Senin, 20 April 2015

Ekologi Jamur Air

Arsip Cofa No. C 191

Klasifikasi dan Habitat Jamur Air

Phycomycetes air mencakup sejumlah kelas jamur di mana hubungan jamur tersebut dengan lingkungannya baru sedikit diketahui. Jamur lendir, yang mencakup Labyrinthulate dan kerabat dekatnya, tidak lazim digolongkan sebagai phycomycetes air : mereka hidup di tanah karena sebagian di antaranya berkerabat jauh dengan Oomycetes, tetapi ada sedikit jamur ini yang ditemukan di perairan tawar. Dengan demikian kelompok ini tidak dibahas dalam uraian ini. Kelas dan ordo jamur yang memiliki peranan penting dalam ekologi phycomycetes air tawar adalah :

- Kelas Oomycetes : Ordo Saprolegniales, Leptomitales, Lagenidiales, Peronosporales
- Kelas Hyphochytridiomycetes : Ordo Hyphochytriales
- Kelas Chytridiomycetes : Ordo Chytridiales, Blastocladiales, Monoblepharidales
- Kelas Zygomycetes : Ordo Mucorales, Entomophthorales
- Trichomycetes : Ordo Amoebidiales, Harpellales, Eccrinales, Asellariales

Ekologi Hyphochytridiomycetes masih belum banyak diketahui, sehingga sebagian besar uraian berikut membahas tiga kelompok jamur yaitu jamur biflagelata heterokont, jamur berflagel-satu dan Zygomycotina. Meskipun ketiga kelompok jamur ini telah dikenal, namun penelitian keseimbangan ekologi jamur-jamur tersebut tidak banyak dilakukan.

Jamur telah berhasil diisolasi dari ekosistem perairan yang meliputi sungai dan anak-anak sungai serta bagian hulu estuaria, juga danau dan kolam, danau-rawa, rawa serta sawah, kubangan dan genangan air sementara. Pada lokasi atau musim di mana air mengalir deras terbentuk kondisi perairan lotik (mengalir). Lingkungan lentik (menggenang) timbul pada badan air yan lebih tenang, dan di sini perubahan vertikal mendominasi sehingga terbentuk termoklin akibat perbedaan faktor-faktor fisika-kimia perairan dan merangsang biota melakukan migrasi vertikal harian. Lingkungan lentik yang agak dangkal bisa menjadi lotik pada saat hujan lebat. Jadi semua istilah umum ini hanya merupakan pendekatan dan harus digunakan sesuai dengan kondisinya.

Dalam semua jenis lingkungan tersebut ada empat zona yang mungkin terbentuk : zona perairan bebas, bidang batas udara/air, bidang batas air/dasar perairan dan zona litoral. Habitat-habitat ini bisa berhubungan dengan habitat lainnya melalui air permukaan dan air yang ada di sela-sela sedimen. Perbedaan zona-zona tadi timbul akibat interaksi iklim dan musim dengan perairan, yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi tekanan oksigen dan karbon dioksida, pencucian dan pelarutan mineral serta ketersediaan substrat.

Dalam lingkungan perairan juga terjadi berbagai macam hubungan substrat. Sebagai contoh adalah :

(1) Substrat partikulat kecil (seperti serbuk sari, biji-biji tumbuhan kecil, plankton, potongan-potongan bangkai serangga ecil, dan lain-lain) yang melayang-layang bebas di dalam kolom air serta dicirikan oleh keberadaannya dalam air yang sangat singkat dan terpisah dari semua unit substrat.
(2) Substrat yang terletak atau melekat pada suatu obyek dalam sistem perairan (mencakup detritus dasar perairan, epifit dan parasit pada batang, daun dan akar tumbuhan tingkat tinggi, serta saprofit dan parasit yang menempel pada binatang besar di mana perubahannya lebih lambat dan bergantian (suksesi).
(3) Saprofit di dalam perut binatang di mana adaptasinya terhadap niche ekologis sama seperti yang dilakukan oleh parasit internal obligatif (yakni parasit internal yang hanya menyerang inang atau bagian tubuh inang tertentu saja) dan di mana pengaruh langsung lingkungan perairan ini terhadap pertumbuhan vegetatif jamur sangat kecil.

Baca juga :
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Jamur Air Saprolegniales

Istilah “jamur air”, meskipun dapat dipakai juga untuk menunjukkan beberapa anggota jamur lainnya, biasanya digunakan untuk menyatakan Saprolegniales, karena kebanyakan jamur ordo ini melimpah di perairan yang jernih dan mudah memulihkan-diri bila terjadi gangguan. Banyak spesies anggota ordo ini, bagaimanapun, hidup di darat. Kebanyakan spesies jamur ordo ini bersifat saprobik dan sedikit yang mempunyai nilai ekonomis penting secara langsung. Beberapa di antaranya merupakan parasit penting. Sebagian spesies dari genus Saprolegnia, seperti Saprolegnia parasitica, menyebabkan penyakit pada ikan dan telur ikan, dan bisa juga menimbulkan kerugian besar pada hatchery ikan. Genus Aphanomyces membawahi beberapa spesies yang merupakan parasit penghancur akar tumbuhan berpembuluh sehingga menyebabkan kerusakan parah pada pertanian gula bit, kacang dan lain-lain (Alexopoulus, 1960).

Baca juga :
Media Pertumbuhan, Kebutuhan Nutrisi dan Pengaruhnya Terhadap Reproduksi Jamur Air

Antibiotik Untuk Mengisolasi Jamur Air

Menurut Alderman (1982) dalam Roberts (1982) salah satu kesulitan besar dalam meneliti penyakit jamur pada binatang air adalah masalah isolasi jamur yang akan diamati. Kulit yang rusak akibat infeksi mungkin diserang oleh lebih dari satu jenis jamur air, bahkan sekalipun bila diserang oleh satu jenis jamur masih ada kesulitan lain karena spora dari berbagai jenis saprofit yang tumbuh cepat akan menutupi spesies jamur primer tadi. Masalah ini menjadi lebih sulit apabila jaringan yang dipilih untuk isolasi tidak sesuai. Makin parah infeksi makin besar kemungkinan tercemar saprofit sekunder. Setelah binatang mati nilai isolat yang diperoleh dari bangkainya tidak berguna.

Alderman (1982) dalam Roberts (1982) menyatakan bahwa sebelum teknologi antibiotik berkembang, sangat sulit memastikan bahwa isolat bebas dari kontaminasi bakteri. Perlakuan pencucian dan subkultur harus dilakukan berkali-kali, bersama dengan penutupan gelas wadah kultur untuk membatasi pertumbuhan bakteri. Saat ini, kebanyakan peneliti menggunakan antibiotik dalam media isolasi awal. Mungkin kombinasi antibiotik yang paling terkenal adalah penisilin dan streptomisin sebanyak 0,5 gram untuk setiap liter media agar-agar. Antimikroba lain yang juga dipakai adalah kalium telurit dan carbenisilin, tetapi tidak ada bukti kuat bahwa antibiotik ini cukup menguntungkan. Beberapa jenis jamur, seperti Aphanomyces astaci terlalu peka terhadap antibiotik sehingga antibotik tersebut tidak dapat dipakai untuk mengisolasinya. Karena jamur ini tumbuh pada rangka luar inangnya, isolat jamur ini mungkin dapat diperoleh dengan mensterilkan permukaan bagian tubuh yang terinfeksi dengan alkohol sehingga terhindar dari kontaminasi.

Baca juga :
Jamur Dalam Ekosistem Perairan dan Penyakit Yang Ditimbulkannya

Keunggulan Respirasi Aerob Dibandingkan Fermentasi Pada Jamur Air

Menurut Dick (1976) dalam Jones (1976), efisiensi konversi energi dari substrat menjadi protoplasma jamur tergantung pada interaksi antara faktor lingkungan, kemampuan biokimia yang dimiliki jamur serta tipe sumber karbon yang tersedia dalam substrat. Fermentasi relatif tidak efisien dibandingkan dengan respirasi aerob yang menghasilkan lebih banyak energi dalam kondisi ada oksigen dan sumber karbon terbatas; fermentasi mengharuskan jamur memiliki derajat diferensiasi sitoplasmik internal yang tinggi dan respirasi endogenous yang tinggi pula. Bagaimanapun, dalam lingkungan perairan, difusi oksigen relatif lamban, dan kecuali bila terjadi pengadukan atau segera mendapat masukan oksigen dari hasil fotosintesis, akan timbul kecenderungan kekurangan oksigen, sehingga menghambat efisiensi respirasi. Dengan demikian, organisme yang beradaptasi terhadap respirasi oksidatif dalam lingkungan perairan menunjukkan kecenderungan laju pertumbuhan metaboliknya rendah pada sumber karbon yang terbatas, atau siklus vegetatifnya singkat pada substrat di mana sumber karbon dengan cepat menjadi terbatas, seperti pada kasus-kasus organisme holocarpic yang sering terdapat di lingkungan perairan. (Holocarpic adalah jamur yang seluruh talusnya berkembang menjadi badan buah atau sporangium. Lawan holocarpic adalah eucarpic).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Telah diketahui dengan baik bahwa melimpahnya zat gula yang sangat mudah difermentasi cenderung menghambat respirasi aerobik sekalipun pada kondisi aerobik (pergeseran ke pola fermentatif ini biasanya melibatkan enzim fumarate reduktase). Bila sumber nutrien seperti ini agak sulit diuraikan secara total karena strukturnya menghambat organisme kompetitor, dan bila sumber nutrien ini tersedia secara teratur atau secara periodik, kita bisa mengharapkan bahwa organisme akan berevolusi dengan mengembangkan suatu sistem enzim yang lebih dapat mendukung proses fermentasi meskipun kondisi lingkungan sebagian aerobik. Interaksi antara lingkungan perairan, substrat dan kemampuan biokimia jamur ini menjadi dasar penggunaan umpan klasik jeruk dan buah tumbuhan mirip-mawar untuk mengumpulkan jamur Rhipidiaceae dan Blastocladiaceae.

Jadi suatu substrat alami yang kompleks mungkin pada saat yang sama ditumbuhi oleh berbagai jenis jamur, sebagian di antaranya berespirasi secara aerobik sementara yang lain menggunakan fermentasi. Dalam kondisi ini sulit untuk menghubungkan semua rasio (quotient) repirasi dengan nilai dugaan jumlah propagule (struktur reproduktif jamur) dan/atau jumlah massa miselial agar dapat menghasilkan persamaan produktivitas jamur, kecuali bila komposisi populasi jamur dapat diketahui.

Pengaruh pH, Suhu dan Oksigen Terhadap Jamur Air

Dick (1976) dalam Jones (1976) menyatakan bahwa jamur berperanan penting dalam aliran energi dan produktivitas ekosistem perairan melalui keberadaannya sebagai sumber karbon dan aktivitas metabolismenya terhadap substrat yang sesuai. Dalam lingkungan alami, penguraian substrat dilakukan baik secara bersama-sama maupun satu setelah yang lain oleh berbagai jenis jamur dan organisme lainnya yang mampu beradaptasi terhadap, atau toleran terhadap, kondisi lingkungan tertentu yang berkaitan dengan media cair. Kondisi tersebut berkenaan dengan laju difusi oksigen dan karbon dioksida serta pengaruh bahan-bahan terlarut, termasuk karbon dioksida, terhadap pH media. Ketersediaan oksigen, pH dan suhu merupakan parameter penting yang mempengaruhi efisiensi sistem enzim suatu jamur. Dalam lingkungan perairan, faktor-faktor ini bisa berubah dengan cepat. Fasilitas yang digunakan oleh jamur agar dapat mengaktifkan sistem enzim yang sesuai dengan kondisi yang selalu berubah-ubah ini dengan demikian sangat penting dipelajari untuk memahami ekologi jamur.

Baca juga :
Respirasi dan Metabolisme Jamur Air

Kebutuhan Vitamin Pada Jamur Air

Gleason (1976) dalam Jones (1976) menjelaskan secara singkat kebutuhan vitamin pada jamur air. Kebanyakan jamur air bersifat autotrof (bisa mensintesis sendiri) terhadap berbagai jenis vitamin atau hanya membutuhkan tiamin saja. Sering ada variasi yang besar dalam hal kebutuhan tiamin pada jamur-jamur yang berkerabat dekat. Keberhasilan penggunaan tiamin untuk mengidentifikasi jamur telah dibahas oleh beberapa peneliti. Vitamin-vitamin lain jarang dibutuhkan, di antaranya biotin, p-amino benzoat dan nikotinamida.

Kebutuhan Nitrogen Pada Jamur Air

Menurut Gleason (1976) dalam Jones (1976) sumber nitrogen yang biasa digunakan jamur dibagi menjadi tiga kelompok : amino nitrogen, amonium nitrogen dan nitrat nitrogen. Kebutuhan nitrogen sangat bervariasi di antara jamur-jamur anggota Chytridiomycetes dan Oomycetes. Beberapa anggota Chytridiomycetes, Monoblepharidales dan Peronosporales dapat memanfaatkan amonium dan nitrat nitrogen. Sebagian anggota ordo terakhir ini dan Blastocladiales , Saprolegniales serta Leptomitales mampu memanfaatkan amonium nitrogen tetapi tidak bisa menggunakan nitrat nitrogen. Sebagian jamur air tidak dapat memanfaatkan sama sekali sumber nitrogen anorganik sebagai contoh, Catenaria dan Sapromyces. Asam glutamat atau asparagin sangat sering dipilih sebagai sumber amino nitrogen, tetapi banyak juga jenis asam amino lain yang bisa dijadikan sumber nitrogen. Menarik untuk diperhatikan bahwa penambahan lisin ke dalam media kultur jamur merangsang pertumbuhan Catenaria bila sumber nitrogen lain hanya diperoleh dari asparagin. Biasanya asam glutamat atau asparagin memungkinkan jamur tumbuh lebih cepat daripada sumber nitrogen anorganik.

Pengaruh Air Terhadap Pertumbuhan Jamur

Garraway dan Evans (1984) menyatakan bahwa air dibutuhkan untuk pertumbuhan jamur sama seperti pada organisme lain. Jamur biasanya membutuhkan selapis tipis air di sekitar sel-selnya, melalui air tersebut enzim dan nutrien berdifusi. Spesies jamur penyebab penyakit “akar kering” dapat bertahan hidup di media yang sangat kering karena air ditranspor dari bagian yang lembab melalui hifa dan juga karena air merupakan hasil samping reaksi metabolik jamur tersebut. Bagaimanapun, terlalu kebanyakan air bisa menyebabkan jamur membusuk. Sebagai contoh, sebagian besar jamur berfilamen tidak memproduksi spora dalam media yang terendam air, dan pertumbuhan dapat dihambat bila kondisi terendam air menyebabkan lingkungan menjadi anaerob.

Pengaruh Tekanan Osmotik Terhadap Pertumbuhan Jamur

Garraway dan Evans (1984) menjelaskan bahwa pertumbuhan jamur biasanya dapat dicegah dengan mengeringkan substrat, suatu metode yang sering digunakan dalam industri makanan untuk mencegah pembusukan. Kandungan air pada jamur juga dapat dikurangi dengan membuat potensial osmotik di luar sel lebih negatif daripada di dalam sel. Sebagai contoh, gula atau garam dapat ditambahkan ke daging, buah atau jam untuk mencegah pertumbuhan jamur. Gula berkonsentrasi 50 – 70 % atau garam berkonsentrasi 20 – 25 % biasanya efektif. Bagaimanapun, ragi yang bersifat osmofilik seperti Saccharomyces rouxii dan Saccharomyces mellis, maupun spesies jamur berfilamen seperti Aspergillus glaucus, tumbuh subur pada kondisi lingkungan yang sangat osmotik.


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda