Sabtu, 13 Januari 2018

Morfologi, Anatomi dan Fisiologi Ikan

Arsip Cofa No. A 088

Morfologi Otot Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa otot rangka merupakan sistem organ terbesar pada banyak ikan. Pada ikan salmonidae, otot rangka menyumbangkan sampai 60 % dari bobot tubuh, sedikit lebih kecil dibandingkan pada mamalia. Mungkin mengejutkan bahwa otot rangka sebegitu besar pada ikan mengingat ikan tidak memerlukan penyokong-berat dan penyokong-postur seperti pada manusia. Binatang darat tidak terangkat oleh udara dengan derajat yang hampir sama seperti ikan diangkat oleh air. Bahwa sebagian besar otot rangka ikan berfungsi tidak untuk menyokong berat tetapi untuk mendorong merupakan bukti sangat besarnya upaya yang diperlukan oleh ikan perenang cepat.

Smith (1982) menambahkan bahwa walaupun proses-proses molekular dan selular kontraksi otot pada ikan diduga sama dengan pada vertebrata lain, anatomi kasar otot ikan berbeda jauh dengan vertebrata darat yang banyak dibuat preparatnya di laboratorium. Otot vertebrata “khas” melekat langsung pada tulang dengan satu ujung dan meruncing menjadi tendon khas dengan ujung yang lebih mobil (mudah bergerak). Otot ikan, sebaliknya, membentuk lapisan-lapisan vertikal melintang pada kedua sisi rangka aksial dan jarang menempel langsung pada tulang atau tendon yang jelas. Selain itu, lapisan-lapisan melintang (myomer) ini tersusun zigzag dalam arah anterior-posterior (depan-belakang) menjadi bentuk seperti huruf W agak gepeng yang bahkan menjadi lebih gepeng lagi pad bagian yang dekat rangka dibandingkan pada bagian permukaannya. Fungsi bentuk W ini belum sepenuhnya jelas, namun diduga berfungsi memencarkan kontraksi myomer ke hampir sepanjang tubuh ikan, bukan hanya ke sepanjang myomer tersebut. Myosepta (lapisan putih terdiri dari jaringan penghubung yang terletak antar myomer) tampaknya berfungsi sama seperti fungsi tendon, sehingga kemiringan perlekatannya pada rangka mungkin dimaksudkan untuk mengubah kontraksi otot (yang kurang lebih sejajar dengan rangka aksial) menjadi gerak menyamping/melengkung untuk berenang.

Keanekaragaman Bentuk Badan Ikan

Hickman et al. (2001) menyatakan bahwa tidak ada kelompok binatang utama lain yang bisa menjadi contoh pemencaran adaptif yang lebih baik selain ikan-ikan bertulang sejati. Adaptasi yang dilakukan kelompok ikan ini memungkinkan mereka sesuai untuk hidup di semua habitat perairan kecuali habitat yang memang sangat tidak mendukung. Bentuk badannya sendiri merupakan petunjuk keanekaragaman ikan. Beberapa ikan memiliki bentuk badan fusiform (seperti cerutu) dan mengembangkan adaptasi-adaptasi untuk mengurangi gesekan dengan air. Ikan pelagis predator memiliki badan yang langsing memanjang dengan sirip ekor kuat dan ciri-ciri mekanin lain yang memungkinkannya meluncur cepat. Ikan-ikan pemakan-dasar yang malas bergerak memiliki badan berbentuk gepeng untuk membantu pergerakan dan persembunyiannya di dasar laut. Badan sidat yang panjang merupakan adaptasi agar dapat meliuk-liuk menembus lumpur dan tumbuhan air serta memudahkannya memasuki lubang dan celah. Beberapa ikan, seperti ikan pipa, bentuknya sangat mirip cambuk hingga mereka sering keliru dikira filamen alga laut yang meliuk-liuk terkena arus. Banyak jenis ikan lain dengan bentuk badan yang aneh yang tampkanya merupakan adaptasi pemyamaran atau pengaburan agar tersembunyi dari pemangsa atau agar tidak dikira pemangsa. Contoh-contoh di atas yang masih sedikit ini belum dapat menggambarkan besarnya keaneka ragaman spesialisasi fisiologis dan anatomis untuk tujuan pertahanan diri dan penyerangan, pencarian makanan, navigasi dan reproduksi di berbagai habitat perairan di mana ikan bertulang keras mengadaptasikan diri.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaturan Daya Apung Pada Ikan

Moyle dan Cech (1988) menyatakan bahwa daya apung netral (tanpa bobot) memungkinkan ikan meminimkan kebutuhan energi agar tetap tinggal di kedalaman tertentu untuk mencari makan, bersembunyi, bereproduksi atau bermigrasi. Karena seekor ikan aktif dapat mengeluarkan gaya dorong lebih dari 25 % sampai 50 % berat tubuhnya hanya selama periode yang singkat, maka usaha yang terus-menerus untuk menyokong tubuhnya dengan gerakan otot saja akan sangat membutuhkan banyak energi. Tidak mengherankan, dengan demikian, bahwa berbagai cara untuk memperoleh daya apung netral berkembang pada ikan. Pada dasarnya ada empat strategi untuk mencapai hal ini : (1) pengumpulan sejumlah besar senyawa berdensitas rendah di dalam tubuh; (2) pembangkitan daya angkat dengan membentuk dan membengkokan sirip serta permukaan tubuh selama bergerak maju; (3) mengurangi jaringan yang berat seperti tulang dan otot; dan (4) memanfaatkan gelembung renang sebagai ruang penampung gas berdensitas rendah.

Penggunaan senyawa berdensitas rendah untuk mengurangi densitas total tubuh merupakan ciri khas kebanyakan ikan hiu dan beberapa jenis teleostei. Pada banyak jenis hiu sejumlah besar lipida (berat jenis 0,90 – 0,92) dan senyawa hidrokarbon squalen (berat jenis 0,86) ditemukan terutama dalam hatinya yang besar sehingga seluruh tubuhnya mendekati daya apung netral dalam air laut (1,026). Lagi pula, bentuk sirip ekor hiu yang heteroserkal (belahan sirip ekor atas lebih panjang daripada belahan bawah) bersama dengan pembengkokan sirip dada dan permukaan kepala ke atas memberikan daya angkat tambahan ketika ia berenang. Hambatan hidrodinamik diminimkan pada ikan hiu yang lebih bersifat pelagis, yang memiliki sirip relatif lebih kecil dan hati berlemak yang relatif lebih besar (Moyle dan Cech, 1988).


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda