Jumat, 22 November 2013

Keberadaan Logam Berat di Perairan dan Biota Air

Arsip Cofa No. C 165

Keberadaan Logam Berat di Estuaria

Lincer dan Haynes (1976) menyatakan bahwa logam berat berumur sangat panjang dan dapat sangat beracun. Di dalam lingkungan estuaria, logam berat tidak dapat dimanfaatkan oleh biota air karena kekuatan ikatan kimianya sehingga logam berat ini terdaur ulang melalui rantai makanan secara terus menerus tanpa berakhir. Logam berat dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia maupun alam. Logam berat ditemukan dalam ramuan pestisida, limbah industri dan perkotaan serta limbah dari kegiatan penggalian tanah dan penambangan. Bila logam berat dimasukkan ke hulu sungai maka hanya sebagian kecil saja yang dapat ditemukan di dalam air yang meninggalkan estuaria. Konsentrasi logam berat di dekat pantai lebih tinggi daripada kosentrasinya di perairan yang lebih jauh ke arah laut. Logam berat cenderung bergabung dengan fraksi organik sedimen dasar estuaria dan tampaknya terkonsentrasi lebih banyak di lapisan permukaan sedimen daripada di dalam sedimen yang lebih dalam. Konsentrasi alami logam berat di dalam air laut mungkin lebih kecil bila dibandingkan dengan yang ada di dalam lumpur dasar. Sebagai contoh, konsentrasi kadmium hampir mencapai 0,08 ppm di air aut tetapi 130 ppm di lumpur dasar.

Lincer dan Haynes (1976) menambahkan bahwa biota estuaria, baik rumput laut, kerang, ikan maupun burung pemakan ikan, mudah menimbun logam berat. Kerang mampu menimbun logam berat sampai konsentrasi yang luar biasa. Sebagai contoh, oyster di estuaria Patuxent, Maryland, menimbun tembaga sampai melebihi 1000 ppm, di mana pada keadaan ini dagingnya tampak berwarna hijau dengan rasa tidak enak. Kadar merkuri dalam tubuh ikan di perairan tak tercemar umumnya kurang dari 0,1 ppm (berdasarkan berat basah), sedangkan sampel dari perairan tercemar memiliki konsentrasi yang lebih tinggi. Konsentrasi logam-logam berat di dalam daging kepiting komersial rata-rata adalah 21 ppm besi, 46 ppm seng, 466 ppm magnesium dan hampir 15 ppm tembaga. Berdasarkan urutan daya racun yang makin kecil terhadap biota air maka merkuri, perak dan tembaga menempati posisi teratas, diikuti oleh kadmium, seng, timah hitam, kromium, nikel dan kobal. Bagaimanapun, daya racun kadmium perlu dipertimbangkan terutama dalam hal pengaruh yang bersifat teratogenik (menimbulkan cacat) pada mamalia.

Baca juga :
Dampak Negatif Aluminium Bagi Lingkungan Hidup

Konsentrasi dan Distribusi Logam Berat Dalam Jaringan Cumi-Cumi

Miramand dan Bentley (1992) mengukur konsentrasi 11 jenis logam berat (perak, kadmium, kobal, kromium, tembaga, besi, mangan, nikel, timah hitam, vanadium dan seng) dalam jaringan dua spesies cephalopoda Eledone cirrhosa dan Sepia officinalis yang dikumpulkan dari pesisir Perancis di Selat Inggris pada bulan Oktober 1987. Jaringan cumi-cumi yang diamati adalah kelenjar pencernaan, saluran genital, jantung branchial, insang, saluran pencernaan, ginjal, otot, kulit dan cangkang. Jaringan kedua spesies cephalopoda ini menunjukkan kesamaan pola penimbunan logam berat : kelenjar pencernaan, jantung branchial dan ginjal merupakan lokasi utama penimbunan ke-11 logam berat yang diamati; kelenjar pencernaan menimbun perak, kadmium, kobalt, tembaga, besi, timah hitam dan seng; jantung branchial kaya akan tembaga, nikel dan vanadium; sedang ginjal menimbun banyak mangan, nikel serta timah hitam. Kelenjar pencernaan, yang menyumbangkan 6 – 10 % dari seluruh jaringan binatang, mengandung lebih dari 80 % konsentrasi badan total untuk perak, kadmium dan kobal serta mengandung 40 – 80 % konsentrasi badan total untuk logam-logam lain.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Logam Berat Terhadap Indra Pengecap Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa logam berat memberikan efek yang tidak lazim terhadap indra pengecap ikan. Perlakuan reseptor eksternal (indra pengecap) pada hidung ikan dengan menggunakan larutan encer Hg2+ atau Pb2+ diikuti pembilasan dengan air suling menunjukkan hasil bahwa reseptor pengecap menjadi kurang peka, baik terhadap logam berat maupun bahan kimia lain. Sekali respon tersebut diturunkan atau dihalangi oleh Hg2+ , respon tersebut tetap terhalang lebih lanjut meskipun logam berat itu sudah terbilas. Bagaimanapun, pembilasan dengan CuSO4 encer bisa memulihkan respon normal.

Baca juga :
Keberadaan Logam Berat di Perairan dan Biota Air

Logam Berat Mengganggu Proses Pematangan Sel Telur Ikan

Mommsen dan Walsh (1988) dalam Hoar et al. (1988) melaporkan bahwa logam kadmium dan tembaga diketahui tertimbun di dalam jaringan hati ikan, dan pada saat proses pematangan akhir sel telur dan penimbunan kuning telur maka logam-logam berat ini dipindah dari hati ke gonad dan ditimbun di dalam telur. Pada satu sisi hal ini merupakan cara pasif bagi ikan betina untuk mengurangi konsentrasi logam di dalam hatinya, namun pada sisi lain cara ini sangat berbahaya bagi sel telur. Tidaklah berlebihan untuk menduga bahwa dalam situasi di mana beban logam-logam berat meningkat dari konsentrasi sangat kecil menjadi konsentrasi sub letal, perpindahan logam berat ke gonad bersamaan dengan proses pematangan sel telur bisa menyebabkan penimbunan bahan beracun kuat ini di dalam sel telur. Walaupun logam berat ini sekarang tidak mempengaruhi ikan laut, keberadaannya mencemaskan bagi ikan-ikan perairan tawar dan payau di banyak bagian dunia. Komponen vitelogenin (kuning telur) itu sendiri mungkin terlibat dalam transpor logam berat dari hati ke gonad mengingat kemampuan vitelogenin dalam mengikat ion.

Mommsen dan Walsh (1988) menambahkan bahwa masalah lain bisa muncul melalui persaingan antara logam-logam berat yang ditimbun di dalam hati dengan ion-ion logam yang normalnya dipindah menuju gonad selama vitelogenesis (proses pembentukan komponen-komponen kuning telur), yakni magnesium, kalsium dan besi. Meskipun ikan dewasa dapat mengikat dan menetralkan racun logam-logam berat dengan cukup efisien melalui sintesis metalotionin di dalam hati secara spesifik, namun proses ini tidak cukup cepat untuk menghilangkan beban logam berat dari tubuh induk dan dengan demikian berpotensi meracuni sel telur. Juga karena metalotionin dirangsang di dalam hati, efektivitas sintesisnya bersaing dengan vitelogenin dan dengan demikian bisa diduga mengganggu keseimbangan arus vitelogenin ke gonad.

Baca juga :
Logam Berat Dalam Jaringan Tubuh Ikan

Pelepasan Logam-Logam Berat Oleh Diatom

Lee dan Fisher (1992) mengkultur diatom Thalassiosira pseudonana tanpa zat hara dalam kondisi gelap selama 22 hari; laju pelepasan karbon dan tujuh jenis logam diukur dengan radiotracer (pelacak radioaktif). Karbon seluler hilang lebih cepat pada suhu 18 oC dibandingkan pada suhu 4 oC karena lebih tingginya aktivitas mikroba pada suhu 18 oC. Laju kehilangan karbon berkurang setelah 7 hari. Formalin dan HgCl2 menghambat aktivitas mikroba sebagaimana ditunjukkan oleh evolusi 14CO2; keefektivan NaN3 lebih kecil. Sel diatom yang diberi perlakuan racun melepaskan 33 – 39 % karbonnya (sebagai karbon organik terlarut) dan sejumlah besar kadmium, selenium, seng dan perak. Kadmium, selenium dan seng, yang terutama dalam bentuk fraksi terlarut d dalam sel, dilepaskan dengan laju yang sama seperti laju pelepasan karbon serta dipengaruhi oleh aktivitas mikroba dan suhu. Sebaliknya, perak, amerisium, cerium dan kobalt dipertahankan oleh sel diatom yang membusuk; pelepasan unsur-unsur in lebih lambat daripada pelepasan karbon, dan suhu aktivitas mikroba tidak banyak berpengaruh terhadap laju pelepasan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadmium, selenium dan seng dengan cepat didaur ulang dari sisa-sisa plankton di perairan permukaan, sedangkan cerium, amerisium, perak dan kobalt dipindahkan dari perairan permukaan bersama tenggelamnya fitoplankton.

Baca juga :
Kondisi Logam-Logam Berat di Perairan Pesisir

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda