Minggu, 28 April 2013

Pengolahan Cumi-Cumi Dengan Tekanan Tinggi dan Pendinginan

Arsip Cofa No. C 146

Senyawa-Senyawa Dalam Daging Cumi-Cumi Yang Tak Segar

Gou et al. (2010) menyatakan bahwa cumi-cumi mentah yang termasuk dalam kelas Cephalopoda merupakan salah satu makanan laut paling umum di Jepang dan Korea. Bagaimanapun, cumi-cumi mentah sangat rentan terhadap pembusukan oleh mikroba, dengan ciri khusus terbentuknya flavor tak sedap (off flavor) seperti dimetilamin (DMA), trimetilamin (TMA) dan biogenik amina (BA) selama pendinginan dan penyimpanan beku. Trimetilamin N-oksida (TMAO) direduksi menjadi DMA dan TMA melalui aktivitas enzimatik dan reaksi mikroba. Penguraian enzimatik terhadap asam-asam amino bebas menyebabkan produksi BA seperti tirosin menjadi tiramin, ornitin menjadi putrescin, lisin menjadi cadaverine, histidin menjadi histamin dan arginin menjadi agmatin. Karena TMA dan BA yang diproduksi oleh pembusukan mikrobial telah diketahui merupakan racun potensial, maka keberadaan senyawa-senyawa tersebut dalam jangka panjang bisa menimbulkan masalah kesehatan yang serius seperti kerusakan otak, gangguan jantung dan kejang perut. Kebanyakan produk cumi-cumi dipasarkan dalam bentuk beku untuk mencegah cepatnya proses pembusukan enzimatik dan mikrobial.

Baca juga :
Pendugaan Kesegaran Ikan

Mutu Cumi-Cumi Yang Ditangani Dengan Pengolahan Tekanan Tinggi

"High pressure processing” (HPP; pengolahan tekanan tinggi) merupakan teknologi pengawetan makanan non-panas yang sedang berkembang yang secara efektif menonaktifkan patogen asal-makanan pada suhu rendah. HPP mempunyai banyak kelebihan dibandingkan teknik sterilisasi dan pasteurisasi tradisional, di antaranya distribusi panas yang seragam, proses berjalan pada suhu rendah dan waktunya yang singkat. HPP saat ini digunakan untuk mengolah produk komersial seperti jus, jeli, acar dan jam. Pada tahun-tahun terakhir ini, makin banyak perhatian ditujukan pada upaya memperbaiki keamanan dan memperpanjang daya awet makanan laut dengan cara yang tidak banyak merusak mutu makanan tersebut. Dengan demikian, penerapan HPP bisa memberi keuntungan potensial dalam pengolahan makanan laut (Gou et al., 2010).

Baca juga :
Keunggulan Tepung Cumi-Cumi Dibandingkan Tepung Ikan Dalam Memperbaiki Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan dan Udang

Gou et al. (2010) melakukan studi untuk mengevaluasi pengaruh pengolahan tekanan tinggi (HPP) terhadap keamanan mikrobiologis dan mutu irisan cumi-cumi mentah selama penyimpanan dingin. Sampel irisan cumi-cumi mentah dalam kemasan vakum diberi perlakuan tekanan 200, 300 dan 400 MPa selama 20 menit. Jumlah bakteri psikrotrofik (bakteri yang tumbuh paling baik pada suhu hampir beku) dalam irisan cumi-cumi mentah yang diberi perlakuan tekanan 200, 300 dan 400 MPa berkurang sebesar 0,5, 2,5 dan > 4,7 log CFU/gram, berturut-turut. Jumlah trimetilamin (TMA) yang diproduksi dalam irisan cumi-cumi mentah berkurang 20, 33 dan 51 % pada perlakuan tekanan 200, 300 dan 400 MPa, berturut-turut, bila dibandingkan dengan kontrol. Jumlah biogenik amina (BA) dalam sampel kontrol meningkat secara nyata menjadi 1,33 sampai 1,70 mg/gram setelah 10 hari penyimpanan dingin, sedangkan jumlahnya dalam sampel cumi-cumi yang diberi perlakuan tekanan 400 MPa meningkat perlahan-lahan menjadi 1,33 mg/gram. Nilai aktivitas autolitik (penguraian-sendiri) dalam sampel cumi-cumi kontrol, perlakuan tekanan 200, 300 dan 400 MPa adalah 4,70, 2,28, 2,18 dan 1,55 nkat/gram, berturut-turut, setelah 20 hari penyimpanan dingin. HPP secara efektif menghambat pertumbuhan mikroba, pembentukan TMA dan aktivitas autolitik dalam irisan cumi-cumi mentah. Dengan demikian, HPP dapat digunakan sebagai teknik pengolahan yang efektif untuk memperbaiki keamanan mikrobilogis dan mutu makanan laut.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Keunggulan Es Kering Dibandingkan Es Air Dalam Pengawetan Cumi-Cumi

Menurut Jeyasekaran et al. (2010) cumi-cumi yang termasuk genus Loligo umumnya dianggap sebagai sumber daya laut yang lebih berharga dalam pasar dunia. Penampilan daging cumi-cumi tergantung pada kondisi lingkungan terutama suhu dan tipe pencahayaan. Pendinginan cumi-cumi dengan es air mempunyai beberapa kelemahan seperti banyaknya drip loss (kehilangan cairan jaringan akibat menetes), dagingnya alot/keras, banyak nutrisi yang hilang dan penurunan protein extractability. Cephalopoda beku terutama sontong dan cumi-cumi membentuk komponen utama ekspor produk perikanan laut India. Medium yang paling sering dipakai untuk mendinginkan adalah es air. Penggunaan es air dalam jumlah besar, apalagi di daerah tropis, meningkatkan biaya transportasi udara, selain menimbulkan masalah melelehnya es dan air yang bocor; oleh karena itu dibutuhkan metode pengesan lain. Es kering baru-baru ini memperoleh popularitas di India sebagai medium yang bagus untuk transportasi cepat ikan segar lewat udara.

Baca juga :
Daging Cumi-Cumi : Karakteristik, Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi

Jeyasekaran et al. (2010) melaporkan bahwa potongan badan cumi-cumi berbentuk tabung telah dikemas dengan 100 % (berat/berat cumi-cumi) es kering (perlakuan I), 20 % es kering dan 50 % es air (perlakuan II) dan 50 % es air (perlakuan III) dalam kantung polietilen dan disimpan dalam kotak thermocole pada suhu kamar (32 ± 2 °C) selama 24 jam. Perubahan mutu selama penyimpanan dipelajari. Suhu terendah -30,3 °C dicapai dalam perlakuan I, sedangkan suhu 15 – 16 °C dicapai dalam perlakuan II dan III pada 1 jam penyimpanan. Komposisi gas dalam kemasan pada awalnya adalah 21 % oksigen, 0,4 % karbon dioksida dan 78,1 % nitrogen dalam perlakuan I, II dan III. Selama penyimpanan 24 jam, konsentrasi tertinggi karbon dioksida sebesar 82,5 % ditemukan dalam perlakuan II. Tabung cumi-cumi segar mempunyai flora bakteri Hafnia, Pseudomonas, Bacillus, Flavobacterium dan Alcaligenes. Hafnia menyusun 74 % dari semua flora bakteri. Alcaligenes (47%), Alteromonas (30%) dan Alcaligenes (56%) adalah dominan pada tabung cumi-cumi yang disimpan dalam 100 % es kering (perlakuan I), kemasan kombinasi (perlakuan II) dan dalam 100 % es air (perlakuan III), berturut-turut. Selama penyimpanan 24 jam terlihat adanya peningkatan konsentrasi total volatile base nitrogen dan trimetilamin nitrogen, nilai-nilai asam lemak bebas tidak menunjukkan kecenderungan yang jelas dalam semua kemasan. Perlakuan I memiliki jumlah bakteri paling sedikit sedangkan perlakuan III paling banyak. Penerimaan inderawi untuk cumi-cumi yang disimpan dalam perlakuan I dan perlakuan II adalah 24 dan 18 jam, berturut-turut.

Baca juga :
Mempertahankan Mutu Ikan Dengan Pendinginan/Pengesan

Penyimpanan Cumi-Cumi Dengan Suhu Super Dingin

Mutu daging cumi-cumi menurun dengan sangat cepat setelah penangkapan. Untuk mempertahankan mutu cumi-cumi dalam periode yang lebih lama, Ando et al. (2005) melakukan penyimpanan super-dingin. Cumi-cumi Loligo edulis hidup dibunuh dan disimpan pada suhu -2 oC (super dingin) dan 5 oC (dingin). Pada selang waktu tertentu, warna luar, tekstur dan nilai-K dievaluasi. Selain itu, konsentrasi asam amino bebas, protein larut air dan protein tak larut air serta jumlah sel hidup ditentukan. Dalam sampel yang disimpan dengan metode super dingin, pemutihan permukaan luar, peningkatan nilai-nilai K dan peningkatan jumlah sel hidup terhambat. Dengan memperhatikan struktur daging, asam-asam amino bebas, tekstur dan konsentrasi protein larut air dan protein tak larut air, tidak ada perbedaan antara kedua suhu penyimpanan. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyimpanan super dingin dapat memperpanjang periode pengawetan cumi-cumi dan mempertahankan mutu yang lebih baik daripada pendinginan.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda