Selasa, 16 April 2013

Ikan Asap : Keberadaan Senyawa dan Jamur Berbahaya

Arsip Cofa No. C 146

Senyawa dan Mikroba Berbahaya Dalam Produk Ikan Asap

Lin et al. (2008) menyatakan bahwa pengasapan merupakan salah satu metode tertua untuk mengawetkan makanan dan masih digunakan secara luas dalam pengolahan ikan. Teknik pengasapan tradisional melibatkan penanganan pra-pengasinan, pengasapan ikan utuh, ikan tanpa isi perut atau filet ikan. Asap dihasilkan oleh pembakaran kayu atau serbuk gergaji di dalam oven, yang diletakkan langsung di bawah ikan atau filet. Bagaimanapun, pengasapan secara langsung berpotensi menimbulkan resiko kesehatan terkait dengan senyawa-senyawa polycyclyc aromatic hydrocarbon (PAH) serta bahaya biologis seperti Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum, histamin dan parasit dalam ikan berflavor-asap.

Menurut Lin et al. (2008) asap kayu mengandung sedikitnya 100 jenis senyawa PAH dan turunannya yang teralkilasi. Total 15 PAH dengan jelas menunjukkan efek mutagenik dan genotoksisitas terhadap sel-sel somatik pada binatang percobaan secara in vivo. Senyawa-senyawa PAH ini harus dianggap berpotensi sebagai genotoksik dan karsinogenik bagi manusia. Senyawa PAH karsinogenik yang paling luas dipelajari adalah benzo(a)pyrene (BaP). Senyawa PAH lain yang berpotensi bersifat genotoksik dan karsinogenik pada manusia adalah benzo(a)anthracene, benzo(b)fluranthene, benzo(j)fluranthene, benzo(k)fluranthene, chrysene, cyclopental(cd)pyrene, dibenzo(ah)anthracene, dibenzo(ac)pyrene, dibenzo(ah)pyrene, dibenzo(ai)pyrene, dibenzo(aj)pyrene, indenol(1,2,3-cd)pyrene dan 5-methylechryzene.

Baca juga :
Ikan Kering : Pengolahan dan Penanganan

Metode alternatif untuk pengasapan adalah menggunakan flavor asap, yang biasa disebut juga pengasapan cair. Pengasapan cair merupakan alternatif yang lebih terkontrol daripada pembakaran kayu atau serbuk gergaji. Asap cair makin banyak diproduksi sejak akhir tahun 1950-an dan kini menjadi industri yang kuat dan diterima oleh banyak negara. Ikan berflavor-asap mengandung lebih sedikit PAH dibandingkan teknik pengasapan tradisional asalkan residu PAH dikendalikan berdasarkan undang-undang atau standarisasi (Lin et al., 2008).

Baca juga :
Pemanfaatan Antioksidan Dalam Pengawetan Ikan

Polycyclyc Aromatic Hydrocarbon (PAH) Dalam Ikan Asap

Menurut Larrson (1982), polycyclyc aromatic hydrocarbon (PAH) terbentuk dalam proses pembakaran tak sempurna, yang terjadi ketika kayu, batu bara atau minyak terbakar. Dengan demikian PAH bisa ditemukan dalam campuran kompleks di semua lingkungan. Karena PAH merupakan kelompok penting karsinogen, keberadaan senyawa-senyawa ini dalam makanan dipelajari secara intensif. Perhatian utama ditujukan pada benzo(a)pyrene (BaP) yang sangat karsinogenik. Telah diketahui bahwa PAH terdapat dalam asap yang digunakan pada pengolahan makanan, dan bahwa PAH mudah mengendap pada dan menembus permukaan bahan makanan selama pengasapan tradisional. Konsentrasinya dalam makanan asap tergantung pada beberapa variabel, termasuk jenis bahan penghasil asap, suhu pembakaran dan derajat pengasapan.

Sejumlah penelitian terhadap makanan asap menunjukkan bahwa konsentrasi PAH tertinggi ditemukan dalam produk pengasapan tradisional yang menggunakan serbuk gergaji atau kayu yang terbakar perlahan-lahan dengan mengeluarkan asap tanpa api. Pada pengasapan seperti ini suhu pembakaran sulit dikendalikan dan biasanya sangat tinggi. Konsentrasi BaP dan senyawa-senyawa PAH lain meningkat secara linier pada kisaran suhu produksi asap 400 – 1000 oC. Dalam pabrik pengasapan modern, bagaimanapun, adalah mungkin untuk mengendalikan proses pembakaran dan mencapai suhu produksi-asap yang diinginkan. Penggunaan generator asap eksternal memungkinkan untuk membersihkan asap dengan penyemprotan atau penyaringan sebelum asap tersebut memasuki ruang pengasapan bahan makanan. Pemerintah Republik Jerman Bersatu menetapkan batas 1 mikrogram/kg untuk konsentrasi BaP dalam produk daging asap sejak tahun 1973. Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa konsentrasi PAH dalam ikan asap umumnya lebih tinggi daripada dalam produk daging asap (Larrson, 1982).

Larrson (1982) menentukan konsentrasi PAH dalam 70 sampel ikan asap dan produk ikan. Metode kromatografi gas kapiler dengan flame ionization digunakan untuk menentukan 13 komponen PAH secara bersamaan. Dalam 19 dari 46 sampel ikan asap komersial, terutama hasil pengolahan tradisional, konsentrasi BaP melebihi 1 mikrogram/kg. Konsentrasi BaP dalam sampel dari pabrik yang menggunakan generator asap eksternal adalah di bawah 1 mikrogram/kg, tanpa kecuali. Empat dari 16 sampel ikan asap kaleng mengandung lebih dari 1 mikrogram/kg BaP. Sebuah sampel ikan hering asap dari home industry menunjukkan konsentrasi tertinggi BaP dan total PAH dalam studi ini, yaitu 11,3 dan 1100 mikrogram/kg, berturut-turut.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Jamur Pada Ikan Asap Kering

Fafioye et al. (2001) menyatakan bahwa ikan kering-asap adalah produk yang umum di pasar-pasar Nigeria. Tujuan utama metode pengawetan tradisional ini adalah memasak ikan sesegera mungkin dalam panas asap-kering guna mencegah penguraian enzimatik. Bagaimanapun, ikan kering asap masih diserang oleh mikroorganisme. Serangan serangga dan mikroorganisme ke dalam ikan kering-asap mungkin disebabkan oleh tingginya kelembaban relatif udara selama penyimpanan, minimnya fasilitas penyimpanan dan penanganan, suhu yang tidak menguntungkan dan tingginya kadar air dalam ikan bahkan setelah pengeringan. Sampel ikan asap-kering tradisional Clarias gariepinus (Burchell), Chrysichthys nigrodigitatus (Lacepede), Sarotherodon galilaeus (Trewavas), Heterotis niloticus (Cuvier) dan Heterobranchus bidorsalis (Geoffroy) telah dikumpulkan dari sebuah pasar di Nigeria dengan tujuan mengamati serangan jamur.

Baca juga :
Residu Pestisida Dalam Daging Ikan Konsumsi

Fafioye et al. (2001), berdasarkan hasil penelitian ini, menyimpulkan bahwa sampel ikan yang diinkubasi pada potato dextrose agar (PDA; agar-agar dektrosa kentang) selama 7 hari menunjukkan adanya serangan jamur. Jamur yang diisolasi dan diidentifikasi meliputi Mucor sp., Aspergillus sp., Rhizopus sp. dan Fusarium sp. Enam spesies jamur diisolasi dari Chrysichthys nigrodigitatus, lima spesies masing-masing dari Clarias gariepinus dan Heterobranchus bidorsalis dan tiga spesies masing-masing dari Sarotherodon galilaeus dan Heterotis niloticus. Aspergillus spp. adalah dominan pada kelima spesies ikan uji. Mucor spp. ditemukan pada Clarias gariepinus, Chrysichthys nigrodigitatus dan Sarotherodon galilaeus, sedangkan Fusarium spp. dijumpai pada pada Heterobranchus bidorsalis, Clarias gariepinus dan Heterotis niloticus. Jamur yang paling sering ditemukan pada spesies-spesies ikan tersebut adalah, berdasarkan urutan dari yang paling melimpah, Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus dan Mucor racemosus. Kelimpahan jamur bervariasi tergantung spesies ikan : 1,0 x 104 untuk Clarias gariepinus dan Chrysichthys nigrodigitatus, 9,0 x 103 untuk Heterobranchus bidorsalis dan 8,0 x 103 untuk Sarotherodon galilaeus dan Heterotis niloticus.

Baca juga :
Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Jamur dan Racun Aflatoksin Dalam Produk Ikan Asap

Jonsyn dan Lahai (1992) menguji 20 sampel ikan Ethmalosa sp. kering-asap dari rumah dan pasar di Njala (Sierra Leone) dan hasilnya menunjukkan adanya 4 spesies jamur Aspergilli : A. flavus Links ex Fries, A. ochraceus Wilhelm, A. tamarii Kita dan A. niger van Tieghem. Ikan segar atau ikan kering-asap yang diawetkan dengan baik tidak menunjukkan tanda-tanda kontaminasi jamur. Ekstrak ikan berjamur mengandung aflatoksin B1, G1, G2 dan ochratoxin A dengan konsentrasi bervariasi. Isolat A. flavus yang ditumbuhkan pada medium yeast extract sucrose (YES; sukrosa ekstrak ragi), menghasilkan cukup banyak aflatoksin B1 dan G1 serta sangat sedikit G2. Pada medium YES, A. ochraceus menghasilkan banyak ochratoxin A tetapi tidak membentuk asam penisilin.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda