Sabtu, 27 Juni 2015

pH Rendah, Ikan dan Akuakultur

Arsip Cofa No. C 195

pH, Keasaman dan Alkalinitas

Boyd et al. (2011) menyatakan bahwa pengukuran pH, keasaman dan alkalinitas umum dilakukan untuk menjelaskan kualitas air. Tiga variabel ini saling berkaitan dan kadang-kadang dikacaukan. Istilah pH air merupakan faktor intensitas, sedang keasaman dan alkalinitas air adalah faktor-faktor kapasitas. Lebih tepatnya, keasaman dan alkalinitas didefinisikan sebagai kapasitas air untuk menetralkan basa kuat atau asam kuat, berturut-turut. Istilah keasaman untuk nilai pH di bawah 7 tidak berarti bahwa perairan tersebut tidak mengandung alkalinitas; demikian pula, istilah basa (alkalin) untuk nilai pH di atas 7 tidak berarti bahwa perairan tersebut tidak mengandung keasaman. Perairan dengan nilai pH antara 4,5 dan 8,3 memiliki keasaman total maupun alkalinitas total. Definisi pH, yang berdasarkan pada transformasi logaritma konsentrasi ion hidrogen ([H+]), menyebabkan ketidak sepahaman yang cukup besar berkenaan dengan metode yang tepat untuk menjelaskan pH rata-rata.

Pendapat bahwa nilai pH harus diubah menjadi nilai konsentrasi H+ sebelum merata-ratakan tampaknya didasarkan pada konsep pengadukan larutan yang berbeda pH. Dalam praktek, bagaimanapun, perata-rataan nilai konsentrasi H+ tidak akan menunjukkan pH rata-rata yang benar karena buffer yang ada di dalam perairan alami memberikan dampak yang lebih besar terhadap nilai pH akhir daripada dampak yang ditimbulkan oleh pengenceran saja. Untuk hampir semua penerapan pH dalam perikanan dan akuakultur, nilai-nilai pH bisa dirata-ratakan secara langsung. Bila seperangkat data pH diubah menjadi konsentrasi ion H+ untuk menduga nilai rata-rata pH, maka nilai-nilai pH yang ekstrim akan menyimpangkan nilai pH rata-rata. Nilai pH hasil penyesuaian lebih mendekati distribusi normal daripada nilai konsentrasi ion H+, sehingga nilai pH ini lebih diterima untuk kepentingan analisis statistik. Pengukuran pH secara elektrokimia dan banyak respon biologis terhadap konsentrasi H+ dijelaskan oleh persamaan Nernst, yang menyatakan bahwa hasil pengukuran dan respon yang diamati berkorelasi linier terhadap kelipatan 10 perubahan konsentrasi ion H+. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ini, pH lebih tepat daripada konsentrasi ion H+ untuk digunakan dalam analisis statistik (Boyd et al., 2011).

Baca juga :
Efek Negatif pH Rendah Bagi Kerang dan Ikan

Respon Fisiologis Ikan Air Tawar Terhadap Stres Asam

Fromm (1980) menyatakan bahwa data mengenai efek spesifik pH rendah terhadap pertumbuhan ikan air tawar bersifat ambigu (mendua). Kegagalan reproduksi akibat stress asam tampaknya dikaitkan dengan kekacauan metabolisme kalsium dan kegagalan proses deposit (pengendapan) protein di dalam sel telur yang sedang berkembang. Tampaknya bahwa nilai pH yang tidak berdampak terhadap keberhasilan reproduksi adalah sekitar 6,5. Kebanyakan ikan tampaknya memberikan respon yang tak berbeda terhadap pH dalam kisaran sekitar 10,5 sampai 5,5 dan antara 7,4 sampai 4,5; CO2 tampaknya merupakan faktor penentu utama. Pada kasus stres asam yang parah terjadi perubahan membran insang dan/atau penggumpalan lendir insang, dan timbul kematian akibat hipoksia (konsentrasi oksigen di bawah normal); hipoksia ini terjadi akibat bertambahnya jarak difusi air-darah.

Menurut Fromm (1980) beberapa laporan menyepakati bahwa stres asam menyebabkan gangguan homeostasis (keseimbangan) elektrolit dalam tubuh ikan tetapi pengaruh pH rendah terhadap permeabilitas osmotik belum banyak diteliti. Sebagian besar ikan salmonidae yang dipelihara di hatchery dapat mentolerir pH 5,0 tetapi di bawah nilai ini keseimbangan elektrolit dan mekanisme pengaturan osmotik menjadi tidak memadai. Bila ikan dikenai stres asam lemah maka pH darah menurun yang mungkin disebabkan oleh masuknya ion-ion H+ melewati membran insang ke dalam darah. Hal ini dapat mengubah potensial transepithelial serta memungkinkan ion-ion Na+ berdifusi ke dalam darah sehingga menurunkan gradien elektrokimia. Penurunan pH lingkungan bisa mempengaruhi konsentrasi kalsium insang sehingga meningkatkan permeabilitas insang terhadap ion H+ dan Na+ atau bisa terjadi acidemia (pH darah rendah secara tak normal) akibat penurunan ekskresi CO2 dan ion H+ hasil metabolisme. Bila kapasitas mekanisme buffer terlampaui maka pH darah jatuh dan kapasitas hemoglobin untuk mengangkut oksigen berkurang.

Baca juga :
Karakteristik Fisika-Kimia pH Air

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Hilangnya Populasi Ikan Akibat Pengasaman Air Danau

Beamish (1974) melaporkan bahwa populasi ikan di danau-danau di Ontario, Canada, hilang terutama akibat tingginya kandungan asam dalam air danau tersebut. Ketika suatu danau menjadi asam, spesies yang lebih peka terhadap asam menghentikan aktivitas reproduksinya dan bahkan menghilang. Hilangnya populasi ikan disebabkan oleh efek letal jangka panjang dan ketiadaan rekruitmen ikan muda akibat kegagalan reproduksi.

Pada salah satu danau, tingkat keasaman adalah tinggi dalam waktu cukup lama hingga menyebabkan hilangnya populasi bahkan spesies ikan yang paling kebal sekalipun. Konsentrasi nikel yang tidak wajar di danau dan air hujan; tingginya konsentrasi nikel yang masuk ke dalam atmosfir di Sudbury, Ontario; kemampuan sulfur dioksida untuk membentuk asam di atmosfir dan jatuh bersama hujan pada jarak yang agak jauh dari sumbernya; emisi sulfur dioksida oleh industri di Sudbury dalam jumlah sangat besar; tingginya konsentrasi ion-ion hidrogen dan sulfat secara tak wajar di danau yang dipelajari; semua menunjukkan bahwa emisi dari pabrik nikel dekat Sudbury merupakan sumber pencemar yang paling mungkin yang menyebabkan hilangnya stok ikan dari O.S.A., Muriel, dan danau-danau lain (Beamish, 1974).

Baca juga :
Biologi dan Pengaruh pH Terhadap Amfibi

Mekanisme Adaptasi Ikan Untuk Hidup di Danau Ber-pH Rendah

Hirata et al. (2003) melaporkan bahwa meskipun kondisinya tidak menguntungkan, satu spesies ikan tunggal, Osorezan dace, hidup di sebuah danau yang sangat asam (pH 3,5) di Osorezan, Aomori, Jepang. Studi fisiologi menunjukkan bahwa ikan ini dapat mencegah pengasaman plasma darahnya dan kehilangan ion Na+. Telah ditunjukkan bahwa kemampuan ini terutama disebabkan oleh sel-sel klorida di dalam insang, yang tersusun di dalam suatu struktur folikel dan mengandung banyak Na+-K+-ATPase, karbonik anhidrase II, tipe 3 Na+/H+ exchanger (NHE3), tipe 1 Na+-HCO3- cotransporter, dan aquaporin-3, yang semuanya merupakan pengatur pengasaman yang baik. Studi imunohistokimia menunjukkan lokasi sel-sel klorida ini, dengan NHE3 pada permukaan puncak dan yang lain-lainnya terletak pada membran basolateral. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi Osorezan dace terhadap kondisi lingkungan asam. Kemungkinan besar, NHE3 pada sisi puncak mengekresi H+ untuk dipertukarkan dengan Na+, sedangkan elektrogenik tipe 1 Na+-HCO3- kotransporter dalam membran basolateral menyediakan HCO3- untuk menetralisir plasma dengan menggunakan gaya pengendali yang dibangkitkan oleh Na+-K+-ATPase dan karbonik anhidrase II. Peningkatan dampak glutamat dehidrogenase juga terlihat di berbagai jaringan ikan dace yang teradaptasi-asam, yang menunjukkan pentingnya peranan amonia dan bikarbonat yang dibangkitkan oleh katabolisme glutamin.

Baca juga :
Pengaruh pH Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan

Budidaya Ikan Intensif Pada Kondisi Konsentrasi Amonia Tinggi dan pH Rendah

Eshchar et al. (2006) menyatakan bahwa ikan mengeksresi dua jenis utama metabolit beracun ke dalam air : NH3 dan CO2; jenis yang pertama merupakan racun yang khas bagi ikan pada konsentrasi rendah (< 0,1 mg N/liter). Bagaimanapun, penimbunan CO2 metabolik yang larut dalam-air menyebabkan penurunan pH, sehingga mengurangi fraksi NH3 dari TAN (Total Amonia Nitrogen). Hal ini mengharuskan untuk menaikkan nilai ambang batas bagi TAN, yang bisa menurunkan kebutuhan akan aliran air dalam sistem arus-mengalir. Dalam penelitian ini, parameter-parameter pertumbuhan ikan sea bream (Sparus aurata) yang dipelihara pada kondisi TAN tinggi dan pH rendah dipantau. Daya racun TAN pertama kali diuji dalam akuarium 27 liter, di mana anak ikan sea bream dipelihara pada kondisi nilai TAN sampai 20 mg N/liter dan pH 6,8, tanpa menunjukkan efek negatif yang nyata. Berdasarkan hal ini, dua tangki kultur ikan laut bervolume 100 m3 ditebari dengan 84 gram ikan dan dipasok dengan pakan yang sama setiap hari selama 250 hari. Oksigen cair ditambahkan dan aerator kincir digunakan untuk mengusir CO2. Air laut dipasok ke sistem percobaan TAN-tinggi dengan laju rata-rata 5,25 m3 per kg pakan dan ke sebuah tangki kontrol dengan laju rata-rata 22,9 m3 per kg pakan (praktek aliran-air normal). Sistem eksperimental ini mencakup sebuah filter padat, tetapi bukan unit nitrifikasi.

Eshchar et al. (2006) melaporkan bahwa konsentrasi TAN hasil pengukuran dalam sitem eksperimental ini jauh lebih tinggi daripada nilainya dalam sistem kontrol (rata-rata 5,44 ± 1,2 mg N per liter dan 1,34 ± 0,6 mg N per liter, berturut-turut); bagaimanapun laju pertumbuhan ikan dan mortalitasnya pada kedua sistem secara statistik adalah sama. Keseimbangan massa karbon anorganik berbeda nyata antara kedua sistem yang menunjukkan peran penting alat pengusir CO2. Pemilihan alat pengusir CO2 ini memungkinkan untuk mengendalikan konsentrasi CO2 (cair), yang selanjutnya bisa mengendalikan nilai pH pada alkalinitas tertentu. Pengendalian seperti ini terhadap konsentrasi CO2 (cair) memungkinkan untuk mengoperasikan sistem pada konsentrasi TAN yang relatif tinggi sementara konsentrasi NH3 (cair) dipertahankan di bawah nilai ambang batas.

Sebuah model akuatik-kimiawi telah dikembangkan untuk meramalkan nilai pH, dan dengan demikian konsentrasi CO2(cair) serta NH3(cair), dengan asumsi kondisi seimbang. Model yang dihasilkan digunakan untuk menentukan laju aliran air minimal yang memungkinkan keamanan operasi dengan mempertimbangkan ambang batas konsentrasi metabolit. Model ini menunjukkan bahwa pada kondisi yang diuji, sistem air-mengalir dapat dioperasikan dengan rasio serendah 4,4 m3 air laut/kg pakan tanpa membutuhkan biofilter nitrifikasi. Implikasi pemeliharaan ikan pada konsentrasi TAN-tinggi adalah luas, yang paling penting adalah penurunan secara nyata biaya pengelolaan air (Eshchar et al., 2006).


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda