Rabu, 15 Maret 2017

Gerak Refleks Pada Avertebrata

Arsip Cofa No. A 054
donasi dg belanja di Toko One

Salah satu ciri pokok organisme hidup, yang selalu ditekankan oleh para ahli biologi, adalah hubungan erat antara hewan dan tumbuhan dengan lingkungan di mana ia tinggal; dan harus diingat bahwa meskipun, dilihat sepintas kilas, organisme merupakan anggota persekutuan yang aktif, lingkungan tidak berarti pasif. Perubahan dan berbagai proses selalu terjadi di dalamnya; perubahan ini mempengaruhi organisme dan, sebaliknya, organisme memberikan respon terhadap perubahan tersebut. Respon sesaat yang bersifat langsung dan sederhana disebut gerak refleks.

Ciri penting gerak refleks adalah kekonstanan respon. Diduga bahwa salah satu ciri mencolok yang membedakan protoplasma sebagai benda hidup dengan benda mati adalah kemampuannya berespon terhadap rangsangan dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh benda mati. Salah satu perkembangan awal respon ini adalah kecenderungan untuk berespon terhadap rangsangan yang sama dengan cara yang sama : respon yang berhasil diikuti oleh suatu organisme memungkinkan organisme tersebut dapat tetap hidup, sedangkan organisme yang gagal berespon akan tersingkir melalui seleksi alam, jadi organisme yang bisa terus hidup menunjukkan gerak refleks yang adaptif dan sangat membantu dalam kehidupannya.

Baca juga Pengaruh Lingkungan Terhadap Reproduksi Invertebrata

Definisi baku untuk gerak refleks adalah penyesuaian neuromuscular melalui mekanisme sistem saraf yang bersifat menurun (bisa diturunkan ke anak cucu). Definisi ini, yang ditujukan untuk mamalia, atau mungkin untuk vertebrata, berarti bahwa saraf dan otot merupakan syarat mutlak untuk terjadinya gerak refleks; tetapi sebenarnya adalah mungkin bahwa respon refleks sudah muncul sebelum protoplasma mengalami diferensiasi menjadi sel-sel saraf dan sel-sel otot, karena gerak refleks ditemukan juga pada binatang yang tidak mempunyai kedua macam jaringan tersebut.

Invertebrata menunjukkan refleks sesering pada manusia. Dekatkan kepala Anda ke jendela, lihatlah bayangan mata Anda di dalam cermin kecil, maka Anda akan melihat pupil mata menyempit menjadi lingkaran gelap kecil. Jauhkan kepala Anda secara tiba-tiba dari jendela, dan lihat kembali bayangan mata Anda di dalam cermin maka Anda akan melihat pupil mata mengembang; mungkin ukurannya melebihi normal namun kemudian semakin mengecil sebelum mencapai ukuran normal dan tampak lebih besar dibandingkan ketika Anda mendekatkan kepala ke jendela. Penyesuaian otot iris mata terhadap intensitas cahaya merupakan contoh klasik untuk menggambarkan gerak refleks pada manusia, suatu gerak yang terbawa sejak lahir, tidak berubah-ubah, tanpa sadar, dan adaptif.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Sifat adaptif tingkah laku refleks, yakni cara di mana ia membantu menjamin kelangsungan hidup si binatang, ditunjukkan dengan baik oleh semua invertebrata. Sebagai contoh, respon refleks dapat dengan mudah dilakukan oleh cacing tanah bila kita menyentuhnya pelan-pelan bagian tubuh di dekat kepala di mana cacing segera berespon dengan merubah bentuk ekornya dari silindris menjadi oval gepeng. Nilai respon ini tidak jelas terlihat bila cacing ditaruh di atas meja laboratorium tetapi bila ada di alam ia menunjukkan sifat ingin meliang di mana ruas tubuh paling belakang akan memipih sehingga tubuhnya akan lebih kuat “mencengkeram” bumi. Hal ini, dibantu oleh setae (bulu-bulu halus), membuat si cacing hampir tidak mungkin untuk ditarik keluar dari liangnya.

Demikian pula dengan respon sesaat udang crayfish terhadap rangsangan yang menarik dan efektif; pelengkungan abdomen secara mendadak menyebabkan crayfish dapat meloncat mundur dengan cepat sehingga menjauhkannya dari bahaya.

Free Download Ebook Perikanan

Adalah penting untuk memperhatikan bahwa gerak cacing tanah dan crayfish ini adalah gerak refleks yang harus dilakukan seolah-olah tidak ada pilihan respon lain sehinga ia merupakan bentuk respon yang terjadi secara teratur; karena itu ia merupakan tingkah laku yang paling menyolok yang ditunjukkan oleh banyak invertebrata. Dengan kata lain, di antara beberapa reaksi yang mungkin terhadap beberapa rangsangan, ada kecenderungan untuk melakukan respon mendadak sebagai respon refleks yang pertama kali dilakukan dalam berbagai kondisi lingkungan.

Labah-labah memberikan gambaran yang sangat baik mengenai hal ini. Tubuhnya memiliki otot yang sangat kecil di dalam abdomennya, karena abdomen ini hampir dipenuhi oleh kelenjar pencernaan, usus dan gonad, dan hanya organ pemintal sutra saja yang membutuhkan otot untuk menggerakannya, sementara cepalotorak, bagian depan tubuh, memiliki otot yang dibutuhkan untuk menggerakan rahang, palpi dan kaki. Sebagai akibatnya, tidak mengherankan bila gerak refleks sering ditunjukkan oleh kaki; yang mengherankan adalah hasil yang ditimbulkannya.

Respon umum labah-labah terhadap hampir semua jenis rangsangan mendadak adalah berkontraksinya otot yang mengangkat paha sehingga kakinya dapat ditarik mendekati tubuh dengan cepat. Kita menamakan gerak ini “refleks fleksor”.

Sementara labah-labah beristirahat, perubahan metabolik yang mempengaruhi otot dan saraf kaki berlangsung pelan dan terus-menerus sehinga si binatang tetap dalam posisi semula. Hal ini dikenal sebagai “tonic reflex”, dan ahli biologi menganggapnya sebagai bentuk tingkah laku. Seperti yang telah dikatakan, ahli biologi tidak membatasi definisi kata tingkah laku untuk perubahan suatu aktivitas, tetapi memperluasnya hingga meliputi semua kejadian yang berlangsung di dalam tubuh binatang.

Ketika sebuah rangsangan mendadak merusak keseimbangan, tonic reflex digantikan oleh yang lain, dan tubuh binatang berubah dari keadaan diam menjadi keadaan lain yang aktif dan seimbang agar sesuai dengan lingkungannya. Sangat sering penyesuaian ini berlangsung cepat dan otot beraksi sangat singkat. Impuls saraf, bagaimanapun, mungkin terus mengantarkan muatannya dan si binatang tetap diam tak bergerak pada posisinya yang baru hingga impuls saraf berhenti atau ada kejadian lain yang memaksa si binatang bergerak. Yang menarik adalah arti penting aksi diam tersebut bagi kelangsungan hidup si binatang.

Gerakan mungkin merupakan bukti yang paling umum adanya mahluk hidup, bila dibandingkan dengan bau misalnya, meskipun hal ini lebih sering menyesatkan. Bila seorang fotografer burung atau pengamat cerpelai ingin agar kehadirannya tidak diketahui maka yang pertama-tama dilakukan adalah diam tak bergerak, demikian pula dengan labah-labah yang tak bergerak mungkin lolos dari pandangan musuhnya atau dikira benda mati.

Labah-labah yang diam tak bergerak dan ditempatkan di pinggan putih dalam sebuah laboratorium tampak seperti labah-labah mati, tetapi bila binatang yang pura-pura mati ini ditempatkan di alam aslinya maka ia akan tersamar dengan sekelilingnya. Tak ada contoh yang lebih baik mengenai hal ini selain labah-labah bukit pasir Inggris, Philodromus fallax, yang sangat sulit dilihat bila ia diam tak bergerak dan merapatkan diri ke pasir.

Ada jenis labah-labah dengan paha berwarna lebih cerah dibandingkan bagian kaki lainnya, dan bila sekonyong-konyong terjadi refleks fleksor yang menarik kaki tersebut merapat ke tubuh maka warna aha tersebut akan terlihat seperti kilatan api, yang merupakan alat perlindungan terhaap katak pohon. Mata redator dipusatkan pada benda berwarna yang bergerak, dan menghilangnya warna secara mendadak mengganggu usaha oenyerangan oleh predator ini.

Arti penting biologis dari semua contoh di atas cukup besar. Mereka mewakili bentuk gerak refleks yang sangat menekankan sifat adaptif tingkah laku yang sangat berperan dalam kelangsungan hidup si binatang. Refleks vertebrata seperti batuk dan bersin, atau melebar dan menyempitnya pupil seperti disebutkan di muka, sangat penting bagi kehidupannya.

Ada gerak refleks yang mungkin bisa disamakan dengan refleks vertebrata di atas. Refleks fleksor bisa dianggap merupakan respon yang paling mudah dilakukan yang tidak membutuhkan tipe gerak khusus, merupakan cara paling cepat dan lebih terarah untuk membuang kelebihan “energi saraf” yang mengikuti rangsangan yang diterima alat indra. Bila benar, hal ini mungkin bisa disamakan dengan refleks tertawa pada manusia. Sebab yang tepat mengapa manusia merasa sesuatu itu lucu telah lama diperdebatkan, tetapi tak diragukan bahwa humor itu sendiri menyebabkan kita tertawa dengan spontan bila ada kebutuhan untuk melepaskan tegangan saraf secepatnya. Saya tak bermaksud sejauh itu bahwa labah-labah akan tertawa sambil menarik kakinya namun uraian ini hanya untuk mensejajarkannya.

“Refleks pertama” yang dilakukan kalajengking cukup menarik untuk dibahas. Seekor kala jengking dipersenjatai dengan sengat pada ekornya yang aktif itu, dan bila diancam maka ia akan balik mengancam dengan sengatnya. Ekor, yang sebenarnya bukan ekor melainkan ruas abdomen terakhir (ruas keenam), ditegakkan dan sengat digerakan ke depan dengan cepat. Kala jengking tidak menyengat ke belakang seperti lebah, tetapi ke arah depan dengan posisi sengat di atas kepala, mungkin agar mudah mencapai dan menusuk mangsa yang telah digigitnya. Refleks penyengatan ini dapat dirangsang oleh keadaan di mana korban (mangsa) meronta-ronta atau musuh mengancamnya atau keadaan serupa ini misalnya bila ia diberi kloroform (obat bius) atau bila punggungnya dikenai sinar matahari yang difokuskan dengan lensa sehingga ia kepanasan. Hal ini menarik. Legenda lama menceritakan bahwa kala jengking akan membunuh diri dengan menyengat dirinya sendiri bila lingkungan di sekitarnya dibakar.

Kala jengking angin, atau labah-labah unta, dari ordo Solifugae, tidak beracun dan reaksinya terhadap gangguan tampak tidak berguna. Mereka juga menaikkan abdomen hingga tegak, dengan sudut tegak kurus terhadap cephalotorak, dan sama seperti kala jengking mereka akan bereaksi serupa bila dibius atau ditetesi alkohol. Ahli-ahli zoologi yang beruntung dapat mengamati Solifugae di alam aslinya melaporkan adanya kemiripan dengan kala jengking asli; jadi reaksi menegakkan abdomen secara mendadak namun sebenarnya tak berguna ini karena ia tidak beracun merupakan bentuk mimikri. Solifugae tak beracun lain juga berusaha menampilkan kesan bahwa ia merupakan kala jengking ganas.

Baca juga Pengaruh Lingkungan Terhadap Reproduksi Invertebrata

Segmentasi tubuh avertebrata memungkinkan gerak refleks bisa dilakukan oleh satu segmen saja, atau oleh dua segmen yang berdekatan, atau oleh sekelompok segmen. Gerak maju cacing tanah, misalnya, di mana gelombang pengerutan dan pengembangan tubuh menjalar dari satu segmen ke segmen lain, menunjukkan bahwa rangsangan kontraksi merambat sepanjang tubuh. Demikian pula, labah-labah bisa melipat atau menarik sepasang, dua pasang atau empat pasang kakinya. Dari sini labah-labah sering menunjukkan gerak refleks oleh sebagian tubuhnya sehingga dikatakan bahwa ia hidup lagi setelah mati.

Banyak ahli biologi muda yang terkejut ketika menyaksikan jantung kodok berdenyut sebentar setelah perikardiumnya disingkirkan. Jantung tadi mungkin terus berdenyut selama beberapa menit meskipun hanya dibiarkan begitu saja tanpa kita bantu. Pengamatan terhadap hal ini menunjukkan bahwa kematian tidak berlangsung serentak di seluruh tubuh, dan bahwa aktivitas normal organ-organ penting “mati” paling akhir.

Sebaliknya dengan pemisahan organ-organ penting. Seekor serangga yang dipotong mejadi tiga bagian maka toraknya (yang memiliki ketiga pasang kaki) akan berjalan sendiri meninggalkan abdomen dan kepalanya. Hal ini tidak mustahil karena ganglia saraf penting dan sinus darah terdapat di dalam torak. Tetapi hal ini tidak terjadi pada kaki yang terputus yang tidak mempunyai hubungan dengan sistem saraf pusat, dan pemutusan kaki merupakan hal yang umum dijumpai di duna krustasea dan arachnida sebagai hasil proses autotomi. Salah satu contoh yang paling terkenal untuk tingkah laku ini adalah gerak kejang yang sering dilakukan oleh kaki harvestmen (sejenis labah-labah) setelah kakinya itu dicopot. Dulu pernah diduga bahwa fenomena ini dilakukan oleh kaki itu sendiri sebagai cara labah-labah harvestmen menghindari predator. Teorinya adalah bahwa predator menyerang harvestmen dengan menangkap kakinya yang dengan segera dilepaskan oleh harvestmen sendiri, dan sementara predator sibuk menaklukan kaki tersebut yang terus meronta-ronta harvestmen melarikan diri dengan ketujuh kakinya yang tersisa itu.

Saya tidak tahu apakah cerita ini benar-benar pernah diamati oleh peneliti ataukah hanya khayalan saja; tetapi yang saya ketahui adalah bahwa bila saya sedang mencari harvestmen maka saya sering menjumpai salah satu kakinya menggeletak di atas tanah dengan kaki membengkok pada sendi metatarsal-tibial (= dengkul pada manusia). Terlihat bahwa kaki yang terputus ini, tidak seperti keenam kaki serangga, tidak berhubungan dengan ganglia sistem saraf utama. Akibatnya adalah bahwa meskipun bulu-bulu setae pada kaki labah-labah menyentuh tanah namun ia tidak dapat menerima impuls saraf dari pusat saraf. Oleh karena itu “teori refleks” gugur di sini, dan gerakan kaki tidak dapat dianggap sebagai “adaptasi neuromuscular”. Ia lebih mirip dengan denyutan jantung katak seperti diceritakan di atas, dan rangsang luar pastilah menimbulkan respon langsung pada jaringan kaki tersebut.

loading...

donasi dg belanja di Toko One

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda