Sabtu, 09 Oktober 2010

Kebiasaan Makan Kopepoda Acartia

Acartia merupakan salah satu zooplankton laut dominan sepanjang tahun (Park, Choi dan Moon, 1991). Dominansi ini dipertahankan antara lain dengan memanfaatkan secara maksimal sumber daya makananannya. Untuk memanfaatkan sumberdaya makanannya yang sedikit atau tidak selalu ada, Acartia mengembangkan daya gerak untuk menangkap makanannya itu (Tiselius, 1992). Kopepoda ini makan pada siang (Wlodarczyk, Durbin dan Durbin, 1992), namun lebih aktif mencari makan pada malam hari (Rodriguez dan Durbin, 1992).

Daya gerak individu betina Acartia tonsa sebagai respon terhadap sebaran diatom Thalassiosira weissflogii telah dipelajari oleh Tiselius (1992) dengan menggunakan teknik digital dan rekaman video standar. Daya gerak, yang diukur sebagai perpindahan tiap 10 detik, berkurang setelah 24 jam kelaparan tetapi tak terpengaruh oleh 4 jam kelaparan; daya gerak meningkat untuk sementara setelah dipindahkan dari air laut yang penuh makanan ke air laut yang tidak ada makanannya. Bila makanan hanya ada di pertengahan atas akuarium, kopepoda ini menghabiskan sebagian besar waktunya di sana dan menghasilkan pelet tinja sebanyak seperti di akuarium dengan sebaran makanan homogen. Analisis video terinci menunjukkan bahwa frekuensi makan lebih tinggi dan frekuensi melompat lebih jarang di akuarium yang ada makanannya daripada di air laut yang tak ada makanannya. Kopepoda ini melakukan gerak naik vertikal dengan melompat berulang-ulang untuk mencapai lapisan air yang ada makanannya; dengan perilaku seperti ini mereka dapat bertahan di dalam lapisan-makanan yang tebalnya hanya 30 mm yang berada di tengah-tengah kolom air laut tanpa-makanan setebal 200 mm. Bahkan dengan lapisan-makanan yang tipis seperti ini, kopepoda tersebut selama periode 2 jam memproduksi pelet tinja sebanyak seperti pada akuarium dengan sebaran makanan homogen. Respon yang cepat terhadap makanan dan kemampuan yang tinggi untuk tetap ada di dalam lapisan air tertentu mungkin penting bagi kopepoda yang sumberdaya maanannya jarang.

Baca juga Variasi Keragaman, Kelimpahan dan Komposisi Spesies Zooplankton

Keragamaan perilaku makan individu Acartia hudsonica telah dipelajari oleh Rodriguez dan Durbin (1992). Mereka melakukan pengukuran fluorometrik untuk menentukan kandungan pigmen perut dan laju pengosongannya, yang merupakan dasar perhitungan laju makan dan volume makan harian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan perut (gut content) hampir selalu kurang dari 1,2 nano gram pigmen per kopepoda. Sekitar 45 % individu menunjukkan kadar pigmen agak tinggi (0,2 sampai 0,5 nano gram) baik pada siang maupun malam hari, tetapi persentase kopepoda dengan kadar pigmen lebih dari 0,5 nano gram meningkat dari 16 % pada siang hari menjadi 42 % pada malam hari.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Wlodarczyk, Durbin dan Durbin (1992) meneliti pengaruh suhu terhadap aktivitas makan Acartia dan ambang batas konsentrasi pakan di mana di bawah nilai konsentrasi ini aktivitas makan berhenti atau menurun drastis. Mereka menggunakan betina dewasa kopepoda laut Acartia hudsonica yang diberi makan diatom bersel satu Thalassiosira constricta (diamater 10,4 mikron bila dianggap bulat) pada suhu 4, 8, 12 dan 16 oC. Percobaan dilakukan selama siklus harian yang sama (pukul 05.00 sampai 10.00) dan berakhir menjelang tengah hari, saat itu laju makan relatif stabil, guna menstandarisasi pengaruh ritme makan harian. Ambang batas bawah aktivitas makan 280, 127, 282 dan 214 sel/ml berturut-turut pada suhu 4, 8, 12 dan 16 oC telah ditunjukkan oleh hasil analisis regresi bersegmen terhadap hubungan antara pigmen-pigmen lambung dan konsentrasi fitoplankton.

Selektivitas ukuran, laju pembersihan (atau kecepatan menghabiskan makanan dari lingkungan sekitar) dan laju penelanan makanan serta efisiensi asimilasi pada Acartia clausi dari Teluk Blanes Bay (Laut Catalan , NW Mediterranean) telah dievaluasi dalam percobaan grazing pada berbagai kosentrasi makanan. Acartia clausi mencapai koefisien grazing tertinggi untuk alga besar >70 µm (perpajjangan linier terpanjang). Dengan meningkatnya kadar zat hara, konsentrasi makanan efektif (Effective food concentration; EFC) membentuk kurva melengkung dengan nilai maksimum pada kadar zat hara intermediet. Sejalan dengan meningkatnya kadar makanan, laju pembersihan makanan oleh Acartia menunjukkan respon kurva-lengkung dengan kisaran modus yang sempit. Tidak ada aktivitas makan yang dapat dideteksi untuk A. clausi pada konsentrasi makanan < 0.1 mm3 per liter . Rata-rata laju penelanan makanan adalah 1.3 µg C per individu per hari. Konversi karbon yang ditelan menjadi jaringan adalah 30–80% ( Katechakis et al., 2004).

Baca juga Struktur Komunitas dan Dinamika Populasi Plankton

Kemampuan Acartia untuk menseleksi alga makanan yang beracun dan tak beracun menarik perhatian banyak peneliti. Peranan mesozooplankton grazer (pemakan) dalam perkembangan ledakan populasi alga satu-spesies telah sering diteliti dalam kerangka di mana grazer, yang bergantung pada kemampuannya untuk mengenali, menseleksi spesies beracun dan menaikkan tekanan grazing pada spesies tak-beracun. Barreiro (2006) menyajikan beberapa skenario ekologi di mana grazer bisa menseleksi berbagai galur (beracun dan tak beracun) dari spesies yang sama, yang hidup bersama-sama dengan kepadatan yang sama di lingkungan alami sebelum ledakan populasi dimulai. Acartia clausi diberi makan makanan tunggal dan campuran dari 2 galur dinoflagelata Alexandrium minutum, penghasil racun “paralytic shellfish poisoning” (PSP; keracunan kerang yang bersifat melumpuhkan). Satu galur menghasilkan racun PSP dalam jumlah besar dan yang lainya sedikit. Barreiro mengamati strategi makan dan memperkirakan respon kopepoda berdasarkan pada kemampuannya menseleksi makanan. Hasinya menunjukkan bahwa kopepoda memakan secara selektif galur-galur A. minutum. Disimpulkan bahwa kopepoda tidak menolak secara efektif galur beracun. Jadi, tekanan pemangsaan oleh grazer tampaknya bukan merupakan mekanisme penting yang mendorong dominasi galur beracun atas galur tak beracun sebelum terjadinya ledakan populasi.

Jeong et al. (2001) mengukur laju penelanan Acartia spp. terhadap dinoflagellate Amphidinium carterae yang beracun, laju penalanan Acartia spp. terhadap dinoflagelata Oxyrrhis marina (yang sebelumnya dikenyangkan kemudian dilaparkan). Grazing oleh Acartia spp. terhadap A. carterae tidak dapat dideteksi; jadi dinoflagelata ini tidak dimakan oleh Acartia . Laju penelanan Acartia spp. terhadap O. marina adalah sangat rendah (maksimum = 749 Oxyrrhis per pemangsa per hari) pada hari ke-0 (O. marina dilaparkan selama 0 sampai 1 hari setelah dikenyangkan dengan A. carterae), tetapi meningkat dengan meningkatnya selang lama waktu kelaparan. Laju penelanan maksimum adalah 4710 Oxyrrhis per pemangsa per hari pada hari ke-11 (O. marina dilaparkan selama 11 sampai 12 hari). Bukti ini menunjukkan bahwa grazing A. carterae oleh O. marina kadang-kadang dapat memindahkan karbon dari A. carterae ke Acartia spp., yang tidak dapat memakan A. carterae.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda