Kamis, 22 Maret 2012

Acetes : Distribusi, Pertumbuhan, Pemijahan dan Pemanfaatan

Arsip Cofa No. C 004

Peranan Acetes Dalam Komunitas Zooplankton dan Akuakultur

Xiao dan Greenwood dalam Ansell et al. (1993), dengan mengulas banyak penelitian, melaporkan bahwa udang rebon genus Acetes menghuni perairan pesisir dan estuaria di daerah tropis, sub tropis dan daerah beriklim sedang. Udang rebon membentuk komponen penting dalam komunitas zooplankton pesisir dan memainkan peranan penting dalam dinamika ekosistem pesisir, terutama di laguna, hamparan “sea weed” (lamun) dan rawa hutan bakau, dengan menjadi mata rantai yang menghubungkan materi tumbuhan, fitoplankton, zooplankton dan binatang tingkat tinggi. Acetes memiliki panjang total berkisar 10 – 40 mm dan distribusinya luas, tahan hidup pada kondisi laboratorium, mudah diperoleh di perairan dangkal di daerah tropis, sub tropis dan daerah beriklim sedang dan, beberapa spesies, memiliki nilai ekonomis penting. Gerombolan atau kumpulan Acetes yang luar biasa besar, terutama di pesisir Asia, menjadikannya basis bagi perikanan komersial penting untuk konsumsi manusia dan hewan peliharaan. Arti penting komersial juga berasal dari penggunaan dan potensi Acetes sebagai organisme pakan untuk industri akuakultur.

Baca juga Virus Pada Udang Penaeidae

Laju Pertumbuhan dan Komposisi Panjang Acetes

Zhand dan Han (1992) melakukan penelitian untuk mempelajari laju pertumbuhan dan komposisi panjang badan Acetes chinensis pada musim yang berbeda di Teluk Bohai dan Teluk Laizhou. Hasilnya menunjukkan bahwa laju pertumbuhan adalah cepat selama periode sebelum-dewasa dan dalam suhu air di atas 13 °C. Generasi pertama dan kedua Acetes chinensis musim panas muncul selama sepuluh hari kedua bulan Mei sampai Juli dan selama sepuluh hari terakhir bulan Juli sampai sepuluh hari pertama bulan Oktober, berturut-turut. Generasi pertama Acetes chinensis musim panas bisa tumbuh sampai sepanjang 10 – 35 mm, dan generasi kedua Acetes chinensis musim panas juga bisa tumbuh sepanjang 10 – 35 mm. Komposisi panjang badan Acetes chinensis tampaknya berubah dalam dua periode : ukuran tubuh Acetes chinensis paling panjang pada dua puluh hari terakhir bulan Juni, paling pendek pada sepuluh hari pertama bulan Juli, dan paling panjang pada sepuluh hari kedua bulan Agustus, paling pendek pada sepuluh hari pertama bulan September. Komposisi panjang badan Acetes chinensis tidak berubah dari Oktober sampai Mei tahun berikutnya.

Baca juga Pengaruh Ablasi Terhadap Molting dan Pertumbuhan Penaeidae

Distribusi dan Perilaku Acetes Dalam Kaitannya Dengan Pasang Surut dan Siklus Harian

Xiao dan Greenwood (1992) mengumpukan sampel udang Acetes sibogae pada selang waktu 2 jam selama 48 jam di tiga lokasi sekitar garis tengah estuaria pasang-surut untuk meneliti distribusi udang ini di dalam badan air selama siklus pasang surut dan siklus harian, serta untuk menduga peranan tingkah laku dalam mempertahankan distribusi populasi di perairan estuaria/pesisir dalam kaitannya dengan beberapa faktor lingkungan. Suhu air, salinitas, tinggi pasang surut dan intensitas cahaya diukur pada saat yang sama. Distribusi udang di estuaria adalah seragam dan tetap selama periode siang atau malam, saat banjir atau saat surut. Perubahan kelimpahan Acetes sibogae adalah berhubungan dengan cahaya dan siklus pasang-surut di setiap lokasi dengan hasil tangkapan lebih banyak pada saat periode gelap dan selama banjir pasang. Acetes sibogae juga menunjukkan gerakan vertikal malam hari maupun gerakan vertikal mengikuti pasang-surut di dalam badan air, dengan jumlah udang lebih banyak ditemukan di dekat permukaan air daripada dekat dasar perairan selama banjir pasang dan pada malam hari. Tidak ada perbedaan nyata dalam hal distribusi kelompok ukuran antar sampel dari semua lokasi. Acetes sibogae membentuk kumpulan besar di dalam badan air. Diduga bahwa perilaku berkumpul ini serta gerakan vertikal malam hari dan gerakan vertikal mengikuti pasang-surut dilakukan untuk mempertahankan populasi di perairan estuaria/pesisir.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Lokasi dan Musim Pemijahan Acetes

Grabe dan Lees (1992) telah mengidentifikasi enam spesies udang penaeidae dalam penelitian makrozooplankton di Teluk Kuwait selama 12 bulan. Secara numeris spesies yang dominan mencakup dua udang sergestidae, Lucifer hanseni dan Acetes japonicus. Lucifer hanseni tampaknya memijah di teluk ini selama bulan-bulan musim panas, sedangkan Acetes japonicus memusatkan pemijahannya di perairan pesisir selama akhir musim semi sampai musim gugur. Udang penaeidae yang paling melimpah adalah Parapenaeopsis stylifera dan Metapenaeus spp., walaupun Teluk Kuwait mungkin bukan merupakan daerah pemijahan utama untuk spesies-spesies ini. Bagaimanapun, Khor al Sabiya, sebuah kanal mirip sungai di timur laut Teluk Kuwait, bisa berfungsi sebagai daerah pembesaran anak udang untuk sedikitnya dua penaeidae (Metapenaeus spp. dan Penaeus semisulcatus) maupun untuk Acetes japonicus. Baik larva Parapenaeopsis stylifera maupun Metapenaeus spp. paling melimpah selama akhir musim semi. Larva Penaeus semisulcatus menunjukkan jumlah maksimum pada akhir musim gugur dan musim semi-panas tetapi tidak pernah melimpah secara lokal.

Baca juga Udang Metapenaeus : Bioekologi, Reproduksi dan Budidaya

Pemanfaatan Rebon (Acetes) Untuk Pakan Larva Udang

Kungvankij et al. (1986) dalam Maclean (1986) melaporkan bahwa meskipun banyak jenis pakan udang buatan telah diformulasikan, namun pakan tersebut terlalu mahal atau ketersediaannya terbatas secara komersial. Sebaliknya, organisme pakan alami sulit untuk dipelihara dan pasokannya sering tidak menentu. Telah dilakukan upaya-upaya penelitian untuk mengembangkan pakan buatan yang cocok bagi larva udang dengan bahan-bahan yang tersedia secara lokal. Udang rebon (Acetes) segar dan kering harganya murah dan tersedia dalam jumlah besar di perairan tropis. Percobaan pemeliharaan larva dengan menggunakan pakan berupa udang rebon giling telah dilakukan pada berbagai kondisi iklim dan sistem hatchery. Pada musim kering, larva di tangki luar-ruangan yang diberi pakan rebon kering menunjukkan tingkat kelangsungan hidup tertinggi (68 %) dibandingkan larva yang diberi pakan Chaetoceros (48%) atau rebon segar (39%). Larva di tangki luar-ruangan berganti kulit ke tahap post larva dalam waktu delapan sampai sembilan hari. Sebaliknya, larva di tangki dalam-ruangan hatchery yang dipelihara dengan pakan chaetoceros memiliki tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi (52 %) daripada yang diberi pakan dengan rebon (35 %) dan rebon segar (24 %); bagaimanapun, periode ganti kulit dari telur ke post larva membutuhkan waktu 11 - 12 hari. Selama bulan-bulan musim hujan, kelangsungan hidup larva yang dipelihara dengan pakan Skeletonema, rebon kering dan rebon segar di tangki luar-ruangan adalah 72%, 52% dan 38% sedangkan di tangki dalam-ruangan 62%, 40% dan 23%, berturut-turut. Bagaimanapun, periode ganti kulit dari telur ke post larva adalah 9 – 10 hari dan 12 – 13 hari di tangki luar-ruangan dan dalam-ruangan, berturut-turut.

REFERENSI :

ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda