresi GtH pituitari. Sejumlah studi menunjukkan bahwa testosteron atau androgen lain yang dapat-diaromatisasi merangsang penimbunan GtH pituitari (Crim dan Peter, 1978; Crim dan Evans, 1979, 1982, 1983; Crim et al., 1981). Dengan adanya aktivitas LHRH-A dalam melepaskan GtH, konseetrasi GtH yang bersirkulasi meningkat, yang selanjutnya merangsang gonad (Peter, 1983).

Marte et al. (1988) menambahkan bahwa strategi ini telah berhasil diterapkan untuk merangsang perkembangan gonad pada bandeng yang dipelihara dalam tangki di Hawaii. Pemberian secara kronis cairan 17alfa-metiltestoseron (MT) dalam bentuk kapsul silastik bersama-sama dengan pelet kolesterol LHRH-A merupakan cara efektif untuk meningkatkan persentase ikan bandeng yang matang gonad.

Hormon Untuk Mengubah Jenis Kelamin Individu

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983) mengulas laporan-laporan mengenai pengubahan jenis kelamin organisme dengan hormon. Pembetinaan sebagai hasil pemberian hormon estrogen kepada embryo jantan telah berhasil dilakukan pada ayam dan burung quail; bagaimanapun, pembalikan jenis kelamin ini seringkali bersifat sementara. Pemberian berbagai jenis androgen menghasilkan efek penjantanan sederhana atau efek penjantanan dan pembetinaan. Testosteron dan ester-esternya beraksi serupa dengan hormon alami yang diproduksi oleh gonad jantan embryo yang menjantankan genital duct tetapi tidak mempengaruhi gonad betina. Beberapa androgen seperti androstenedione, androstanedione, androstenediol dan trans-hydroandrosterone menjantankan genital duct indidivu betina tetapi membetinakan gonad dan genital duct individu jantan. Banyak studi menunjukkan bahwa (1) gonad jantan yang menjadi betina dapat mensekresi suatu hormon yang serupa dengan hormon pembalik jenis kelamin, (2) sekresi gonad embryo dari medula mempunyai efek yang sama seperti hormon steroid, dan (3) gonad burung tak berdiferensiasi mensintesis dan mensekresi steroid. Pembalikan jenis kelamin somatik telah dapat dilakukan pada testes kiri embryonik kultur yang diberi androgen atau estrogen eksogen. Diduga bahwa hal ini disebabkan ketiadaan steroidogenesis selama periode tak berdiferensiasi yang diperlukan bagi perkembangan testis.

Demikian pula, pemberian androgen kepada beberapa spesies reptil memberikan berbagai hasil. Pemberian estrogen kepada kadal hijau, Lacerta viridis, menghasilkan efek penghambatan sebagian atau sepenuhnya terhadap perkembangan testis pada beberapa individu untuk memproduksi ovotestis dan penghambatan sepenuhnya untuk memproduksi ovari pada individu lainnya. Pada amfibi cukup banyak penelitian yang melibatkan pembalikan jenis kelamin yang dirangsang dengan hormon menunjukkan bahwa pemberian estrogen dan androgen eksogen menyebabkan pembetinaan fungsional pada urodela dan penjantanan pada anura ranidae, berturut-turut. Bagaimanapun, aksi paradoks perlakuan steroid telah dilaporkan pada beberapa spesies (Hunter dan Donaldson, 1983, dalam Hoar et al. , 1983).

Pembalikan Jenis Kelamin Ikan Dengan Hormon Reproduksi

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983) menyatakan bahwa pada ikan teleostei, seperti pada amfibi, steroid seks dapat mempengaruhi proses diferensiasi seks. Pembalikan jenis kelamin fungsional telah berhasil dilakukan pada sedikitnya 15 spesies. Bagaimanapun spesies-spesies ini pada dasarnya merupakan teleostei gonochoris yang tergolong dalam sejumlah kecil famili. Penelitian telah dilakukan mengenai pengaruh androgen dan estrogen terhadap ikan elasmobranchia, terutama Scyliorhinus caniculata. Ternyata bahwa baik estrogen maupun androgen mempengaruhi diferensiasi genital duct; bagaimanapun, hanya estrogen yang mempengaruhi gonad dalam spesies ini yang menghasilkan ovotestes.

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983), berdasarkan beberapa penelitian, menambahkan bahwa sejumlah kecil spesies hermaprodit yang diberi perlakuan dengan steroid untuk memanipulasi pembalikan seks alami memberikan respon yang bertolak belakang. Penyuntikan tunggal 2 mg testosteron telah dilakukan untuk meniru pembalikan seks pada beberapa spesies ikan wrasse hermaprodit protogini (Labridae). Disimpulkan bahwa secara umum androgen merangsang pembalikan seks yang cepat matang gonad pada spesies protogini, tetapi bukti ini saja tidak cukup untuk mendukung model perangsang-steroid. Telah dilaporkan bahwa dua dari tiga ikan kerapu, Epinephelus tauvina, yang juga hermaprodit protogini, yang diberi makan 80 mg metiltestosteron selama 30 hari memulai pembalikan jenis kelamin. Demikian pula, 25 ikan yang diberi 1 mg metiltestosteron/kg pakan 3 kali seminggu selama satu periode 2 bulan mengalami pembalikan jenis kelamin.

Pengaruh Hormon Terhadap Ciri Seks Sekunder Ikan

Yamamoto (1969) dalam Hoar et al. (1969) menyatakan bahwa ciri seks sekunder ikan digolongkan menjadi dua kategori : (1) ciri-ciri sementara yang biasanya muncul hanya selama musim pemijahan seperti pewarnaan perkawinan, organ mutiara dan ovipositor ikan bitterling; (2) organ permanen yang dikembangkan dengan sempurna ketika permulaan kematangan seksual seperti gonopodium pada ikan cyprinodont vivipar dan tonjolan-tonjolan papila pada sirip dubur ikan jantan dan urogenital papila pada ikan medaka betina, Oryzias. Ciri seks sekunder ada yang bersifat positif-jantan dan ada yang positif-betina. Yang pertama adalah ciri yang khas bagi jantan atau lebih berkembang pada ikan jantan daripada ikan betina. Yang terakhir adalah sebaliknya.

Menurut Yamamoto (1969) dalam Hoar et al. (1969) kebanyakan ciri seks sekunder pada ikan bersifat positif-jantan. Telah ditunjukkan pada ikan minnow, Phoxinus laevis, bahwa warna perkawinan bergantung pada hormon testikular. Hal ini telah dibuktikan pada ikan stickleback, Gasterosteus pungitius dan Gasterosteus aculeatus, juga pada ikan bitterling dan ikan gapi serta medaka. Organ mutiara pada ikan mas koki, Carassius auratus, dikendalikan oleh hormon testikular. Sementara pengebirian (kastrasi) menyebabkan hilangnya ciri positif-jantan ini, ovariotomy (penyingkiran ovarium) tidak berpengaruh. Hal ini berarti bahwa ketiadaan ciri seks sekunder positif-jantan pada ikan betina tidak disebabkan oleh aksi penghambatan ovari.

Sebaliknya, pada ikan ganoid, Amia calva, pola hitam abu-abu (yang bersifat positif-jantan) tidak ada pada ikan betina karena aksi penghambatan oleh ovari; ovariotomy menyebabkan pola warna ini timbul. Ikan jantan swordtail dan platyfish memiliki susunan rumit rangka pendukung yang mencakup tiga duri haemal pada tulang vertebrae ekor; rangka ini diperlukan untuk mendukung fungsi gonopodium. Pada betina, tiga duri haemal ini tidak ada sehingga meluaskan ruangan yang diperlukan ikan betina hamil untuk menampung embryonya. Telah dilaporkan bahwa ikan swordtail mandul mengembangkan tiga duri haemal seperti pada individu jantan, yang menunjukkan bahwa duri-duri ini tidak ada pada betina akibat aksi penghambatan oleh ovari. Pada ikan platy, a-estradiol benzoat merangsang pelenyapan satu atau dua duri haemal pada ikan jantan sedangkan metiltestosteron merangsang penggabungan unsur-unsur tulang basal (mesonost dan baseost) pada betina, yang normalnya terpisah (Yamamoto, 1969, dalam Hoar et al., 1969).

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...
loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda