Rabu, 16 Oktober 2013

Budidaya Ikan Intensif : Padat Penebaran, Kualitas Air dan Penghematan Biaya

Arsip Cofa No. C 153

Meminimalisir Stres dan Infeksi Bakteri Pada Budidaya Intensif Dengan Mengatur Padat Penebaran

Wedemeyer (1976) melaporkan bahwa pemindahan juvenil ikan coho salmon (Oncorhynchus kisutch) ukuran 4 – 5 inchi yang semula dipelihara dalam air yang kurang sadah (20 ppm CaCO3) dengan padat penebaran agak rendah (0,5 pon/kaki kubik; 1 pon/kaki kubik kira-kira setara dengan 1,7 kg/m3) ke kolam dengan padat penebaran 1, 2 atau 4 pon/kaki3 (Density Index atau indeks kepadatan, DI = 0,1 , 0,2 , 0,4 dan 0,8) menyebabkan stres yang nyata sebagai mana ditunjukkan oleh kurang aktifnya perilaku makan, tetapi hanya menyebabkan gangguan fisiologis minimal sebagaimana ditunjukkan oleh tidak adanya hyperglycemia (kadar glikogen darah sangat tinggi) dan hypochloremia (kadar klor dalam darah sangat rendah). Bagaimanapun, pemindahan juvenil-juvenil ikan tersebut ke kolam dengan padat penebaran 6 atau 12 pon/kaki3 (DI = 1,2 dan 2,4) menyebabkan stres fisiologis yang nyata dan membutuhkan waktu pemulihan setidaknya 1 minggu. Perkembangan juvenil coho salmon mengalami hambatan fisiologis bila padat penebarannya 1 pon/kaki3 atau lebih dan pada kepadatan-kepadatan tersebut infeksi ginjal oleh corynebakteri menjadi aktif. Rainbow trout (Salmo gairdneri) ukuran 4 – 5 inchi mengalami stres fisiologis ketika dipindahkan dan dipelihara pada padat penebaran 1 pon/kaki3 atau lebih tetapi perilaku makannya tetap normal. Hal ini menunjukkan bahwa stres penanganan dan kondisi berdesakan dapat diminimalisir di perairan yang kurang sadah bila kepadatan ikan selama pengangkutan maupun di kolam selama penanganan penyakit adalah 0,1 – 0,5 pon/galon.

Baca juga
Kemungkinan Memacu Pertumbuhan Ikan Dengan Memanipulasi Suhu Air

Pengaruh Kepadatan Populasi Terhadap Jenis Kelamin Ikan Sidat, Anguilla

Deelder (1984), berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, melaporkan bahwa berbagai kondisi kepadatan populasi sidat (Anguilla) mempengaruhi jenis kelamin ikan tersebut. Penebaran sidat dengan kepadatan tinggi menyebabkan sebagian besar ikan sidat berkelamin jantan, sebaliknya penurunan populasi sidat meningkatkan persentase sidat betina. Laporan ini sesuai dengan hasil pengamatan lain, sebagai contoh 100 % sidat betina ditemukan di daerah yang jarang sidatnya seperti bagian hulu sungai-sungai yang panjang seperti Sungai Rhine; dominasi sidat jantan dijumpai dalam populasi sidat yang padat di daerah estuaria sungai yang sama (yakni sekitar 95 % di estuaria Ijsselmeer); dan betina dengan proporsi yang meningkat ditemukan di daerah pesisir laut yang kurang dipadati sidat di dekat estuaria tersebut. Telah ditemukan populasi yang didominasi sidat betina di dalam sebuah danau yang tertutup yang tidak dapat dimasuki oleh sidat dan sengaja ditebari larva sidat dengan jumlah sedikit.

Aerasi Oksigen Murni Untuk Budidaya Ikan Intensif

Schutte (1988) menyatakan bahwa aerasi dengan oksigen murni merupakan teknik manajemen akuakultur yang sangat berharga, tetapi efektif secara ekonomis hanya bila efisiensi penyerapan oksigen oleh air budidaya adalah tinggi. Aerator dengan merk Aquatector sanggup membuat air superjenuh dengan oksigen pada kondisi di bawah tekanan. Efisiensi penyerapan oksigen yang menggunakan Aquatector ini meningkat dengan makin derasnya aliran air dan dengan meningkatnya tekanan internal; aliran air yang lebih deras adalah lebih efektif.

Baca juga
Suhu Air di Kolam Budidaya Ikan

Pengendalian dan Pemanfaatan Nitrogen Anorganik Dalam Kolam Ikan Budidaya Intensif

Avnimelech et al. (1992) menyatakan bahwa salah satu hambatan utama usaha intensifikasi sistem akuakultur adalah penimbunan nitrogen anorganik di dalam air. Masalah ini bisa diatasi dengan mengendalikan konsentrasi nitrogen anorganik dengan cara merangsang sintesis protein mikrobial. Hal ini bisa dicapai dengan menambahkan substrat berkarbon sedemikian hingga bisa memasok kebutuhan karbon guna menyingkirkan semua nitrogen yang tak dimanfaatkan. Konsentrasi nitrogen anorganik berkurang akibat produksi protein mikrobial. Protein mikrobial yang dihasilkan di dalam kolam tersebut bisa menggantikan protein yang harus ditambahkan dalam pakan ikan. Pertumbuhan ikan di kolam perlakuan adalah lebih tinggi daripada pertumbuhan ikan di kolam yang diberi pakan konvensional. Pemanfaatan protein adalah dua kali lipat akibat daur ulang nitrogen di dalam sistem kolam, sehingga mengurangi penimbunan nitrogen anorganik buangan. Biaya pakan berkurang 50 – 67 % dibandingkan biaya pakan di kolam konvensional, hal ini disebabkan penggantian protein dalam pakan dan berkurangnya pakan yang terbuang.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Budidaya Intensif Pada Kondisi Konsentrasi Amonia Tinggi dan pH Rendah

Menurut Eshchar et al (2006) ikan mengekskresi dua jenis metabolit utama yang beracun ke dalam air : NH3 dan CO2; metabolit yang pertama merupakan racun khas bagi ikan pada konsentrasi rendah (< 0,1 mg N per liter). Bagaimanapun, penimbunan karbon dioksida cair hasil metabolisme menyebabkan penurunan pH, sehingga mengurangi fraksi NH3 dari TAN (Total Amonia Nitrogen). Strategi operasi seperti ini memungkinkan untuk meningkatkan kriteria TAN (dengan kata lain, meningkatkan ambang batas TAN), yang selanjutnya bisa mengurangi kebutuhan aliran air dalam sistem arus deras.

Eshchar et al. (2006) memantau parameter-parameter pertumbuhan ikan sea bream Sparus aurata yang dipelihara dalam kondisi nilai TAN tinggi dan pH rendah. Daya racun TAN pertama kali diuji dalam akuarium bervolume 27 liter, di mana anak ikan sea bream dibesarkan dalam kondisi nilai-nilai TAN sampai 20 mg nitrogen per liter dan pH 6,8, tanpa menunjukkan dampak negatif penting apapun. Selanjutnya, dua tangki kultur ikan laut bervolume 100 m3 ditebari dengan 84 gram ikan dan dipasok dengan pakan harian yang sama selama 250 hari. Penambahan oksigen cair dan penggunaan aerator kincir air dilakukan untuk mengusir karbon dioksida. Air laut dipasok ke dalam sistem eksperimen ber-TAN tinggi sebanyak rata-rata 5,25 m3 per kg pakan dan ke dalam tangki kontrol sebanyak rata-rata 22,9 m3 per kg pakan (praktek arus-deras normal). Sistem eksperimen memiliki filter padat, tetapi tidak memiliki unit nitrifikasi. Konsentrasi TAN yang diukur dalam sistem eksperimen adalah jauh lebih tinggi daripada dalam sistem kontrol (rata-rata 5,44 ± 1,2 mg N per liter dan 1,34 ± 0,6 mg N per liter, berturut-turut) , bagaimanapun pertumbuhan dan tingkat mortalitas ikan pada kedua sistem secara statistik adalah sama. Keseimbangan massa karbon anorganik berbeda secara nyata antara kedua sistem yang menunjukkan pentingnya peranan alat pengusir karbon dioksida. Pemilihan alat pengusir karbon dioksida memungkinkan untuk mengendalikan konsentrasi karbon dioksida cair, yang selanjutnya mengendalikan nilai pH untuk suatu nilai alkalinitas tertentu. Pengendalian terhadap konsentrasi karbon dioksida seperti ini memungkinkan untuk mengoperasikan sistem budidaya pada konsentrasi TAN relatif tinggi sementara konsentrasi NH3 cair dipertahankan di bawah ambang batas.

Eshchar et al. (2006) melaporkan bahwa sebuah model kimia-akuatik telah dikembangkan untuk menduga nilai pH, dan dengan demikian nilai-nilai konsentrasi CO2 cair and NH3 cair, yang diasumsikan pada kondisi “steady state” (stabil). Model yang dihasilkan digunakan untuk menentukan laju aliran air minimal yang aman dengan memperhatikan ambang batas konsentrasi metabolit. Model yang dihasilkan ini menunjukkan bahwa pada kondisi uji, sistem arus deras dapat dioperasikan secara aman dengan rasio debit air serendah 4,4 m3 air laut per kg pakan tanpa memerlukan biofilter nitrifikasi. Keberhasilan membesarkan ikan pada kondisi konsentrasi TAN tinggi berdampak luas dan yang terpenting adalah penghematan biaya penanganan kualiatas air.

Baca juga
Interaksi Antara Aktivitas Budidaya Ikan dan Kualitas Air

Pemantauan Jarak-Jauh Secara Online Terhadap Kualitas Air Untuk Budidaya Ikan Intensif

Li dan Liu (2013) menyatakan bahwa budidaya intensif terkendali-komputer dan dengan “automatic remote monitoring” (pemantauan jarak-jauh otomatis) merupakan trend masa depan dalam akuakultur. Pengendalian kualitas air untuk mempertahankan nilai-nilai parameter lingkungan air agar tetap dalam kisaran optimal dapat membantu meningkatkan laju pertumbuhan ikan dan pemanfaatan pakan serta mengurangi kejadian penyakit ikan berskala luas. Tanpa informasi mengenai parameter fisik dan kimia kualitas air serta faktor-faktor ekologis terkait maka hampir tidak mungkin untuk melakukan pengendalian kualitas air yang layak pada waktu dan tempat yang tepat.

Pemantauan dan pendugaan kualitas air memainkan peranan penting dalam manajemen budidaya ikan intensif modern. Li dan Liu (2013) menjelaskan sistem pemantauan kualitas air secara online untuk budidaya ikan intensif di Cina, yang digabungkan dengan web server dan teknologi telekomunikasi. Berdasarkan data historis, sistem ini dirancang untuk menduga kualitas air dengan “artificial neural network” (ANN) dan untuk mengendalikan kualitas air pada saat itu juga guna mengurangi kerugian akibat kematian masal. Model untuk menduga konsentrasi oksigen terlarut setengah jam mendatang telah dibuktikan cocok dengan data eksperimen. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemantauan jarak-jauh secara online terhadap berbagai parameter kualitas air bisa dilakukan secara akurat dengan sistem ini.

Baca juga
pH Rendah, Ikan dan Akuakultur

Penghematan Biaya Pada Budidaya Ikan Lele Intensif

Ijzerman et al. (1995) melakukan analisis “biaya kualitas” (yaitu, biaya untuk mempertahankan kualitas produk ikan) pada budidaya intensif ikan lele Afrika, Clarias gariepinus, di Belanda. Budidaya ikan lele Afrika di Belanda berhasil menurunkan biaya produksi dengan cara memperbaiki teknologinya sehingga produksinya layak secara ekonomi. Diharapkan agar di masa depan tidak hanya teknologi produksi, tetapi juga kualitas dan pengendalian siklus produksi harus diperhatikan secara terus-menerus. Pengendalian kualitas merupakan cara yang baik untuk mengurangi biaya produksi. Biaya produksi utama dalam budidaya Clarias adalah pakan dan benih ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk mengurangi biaya kualitas dengan memperhatikan sortir dan pengairan-kembali. Penurunan biaya lebih lanjut bisa dicapai bila kriteria kualitas untuk ikan lele Afrika telah disepakati.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda