Selasa, 30 Desember 2014

Daging Ikan : Karakteristik Biokimia dan Fisika

Arsip Cofa No. C 184

Daging Ikan Bergizi Tinggi (Highly Nutritional Fish Meat/HNFM)

Nonaka et al. (1989) melaporkan bahwa sebagai tipe baru daging cincang ikan untuk bahan makanan, daging bergizi tinggi (atau disebut "highly nutritional fish meat/HNFM") dari ikan sardin cincang telah dikembangkan. Proses pembuatannya adalah sebagai berikut : daging cincang segar digiling dalam larutan dingin 0,1 % NaHCO3 dan 0,1 % NaCl dengan volume 4 kali volume daging ikan; kotoran seperti tulang dan kulit dibuang. Daging giling ini dipisahkan dari air, lipida dan bau yang tak dikehendaki dengan cara sentrifugasi; kemudian dicampur dengan aditif. HNFM dengan demikian mengandung lipida 60 - 80 % lebih sedikit dan senyawa volatil sekitar 60 % lebih sedikit dibandingkan dengan surimi sardin asli, dan hanya mengandung sedikit flavor ikan.

Baca juga :
Biokimia Daging Ikan Bandeng

Kandungan Gizi Daging Ikan Budidaya Dibandingkan Dengan Ikan Liar

Amerio et al. (1996) menentukan komposisi analitik dan nilai gizi filet ikan hasil budidaya intensif yang ada di pasar Italia seperti ikan sidat, rainbow trout, sea bass dan sea bream. Kandungan lipida (4,08 % dalam daging segar ikan rainbow trout, 6,81 % dalam sea bream, 7,62 % dalam sea bass, 27,19 % dan 30,57 % dalam sidat 700 dan 200 gram, berturut-turut) adalah lebih tinggi daripada data yang dilaporkan oleh literatur Italia (0,1 - 3,0 % untuk sea bass, 0,2 - 5,9 % untuk sea bream, 18,7 - 25,6 % untuk sidat, keragamannya lebih tinggi untuk daging segar ikan trout 2,1 - 14 %), yang umumnya berlaku untuk ikan liar. Indeks atherogenic dan thrombogenic sangat baik (Indeks atherogenic dari 0,48 sampai 0,54; indeks thrombogenic dari 0,23 sampai 0,42). Ikan, terutama sidat, kaya akan asam oleat, C18:1 (n-9), dengan konsentrasi 18,2 sampai 29 %), serta kaya akan (n-6)PUFA dan (n-3)PUFA, terutama pada ikan laut. Kualitas protein adalah bagus untuk semua spesies ikan.

Amerio et al. (1996) menyatakan bahwa hasil analisis tersebut di atas mendukung kesimpulan tingginya nilai gizi dalam daging ikan budidaya. Lebih tingginya kandungan lipida dalam daging ikan budidaya dibandingkan daging ikan liar harus diperhatikan dalam masalah diet karena lebih tingginya kandungan energi daging ikan, hal ini juga harus diperhatikan dalam pengolahan ikan karena berkaitan dengan upaya mencegah perubahan nilai inderawi, nilai komposisi dan nilai gizi produk ikan.

Baca juga :
Komposisi Kimia, Perbaikan Rasa dan Pelembekan Daging Ikan

Penyimpanan Daging Ikan Dengan Metode Super-Dingin

Fukuma et al. (2012) melaporkan bahwa daging ikan telah diberi perlakuan super-dingin dengan cara pendinginan perlahan; dan perubahan tekstur, histologi serta komposisi protein daging tersebut dipelajari. Daging ikan yang suhu penyimpanannya diturunkan 1,0 °C per hari (kelompok perlakuan 1,0 °C) dan 0,5 °C per hari (kelompok perlakuan 0,5 °C) mulai membeku pada suhu sekitar -3,5 dan -5,0 °C, berturut-turut. Titik beku tergantung pada spesies ikan; titik beku terendah adalah -8,5 °C untuk ikan red sea bream dalam kelompok 1,0 °C. "Kekuatan pecah" (breaking strength) cenderung menurun lebih lambat pada kelompok 1,0 °C, tetapi serabut kolagen rusak lebih cepat dalam kelompok 1,0 °C. Pada elektroforesis SDS, terlihat adanya perubahan kecil pola jalur-jalur, tetapi hubungan antara hasil pengamatan ini dengan perubahan sifat-sifat histologi dan fisik tidak jelas. Penelitian ini menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk menghasilkan kondisi super-dingin dalam daging ikan; selain itu menunjukkan bahwa super-dingin merupakan metode penyimpanan baru potensial yang bisa menurunkan suhu tanpa menghasilkan kristal es.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Komposisi Asam Amino Daging Ikan Selama Pembekuan

Wesselinova (2000) menggunakan pendekatan baru untuk meneliti salah satu aspek pembekuan ikan laut (termasuk filet ikan scad, tengiri, cod, sea bream, bonito) setelah penyimpanan pada suhu -35 °C dalam jangka waktu berbeda-beda. Penelitian bertujuan untuk membuktikan apakah musim, tempat dan kedalaman lokasi penangkapan ikan mempengaruhi kandungan asam amino dalam daging beku ikan tersebut. Analisis asam-asam amino dalam protein daging ikan selama penyimpanan beku 3, 6, 9 dan 12 bulan menunjukkan bahwa bahkan pada akhir penyimpanan asam-asam amino tetap tidak berubah dan terlihat adanya sedikit penyimpangan dalam hal konsentrasi senyawa-senyawa lain. Kemunculan diaminopimelic acid (DAP) menunjukkan adanya pencemaran mikrobiologis, terutama setelah penyimpanan jangka panjang, tetapi kondisi suhu yang sangat rendah tidak memungkinkan peningkatan jumlah bakteri psikrofil secara drastis. Metionin sulfoksida yang juga muncul, menunjukkan bahwa hanya oksidasi metionin yang umumnya terjadi selama penyimpanan jangka panjang.

Baca juga :
Hubungan Antara Komposisi Kimia Pakan dengan Komposisi Kimia Telur dan Daging Ikan

Perubahan Konsentrasi Senyawa Volatil Dalam Daging Ikan Segar Selama Pendinginan

Miyasaki et al. (2011) meneliti perubahan senyawa volatil (mudah-menguap) dalam daging segar beberapa jenis ikan selama penyimpanan-es 3 sampai 4 hari menggunakan "electronic nose system" dan "gas chromatography-mass spectrometer” (GC/MS) dengan "headspace solid-phase micro-extraction (SPME)". Analisis komponen utama untuk sampel dengan menggunakan "electronic nose system" menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi beberapa senyawa volatil selama penyimpanan berlangsung cepat pada ikan sardin (Sardinops melanostictus), jack mackerel (Trachurus japonicus), dan chub mackerel (Scomber japonicus); berlangsung sedang pada ikan ekor kuning (Seriola quinqueradiata), cakalang (Katsuwonus pelamis), dan tuna muda (Thunnus thynnus).

Sebaliknya dengan ikan-ikan tersebut di muka, perubahan konsentrasi senyawa volatil dalam daging adalah kecil pada ikan-ikan "daging putih" seperti red seabream (Chrysophrys major), Japanese seabass (Lateolabrax japonicus), ikan sebelah (Paralichthys olivaceus), puffer (Lagocephalus wheeleri), dan bartail flathead (Platycephalus indicus). Analisis SPME-GC/MS menunjukkan bahwa beberapa senyawa aldehid dan alkohol seperti 1-heptanol, (E)-2-octenal, (E)-2-hexenal, 1-pentanol, (E,E)-2,4-heptadienal,2,4-hexadienal, 1-hexanol dan 4-heptenal meningkat dengan cepat di dalam daging ikan jack mackerel dan chub mackerel, meningkat perlahan-lahan dalam daging ikan cakalang, serta meningkat sedikit dalam daging ikan red seabream dan puffer selama penyimpanan. Peningkatan konsentrasi senyawa-senyawa ini diyakini berdampak terhadap respon "electronic nose". Hexanal merupakan senyawa dominan yang meningkat kadarnya sejak awal penyimpanan ikan jack mackerel. Peningkatan konsentrasi senyawa volatil adalah sedikit pada ikan red seabream dan puffer. Peningkatan konsentrasi senyawa-senyawa aldehid dan alkohol diyakini bisa menjadi indikator yang sesuai untuk memantau kesegaran daging ikan kecuali untuk ikan berdaging putih (Miyasaki et al., 2011).

Baca juga :
Mutu Daging Ikan Mas (Cyprinus carpio) : Pengaruh Pembekuan dan Tekanan Tinggi

Oksidasi Selama Pencucian Daging Ikan Menurunkan Kemampuan Membentuk Gel

Tunhun et al. (2004) melaporkan bahwa untuk menguji efek oksidasi selama pencucian terhadap kemampuan membentuk gel, daging ikan dicuci dengan larutan CuCh dan dipanasi bersama dengan ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) untuk mencegah oksidasi lebih lanjut. Akibat pencucian dengan larutan CuCh, maka dimer "myosin heavy chain" (MHC, rantai berat myosin) terbentuk di dalam daging cucian oleh ikatan disulfida melalui oksidasi gugus SH. Kekuatan gel daging yang teroksidasi adalah lebih rendah daripada daging kontrol. Dalam gel ini, terjadi polimerisasi MHC dan aktin oleh ikatan disulfida meskipun oksidasinya kecil. Pasta daging teroksidasi dicampur dengan NEM (agen penghambat gugus SH) dan dipanasi agar terbentuk gel untuk menguji pengaruh penghambatan polimerisasi. Gel yang terbentuk memiliki kekuatan gel yang masih lebih lemah dibandingkan kekuatan gel kontrol.

Lebih lanjut, pengaruh oksidasi selama pencucian dibandingkan dengan pengaruh oksidasi setelah penggilingan garam. Gel dari daging teroksidasi setelah penggilingan menunjukkan hampir tidak ada penurunan kekuatan gel, namun terjadi polimerisasi MHC dan aktin melalui ikatan disulfida yang diikuti oleh oksidasi gugus SH. Disimpulkan bahwa pembentukan dimer (senyawa dua molekul) oleh oksidasi selama pencucian menurunkan kemampuan pembentukan gel, sehingga berbeda dengan peranan oksidasi dalam meningkatkan kemampuan pembentukan gel pada pasta daging setelah penggilingan dengan 3 % garam. Dengan demikian, pencucian daging ikan harus dilakukan hati-hati agar tidak mengoksidasi daging sehingga terbentuk surimi dengan kualitas tinggi (Tunhun et al., 2004).


REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda