Rabu, 03 Oktober 2012

Jamur Dalam Ekosistem Perairan dan Penyakit Yang Ditimbulkannya

Arsip Cofa No. C 087

Penyakit Jamur Pada Ikan

Dari sekian banyak laporan mengenai jamur phycomycetes sebagai parasit ikan, identifikasi yang tepat spesies jamur tersebut masih diragukan. Telah hampir menjadi kebiasaan di antara ahli biologi perikanan untuk menyatakan semua jamur ikan dengan nama Saprolegnia parasitica.

Total lebih dari 250 jamur yang diisolasi dari ikan dan telur ikan yang sakit dikumpulkan hingga saat ini dari 20 negara bagian. Kultur murni jamur ini telah diperoleh dan dipelajari dengan mendalam di laboratorium. Ada dua belas spesies yang dilaporkan di sini. Beberapa spesies di antaranya dilaporkan segera setelah mereka muncul secara alami sebagai penyebab penyakit ikan.

Studi inokulasi menunjukkan bahwa Saprolegnia parasitica, Saprolegnia ferax, Saprolegnia delica, Saprolegnia monoica, Achlya bisexualis dan semua isolat Saprolegnia sp. akan memarasiti ikan platyfish yang terluka pada kondisi laboratorium yang terkendali.

Mikopatalogi ikan merupakan bidang ilmu yang relatif baru, dan banyak fase jamur parasit ini yang belum banyak dipelajari. Kebanyakan organisme hidup pada kondisi lingkungan tertentu menjadi sasaran serangan jamur, tak terkecuali ikan. Bila ikan air tawar ditangani secara kasar atau terkena luka ringan sekalipun, jamur akan menginfeksinya sehingga tingkat kematian ikan sangat tinggi. Infeksi jamur juga menyebabkan kematian masal populasi ikan padahal kondisi lingkungan menguntungkan bagi kehidupan ikan. Selain itu, baik pada kondisi alami maupun hatchery, hampir semua telur ikan rentan terhadap serangan jamur.

Ada anggapan yang tidak benar di kalangan para ahli biologi perikanan bahwa hampir semua infeksi jamur pada ikan disebabkan oleh anggota genus Saprolegnia. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa banyak jenis jamur yang terlibat dalam kompleks ikan-jamur. Beberapa di antara jamur ini semula tidak dilaporkan sebagai parasit ikan, dan identitasnya yang pasti sangat dibutuhkan. Perbedaan hasil yang diperoleh dalam mengendalikan jamur ini dengan suatu teknik mungkin menggambarkan kerumitan hubungan jamur-ikan tersebut.

Kebutuhan untuk mempelajari sifat-sifat jamur ini mudah dipahami bila orang menyadari pesatnya perkembangan dan pengelolaan budidaya kolam, baik di tingkat pusat, negara bagian maupun hatchery swasta serta industri perikanan tropis. Tampaknya bahwa jamur ini paling ditakuti industri hatchery dan budidaya kolam di mana infeksi sporadis menyebabkan wabah penyakit tanpa ada peringatan terlebih dahulu. Sering diamati terjadinya wabah penyakit ikan pada kolam budidaya dan di daerah wisata pemancingan ikan – wabah di mana tingkat kematian inang hampir mencapai 100 %. Sejumlah besar laporan yang diterima oleh penulis menunjukkan bahwa petani-petani ikan mengalami kerugian besar akibat infeksi jamur. Pengamatan dan laporan di atas menunjukkan bahwa jamur ini memiliki nilai ekonomi penting.

Baca juga
Hubungan Aerasi dengan Kejadian Penyakit dan Parasit Ikan

Isolasi dan Identifikasi Jamur Patogen Pada Ikan

Sejak pergantian abad ini, banyak literatur mengenai ikan dan binatang air lain yang diparasiti jamur phycomyecetes yang secara umum dikenal sebagai “cendawan ikan” (fish mold). Identifikasi spesies sebagian besar jamur yang diuraikan dalam literatur tersebut diragukan karena kebanyakan deskripsi dan ilustrasi spesies jamur yang diuraikannya tidak lengkap. Bahkan literatur yang mendeskripsikan spesies jamur tidak dapat digunakan karena deskripsinya kurang tepat dan penanganan spesimen kurang cermat. Seringkali deskripsi spesies dilakukan berdasarkan morfologi ciri vegetatif dan struktur aseksual. Hal ini menyebabkan spesies jamur air yang telah diidentifikasi dalam literatur di atas tidak dapat dipercaya. Dalam kasus lain, spesies jamur yang akan diidentifikasi diperoleh dari kultur campuran tanpa memperdulikan kemungkinan tercemar spesies jamur lain. Lagi pula, dalam melaporkan jamur penyebab penyakit pada ikan, sebagian besar peneliti hampir tidak berusaha memisahkan antara spesies jamur saprofitik yang muncul setelah ikan mati dan spesies jamur parasitik yang menyebabkan kematian ikan, mereka juga tidak melakukan pembuktian-ulang daya patogen isolat jamur yang didapat dari peralatan percobaan. Jadi, kebanyakan literatur terdahulu tidak dapat dipakai sebagai bahan rujukan untuk menyiapkan makalah seperti ini.

Dalam mempelajari taksonomi jamur ini, sebelumnya kita harus mengumpulkan dari inang yang sakit isolat parasit sebanyak mungkin, mengembangbiakkan jamur ini dalam kultur murni, membuktikan bahwa isolat jmur-jamur tersebut sanggup memparasiti ikan, kemudian mempelajari morfologi agen penyebab penyakit serta membandingkannya dengan spesies yang diuraikan dalam literatur terdahulu. Harus diperhatikan di sini bahwa, meskipun genus jamur air dibedakan terutama oleh tipe reproduksi aseksual, pengamatan yang cermat terhadap reproduksi seksualnya mutlak diperlukan untuk mengidentifikasi spesies dalam setiap genus. Taksonomi jamur ini diperumit oleh kenyataan bahwa kisaran variasi struktur yang penting untuk mengidentifikasi spesies tidak diketahui bahkan pada beberapa spesies yang sudah dikenal sekalipun. Struktur semacam ini malah mungkin tidak ada pada material yang diparasiti. Dahulu, identifikasi tampaknya dilakukan tanpa memperhatikan pedoman klasik yang seharusnya dipakai dalam identifikasi. Yang juga penting adalah fakta bahwa ada peneliti yang cenderung mengidentifikasi suatu spesies sebagai spesies baru bila siklus hidupnya tidak dapat diamati dengan sempurna. Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa isolat spesies tersebut biasanya merupakan varietas murni dari suatu spesies yang telah dikenal.

Kesulitan Dalam Mengidentifikasi Jamur Patogen Pada Hewan Air

Alderman (1982) dalam Roberts (1982) menyatakan bahwa masalah utama yang sering muncul dalam mengidentifikasi jamur penyebab penyakit adalah apakah jamur tersebut benar-benar bersifat patogen atau hanya saprofitik yang memanfaatkan bangkai binatang. Bahkan bila ada bukti kuat bahwa suatu penyakit benar-benar disebabkan oleh jamur, pada beberapa kasus jamur tersebut baru sedikit dipahami sehingga identitasnya kurang dapat dipastikan. Penjelasan mengenai genus dan spesies jamur yang diperoleh dari binatang air menunjukkan bahwa secara umum parasit itu sendiri menyerang semua jenis organisme, baik vertebrata maupun avertebrata, baik laut maupun air tawar. Jamur penyebab penyakit pada binatang air tercakup dalam beraneka ragam taksa. Yang paling sering di antara semua tipe inang dan lingkungan adalah apa yang disebut “jamur air” (water mold) - Omycetes – tetapi dewasa ini manusia makin menyadari arti penting anggota-anggota jamur tingkat tinggi sebagai parasit binatang air. Beberapa jamur ini, di antaranya dua jenis jamur patogen yang paling penting yakni Branchiomyces dan Ichthyoponus, masih belum dapat dipastikan taksonominya. Jenis lain, Perkinsus (dulu Dermocystidium) yang tekah dipelajari secara mendalam oleh peneliti-peneliti terdahulu, sekarang dimasukkan ke dalam Apicomplexa (protozoa) dan tidak lagi disertakan ketika membahas penyakit jamur.

Baca juga
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Pedoman Umum Media Isolasi Jamur Patogen

Alderman (1982) dalam Roberts (1982) menyatakan bahwa media isolasi jamur patogen yang sesuai sangat bervariasi, tetapi sebagai pedoman umum sebaiknya media ini mengandung nutrien yang relatif sedikit. Media untuk jamur laut patogen seharusnya disiapkan dengan air laut. Media yang miskin nutrien seperti ini cenderung menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur saprofit. Kontaminasi bakteri dapat dicegah dengan antibiotik, demikian pula kontaminasi jamur mudah diatasi. Selain itu, sebaiknya lempengan agar-agar media isolasi diusahakan mengandung selapis tipis air tawar (atau air laut) pada permukaannya. Secara umum banyak literatur menunjukkan bahwa, kecuali dalam kasus tertentu, tidak ada keuntungan khusus yang dimiliki oleh berbagai jenis media isolasi yang digunakan. Dalam kasus jamur Aphanomyces astaci, pertumbuhannya dalam media agar-agar segera terhenti.

Daya Patogen Jamur Penyebab Penyakit Ikan

Alderman (1982) dalam Roberts (1982) menyatakan bahwa penelitian daya patogen berbagai jenis jamur penyebab penyakit binatang air secara umum menunjukkan bahwa sebagian besar jamur tersebut merupakan parasit yang sangat fakultatif (sanggup menyerang berbagai jenis inang). Hanya Aphanomyces astaci, Ichthyoponus dan Trichomaris invadens yang tampaknya bersifat obligatif (hanya menyerang jenis inang tertentu) dan tidak dapat hidup sebagai non parasit, dan ketiga jenis jamur ini menyebabkan penyakit yang sangat berbahaya bagi binatang yang rentan, di mana jamur-jamur ini sangat cepat menginfeksi populasi alami inang. Lagenidium callinectes telah berhasil diisolasi dari permukaan alga laut dan belum dapat dipastikan apakah jamur ini hidup di situ sebagai saprofit ataukah merupakan agen penyebab kematian masal pada berbagai jenis krustasea baik dalam populasi alami maupun populasi budidaya.

Kejadian Wabah Aphanomycosis Pada Udang Crayfish

Amlacher (1970) dalam Conroy dan Herman (1970) melaporkan bahwa aphanomycosis, yang umum dikenal sebagai penyakit pes kepiting atau crayfish, secara praktis menghancurkan semua populasi crayfish (sejenis udang sungai bercapit besar) di sungai dan danau yang ada di Jerman selama abad ke-19. Setelah tahun 1870 penyakit ini meluas dari Perancis ke Jerman (1878 – 1872); pada periode 1891 – 1896 penyakit tersebut menghancurkan populasi crayfish di Rusia, dan menjalar melalui pegunungan Ural ke sebelah timur Siberia. Pada tahun 1894 penyakit ini masuk ke Lithuania, sementara Skandinavia yang sejak lama bebas dari penyakit ini akhirnya diserbu oleh aphanomycosis pada tahun 1929. Selain menyerang kepiting dan crayfish, dilaporkan bahwa aphanomycosis juga menyerang ikan.

Gejala dan Gambaran Klinis Aphanomycosis

Menurut Amlacher (1970) dalam Conroy dan Herman (1970) gejala penyakit aphanomycosis tidak selalu dapat segera dilihat, tetapi sejalan dengan makin parahnya penyakit maka crayfish menunjukkan gejala-gejala tertentu yang membuktikan adanya serangan aphanomycosis. Crayfish cenderung mengambil posisi terlentang dengan kaki sekali-sekali digerakkan hingga akhirnya mati. Mereka terlentang dengan punggung di bawah mungkin disebabkan jamur menyerang dan menghancurkan membran persendian; karena itu binatang yang sakit bila berjalan terlihat kaku dan kaki-kakinya bisa lepas, demikian pula dengan capitnya. Bila diangkat kakinya akan menggantung ke bawah seolah-olah lumpuh. Selanjutnya mungkin terlihat gejala kelelahan. Bila membran berkitin pada permukaan perut bagian bawah atau membran persendian kaki dibedah dengan bantuan sepasang pinset berujung kecil, seringkali terlihat ada bagian-bagian yang terisolasi yang dirusak oleh jamur, dan bagian-bagian ini lunak serta mudah ditekan, kadang-kadang dengan warna kekuningan. Daerah dubur juga biasa diserang jamur ini.

Patogenesis dan Penularan Penyakit Pest Pada Crayfish Akibat Jamur

Daerah kutikula yang tak mengalami pengapuran, seperti membran antar-segmen dan sekitar lubang pada tubuh, hampir selalu diserang Aphanomyces astaci. Jarang ditemukan pada seekor crayfish lebih dari satu bagian badan yang parah diinfeksi. Kutikula yang sudah rusak lebih mudah diserang, bahkan jamur bisa pula meluas sampai ke epikutikula. Miselia tumbuh di dalam kutikula, dan kadang-kadang ditemukan pada permukaan luar. Biasanya, hifa hanya menyerang kutikula di sekitar tempat infeksi, dan tempat-tempat yang terinfeksi ini biasanya sulit dideteksi dengan mata telanjang. Pembentukan warna hitam (melanization) di bagian tubun yang terserang biasanya kurang jelas pada Astacus astacus, tetapi mungkin menyolok pada spesies crayfish yang kebal. Kutikula bisa rusak parah akibat jamur, tetapi jaringan bagian dalam tubuh jarang mengalami kerusakan parah oleh jamur ini. Kadang-kadang jamur tumbuh sepanjang tali saraf ventral dan/atau berkaitan dengan otak dan mata, tetapi organ-organ lain jarang disentuhnya kecuali bila pertumbuhan jamur sangat hebat yang biasa terjadi pada kasus penyakit yang sudah sangat parah.

Hifa pembentuk-zoosporsangia tumbuh keluar dari kutikula sesaat sebelum atau segera setelah inang mati, dan pada saat ini mata serta bagian-bagian kaki crayfish ditutupi oleh jalinan miselia putih halus.

Zoospora yang dilepaskan dari zoosporangia tetap bergerak aktif selama beberapa menit sampai 3 hari, bergantung pada suhu, dan zoospora yang membentuk kista dapat bertahan hidup paling tidak selama 2 minggu dalam air suling. Pertumbuhan zoospora menjadi tunas tampaknya terjadi sebagai respon ketika menyentuh substrat yang cocok, misalnya kutikula crayfish. Tida ada organ khusus untuk melekatkan diri pada substrat. “Infection peg’ (paku penginfeksi), atau tabung tunas, pada zoospora yang sedang bertunas menembus epikutikula melalui aksi penguraian-lemak (lipolytic). Kemampuan menguraikan-lemak tampaknya hanya dmililiki paku penginfeksi, sedang hifa mempunyai kemampuan menguraikan-kitin.

Kematian akibat infeksi biasanya terjadi dalam 1 - 2 minggu, dengan makin tinggi suhu makin cepat kematian. Begitu kutikula terinfeksi, gejala-gejala penyakit muncul. Crayfish yang sakit tidak dapat mempertahankan keseimbangan, jatuh terlentang, dan bila diangkat dari air capitnya akan menggantung atau terkulai seolah-olah sudah mati. Di sungai, crayfish yang menderita penyakit ini suka mencari tebing sungai, dan mereka seringkali kehilangan beberapa kakinya. Kelumpuhan seluruh abdomen umum terjadi 1 atau 2 hari sebelum kematian. Perilaku binatang yang sakit menunjukkan bahwa sejenis neurotoksin mungkin terlibat dalam patogenesis, seperti diduga pertama kali oleh Seligo (1895). Hal lain yang mendukung hipotesis ini adalah fakta bahwa pertumbuhan miselia di dalam tubuh inang sangat terbatas kecuali tepat sebelum kematian, dan bila spora pembunuh masuk ke dalam rongga pembuluh darah (haemocoel) akan mematikan crayfish. Pada dasarnya racun mungkin dihasilkan sebagai reaksi inang terhadap serangan jamur.

Infeksi bakteri sekunder, bergantung pada jenis bakteri, sering terjadi pada binatang yang menderita penyakit pest ini, tetapi limfa darah dari crayfish yang sekarat akibat Krebpest tidak mengandung bakteri.

Epizootiologi dan Kisaran Jenis Inang Penyakit Krebpest

Semua crayfish di dalam perairan atau daerah aliran sungai terbunuh setelah jamur Aphanomyces masuk ke lingkungannya. Penyebaran penyakit krebpest yang cepat pada populasi crayfish di Eropa mungkin disebabkan oleh aktivitas manusia. Ketenaran crayfish sebagai bahan makanan di kota-kota besar Eropa serta pesatnya pembangunan sistem jalan kereta api pada akhir tahun 1800-an, mendorong manusia dengan cepat membawa dan menyebarkan udang sungai ini ke semua tempat yang didatanginya. Kelembaban wadah yang dipakai untuk menangkap dan membawa crayfsih menguntungkan bagi spora Aphanomyces, sehingga jamur ini mempunyai banyak kesempatan memasuki daerah-daerah baru. Penyakit ini aktif hampir sepanjang tahun . Selama epizootik muncul di dekat Berlin, crayfish yang terinfeksi ditemukan sepanjang tahun kecuali Januari sampai Maret (Schapperclaus, 1935).

Keempat spesies crayfish Eropa, yang tergolong genus Astacus dan Austropotamobius, semuanya mudah diserang penyakit ini. Spesies Jepang, Cambaroides japonicus, dan sembilan spesies Ausralia serta New Guinea dari genus Euastacus, Cherax, Geocherax dan Astacopis juga mudah menderita penyakit ini. Sebaliknya, 13 spesies crayfish Amerika, mencakup spesies Cambarus, Procambarus, Orconectes, Faxonella dan Pacifastacus, kebal. Kutikula rusak yang mengandung jamur mirip Aphanomyces ditemukan pada beberapa spesimen crayfish California Pacifastacus leniusculus yang diambil langsung dari alam. Lima puluh ekor Pacifastacus leniusculus yang diimpor ke Swedia dan dipelihara bersma-sama dalam laboratorium juga menderita kerusakan kutikula akibat Aphanomyces astaci. Infeksi pada binatang-binatang ini tidak mematikan. meskipun jamur tetap ada di dalam kutikula selama sedikitnya setahun. Sejenis penyakit yang mirip dengan krebpest tidak pernah dilaporkan menyerang crayfish yang ada di Amerika Utara, Jepang atau Australia. Diduga bahwa Aphanomyces astaci mungkin berkembang menjadi parasit pada crayfish Amerika Utara, dengan demikian bisa menjadi parasit bagi spesies-spesies crayfish di daerah ini. Crayfish dari bagian lain dunia, di mana Aphanomyces astaci secara alami tidak dijumpai, tidak mengembangkan sistem kekebalan secara genetika terhadap jamur ini. Penyakit pest ini mungkin masuk ke Eropa melalui crayfish terinfeksi yang diimpor dari Amerika. Sepanjang pengetahuan kami, tidak ada populasi Astacus astacus yang mengembangkan kekebalan terhadap penyakit ini di Eropa.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kerentanan krustasea lain terhadap jamur Aphanomyces astaci. Benisch (1940) berhasil menularkan Aphanomyces astaci ke Eriocheir sinensis, sejenis kepiting air tawar. Unestam (1969, 1972) menemukan bahwa banyak jenis krustasea planktonik (spesies dari Eudiaptomus, Mesocyclops, Bosmina, Daphnia, Leptodora, Chydorus, Bytotrephes dan Mysis) tampaknya sangat kebal terhadap Aphanomyces astaci.

Tampaknya parasit ini tidak mengalami tahap kebal terhadap kondisi lingkungan atau tahap spora istirahat (Unestam, 1969). Perairan habitat crayfish yang telah mati semua akibat krebpest masih dapat dihuni setahun lagi atau lebih oleh crayfish yang bebas-Aphanomyces, tanpa kemunculan kembali penyakit tersebut pada polukasi crayfish baru ini.

Unestam (1973) menyatakan bahwa masuknya spesies baru tumbuhan dan binatang non endemik berarti memasukkan pula parasit tumbuhan dan binatang tersebut, yang bisa menghancurkan populasi spesies asli yang tidak mempunyai kekebalan genetik terhadap parasit yang baru masuk ini. Krebpest tampaknya merupakan salah satu contoh kasus seperti ini.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Jamur Perairan Tawar

Wong et al. (1998) menyatakan bahwa ada lebih dari 600 spesies jamur air tawar dengan jumlah dari daerah beriklim sedang lebih banyak dibandingkan dari daerah tropis. Tiga kelompok utama dapat dibedakan yang mencakup jamur Ingoldia (ascomycete air), jamur hyphomycete non Ingoldia (chytrid) dan oomycete. Jamur penghuni habitat perairan-mengalir sangat berbeda dengan jamur yang hidup di perairan menggenang. Walaupun belum ada penelitian menyeluruh mengenai biogeografi semua kelompok jamur air tawar, namun diduga bahwa distribusi mereka sama seperti distribusi jamur Ingoldia yang bisa bersifat kosmopolit (tersebar di seluruh dunia), terbatas di daerah beriklim sedang atau daerah tropis, atau, dalam sedikit kasus, distribusinya terbatas di daerah yang sempit. Jamur air tawar diduga berevolusi dari nenek moyangnya yang hidup di darat. Banyak spesies jamur menunjukkan adaptasi yang jelas untuk hidup di perairan tawar karena anakannya memiliki kemampuan khusus untuk tersebar di lingkungan perairan. Jamur air tawar terlibat dalam pelapukan kayu dan material daun, juga menyebabkan penyakit pada hewan dan tumbuhan.

Peranan Jamur Dalam Ekosistem Laut

Hyde et al. (1998) menyatakan bahwa jamur laut merupakan kelompok yang lebih bersifat ekologis daripada taksonomik dan mencakup sekitar 1500 spesies, termasuk jamur yang membentuk lichen (lumut kerak). Mereka terdapat di sebagian besar habitat laut dan umumnya terdistribusi di seluruh daerah tropis dan daerah beriklim sedang. Jamur laut merupakan pengurai utama substrat kayu dan material tumbuhan dalam ekosistem laut. Arti penting jamur laut terletak pada kemampuannya yang hebat dalam menguraikan lignoselulosa. Mereka juga penting dalam penguraian binatang mati dan sisa-sisa binatang. Jamur laut merupakan patogen penting pada tumbuhan dan hewan serta membentuk hubungan simbiosis dengan organisme-organisme lain.

Distribusi Jamur di Laut

Moss (1986), berdasarkan beberapa laporan, menjelaskan distribusi jamur laut. Jamur yang merupakan endemik bagi lingkungan laut ditemukan sebagian besar di zona eufotik, terutama daerah litoral. Beberapa spesies selulolitik (pengurai selulosa) dijumpai sampai kedalaman sekitar 1 km; tetapi secara umum, jamur laut tampaknya jarang ada di bagian-bagian samudra yang dalam. Ada beberapa faktor utama yang mengendalikan distribusi jamur laut, yaitu ketersediaan substrat atau inang, suhu, tekanan hidrostatik dan oksigen. Keberadaan ragi yang melimpah di laut telah banyak didokumentasikan. Tampaknya sebagian besar ragi masuk ke laut bersama limpasan air dari darat.

Baca juga
Pembentukan Enzim Selulase pada Jamur Trichoderma : Pengaruh Logam dan Sumber Karbon

Kemungkinan Penggunaan Air Laut Buatan Sebagai Pengganti Air Laut Alami Dalam Penelitian Jamur Laut

Rohrmann et al. (1992) melaporkan bahwa penelitian jamur laut sering menghadapi kesulitan berupa tidak memadainya metode dan hasil, misalnya penggunaan air laut alami versus air laut buatan. Akibatnya, beberapa jamur laut yang posisi sistematikanya berbeda harus diuji pertumbuhan, aktivitas enzim dan produksi badan buahnya pada media solid dengan air laut alami dan buatan. Pertumbuhan yang dinyatakan sebagai diameter koloni dan produksi enzim oleh ragi basidiomycete Halocyphina villosa dan jamur ascomycete Lulworthia sp. dibandingkan pada kedua media. Pada semua kasus hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan atau hanya ada perbedaan kuantitatif minor. Penelitian terhadap spesies-spesies lain (dua ascomycete, satu ragi basidiomycete, dua deuteromycete) dan enzim-enzim lain juga menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua media dengan kekecualian tiga kasus. Produksi badan buah pada Halocyphina villosa terjadi pada kedua tipe air laut. Penambahan asam borat dengan konsentrasi alami ke medium air laut buatan tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan sembilan jenis jamur laut. Medium air laut buatan memberikan hasil yang bisa disamakan dengan air laut alami dalam penelitian jamur laut, memberikan hasil yang lebih bisa dibandingkan dan percobaannya bisa diulangi dengan hasil yang kira-kira sama, serta seringkali air laut buatan lebih murah dan lebih mudah diperoleh.


Infeksi Jamur Pada Ikan Danau

Khulbe (1992) dalam Suzuki et al. (1992) melaporkan bahwa lima danau penting di Kumaun Himalaya, India, telah dipelajari dalam hal keberadaan jamur air dan kejadian parasit jamur pada telur, anak ikan dan ikan dewasa. Sebanyak total 22 jamur air telah ditemukan tersebar di berbagai danau. Empat belas spesies di antaranya menyebabkan infeksi pada ikan. Jamur air fakultatif menyebabkan berbagai keabnormalan pada ikan termasuk kematian masal pada kondisi alami. Saprolegnia parasitica menunjukkan infeksi maksimum pada ikan. Ikan dewasa Puntius conchonius, Puntius ticto, Tor putitora dan Tor tor mengalami infeksi jamur secara maksimum.

Baca juga
Ekologi Jamur Air

Wabah Penyakit Jamur Akibat Saprolegnia Pada Ikan Sungai

Puckridge (1991) menyajikan hasil-hasil penelitian mengenai epidemi infeksi jamur yang menyerang ikan bony bream (Nematolosa erebi) pada akhir musim dingin di Sungai Murray, Australia Selatan. Diyakini bahwa penyebab dasar epidemi ini adalah penurunan kekebalan terhadap penyakit yang disebabkan dinginnya musim dingin. Infeksi mula pertama tampak sebagai kabut tipis yang merupakan filamen-filamen jamur pada kulit; sejalan dengan makin parahnya infeksi maka lapisan jamur makin tebal dan koreng pada kulit makin serius, sisik terangkat dan lepas serta infeksi makin menjalar. Spesies utama yang terlibat dalam wabah ini adalah jamur Saprolegnia parasitica; tak ada spesies ikan selain bony bream yang ditemukan menunjukkan gejala-gejala infeksi ini selama penelitian, yang berlangsung 4 tahun. Disarankan agar kejadian penyakit ini dipantau karena merupakan indikator penting terjadinya stres pada populasi ikan bony bream; juga, infeksi ini bisa menunjukkan kecenderungan kesehatan sungai dan dengan demikian berdampak besar bagi spesies-spesies ikan lain.

Transpor Ikan Dalam Kondisi Berdesakan Menyebabkan Infeksi Jamur Saprolegnia

Celano et al. (1992) melaporkan bahwa ikan salmon (Salmo trutta fario) dari hatchery di Italia Selatan mengalami kerusakan jaringan kulit serta kesulitan berenang dan bernafas. Analisa histopatologis serta mikrobiologis menunjukkan bahwa gangguan-gangguan tersebut disebabkan oleh jamur Saprolegnia. Infeksi jamur ini diyakini dimungkinkan oleh berbagai operasi budidaya seperti transpor ikan dengan kondisi berdesakan dan trauma selama kondisi berdesakan tersebut.

Kematian Masal Ikan Budidaya Akibat Serangan Jamur Saprolegnia

Hatai dan Hoshiai (1992) melaporkan bahwa wabah penyakit saprolegniasis terjadi pada ikan coho salmon (Oncorhynchus kisutch) berbobot 20 – 60 gram yang dibudidayakan di air tawar di Miyagi Prefecture, Jepang. Miselia mirip-kapas terbentuk di permukaan tubuh ikan yang terinfeksi, terutama di sekitar kepala, sirip adipose dan sirip ekor; dan hifa tak-bersekat muncul dalam jaringan tubuh yang rusak. Hifa ini juga menembus ke dalam otot dan pembuluh darah. Isolat jamur yang diidentifikasi berdasarkan ciri-ciri morfologi aseksual ternyata adalah Saprolegnia parasitica (sinonim Saprolegnia diclina Tipe 1), yang dikenal sebagai agen patogen pada ikan salmonidae.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda