Senin, 21 Oktober 2013

Pengaruh Kedalaman Perairan Terhadap Ikan

Arsip Cofa No. C 155

Pengaruh Kedalaman dan Suhu Air Kolam Terhadap Pertumbuhan, Konversi Pakan, Mortalitas dan Komposisi Tubuh Ikan Nila

El-Sayed et al. (1996) mempelajari pengaruh berbagai kedalaman dan suhu air kolam terhadap pertumbuhan, pemanfaatan makanan, tingkat mortalitas dan komposisi tubuh ikan nila, Oreochromis niloticus (L.). Satu kelompok ikan, dengan ulangan 3 kali, yang terdiri dari 20 ekor (jenis kelamin campuran) per meter kubik ditebarkan ke kolam tanah seluas 200 m3 dengan empat macam kedalaman air : 50, 100, 200 dan 300 cm. Ikan diberi pakan pelet komersial (protein 23 %), dua kali sehari selama 10 bulan (Mei 1991 – Februari 1992). Suhu air berkisar dari 5 oC sampai 33 oC.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, El-Sayed et al. (1996) menyimpulkan bahwa pertumbuhan dan kelangsungan hidup secara nyata dipengaruhi oleh kedalaman air kolam dan suhu air. Perolehan berat ikan adalah paling rendah (250 gram per ikan), konversi pakan paling buruk (3,15) dan mortalitas tertinggi (41,5 %) untuk kolam dengan kedalaman 50 cm, sedangkan kolam berkedalaman 100 – 200 cm menghasilkan laju pertumbuhan terbaik pada suhu hangat (> 21 oC). Pada kedalaman 100 – 200 cm, perolehan berat ikannya meningkat secara nyata (P < 0,001) menjadi 348 – 362 gram per ikan, konversi pakan menjadi lebih baik (2,53 – 2,59 ; P < 0,01) dan mortalitas berkurang menjadi 21 – 27 % (P < 0,001). Petumbuhan ikan berkurang secara nyata (P < 0,001) di bawah suhu 21 oC. Di bawah suhu 10 oC, ikan berhenti makan dan menunjukkan stres yang parah, infeksi jamur serta mortalitas yang tinggi. Bagaimanapun, tingkat mortalitas secara nyata berkurang pada kedalaman 300 cm. Kandungan lipida dan protein tubuh ikan banyak berkurang (P < 0,001) dengan menurunnya suhu air dan kedalaman kolam, sedangkan kadar abu dalam tubuh ikan menunjukkan pola yang tidak teratur.

Baca juga
Toleransi Ikan Mujaer (Cichlidae) Terhadap Suhu

Pengaruh Kedalaman Air Kolam Terhadap Komposisi Tubuh Ikan

Ali et al. (2006) melaporkan bahwa spesimen ikan Labeo rohita , Cirrhinus mrigala , Hypophthalmicthys molitrix dan Catla catla telah disampling dari tiga kolam dengan kedalaman berbeda (152 cm, 122 cm dan 76 cm) untuk membandingkan komposisi tubuh spesies-spesies ikan tersebut dalam hubungannya dengan kedalaman kolam. Ada pengaruh nyata (P < 0,001) kedalaman kolam terhadap kandungan air, abu, bahan organik, lemak dan protein (baik berdasarkan % berat badan basah maupun kering). Terlihat bahwa kedalaman kolam memberikan pengaruh nyata (P < 0,01) terhadap faktor kondisi di kolam berkedalaman 122 cm, tetapi tidak pada kolam berkedalaman 152 dan 76 cm. Nilai rata-rata komposisi tubuh yang maksimum terlihat pada ikan Labeo rohita di ketiga kolam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa budidaya ikan di kolam dengan berbagai kedalaman air menghasilkan ikan dengan kandungan protein berbeda-beda dan hal ini diharapkan dapat membantu petani ikan untuk memilih kedalaman kolam terbaik guna memproduksi ikan yang kaya protein.

Baca juga
Budidaya Ikan Intensif : Padat Penebaran, Kualitas Air dan Penghematan Biaya

Pengaruh Kedalaman Air Kolam Terhadap Stres Gelembung Renang

Kolbeinshavn dan Wallace (1985) melaporkan bahwa pada dua percobaan terpisah, juvenil ikan Arctic charr (Salvelinus alpinus) dipelihara di kolam dengan tiga macam kedalaman air (12, 24 dan 37 cm) dan tiga macam padat penebaran (10, 50 dan 100 kg/m3). Mortalitas akibat “swim bladder stress syndrome” (SBSS sindrom stres gelembung renang) terlihat setelah 2 bulan. Kolam berair dangkal menyebabkan mortalitas yang tinggi sedangkan padat penebaran tidak mendorong timbulnya sindrom stres tersebut sampai derajat yang bisa diamati. Analisis kadar katekolamin dalam plasma darah sejumlah ikan menunjukkan peningkatan kadar dopamin pada ikan yang stres.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Kedalaman Kolam Yang Mendukung Budidaya Ikan

Boyd (1982) mengutip pernyataan bahwa kolam yang dalam dan terlindung kurang tahan terhadap masalah kehabisan oksigen terlarut daripada kolam dangkal dan terbuka. Di kolam dangkal dan terbuka, kekuatan angin cukup untuk mencegah pembentukan stratifikasi termal. Pada malam hari, oksigen, yang hanya bisa diserap kolam pada permukaan air, teraduk ke seluruh volume air. Tak hanya difusi yang menyebabkan konsentrasi oksigen lebih tinggi di kolam yang dangkal dan terbuka, hipolimnion yang menimbulkan masalah kekurangan oksigen juga tidak terbentuk. Air yang kekurangan oksigen dengan volume besar bisa menyebabkan masalah kehabisan oksigen terlarut bila secara mendadak terjadi overturn (pembalikan masa air) selama musim panas. Kedalaman ideal untuk kolam ikan tidak diketahui, tetapi diduga bahwa kedalaman maksimum kolam ikan yang terlindung sebaiknya tidak melebihi 1,2 meter.

Baca juga
Kemungkinan Memacu Pertumbuhan Ikan Dengan Memanipulasi Suhu Air

Pengaruh Kedalaman Kolam Terhadap Makanan dan Pertumbuhan Anak Ikan Karper

Ciborowska (1970) mempelajari makanan dan pertumbuhan ikan karper di dua kelompok kolam dengan padat penebaran sama tetapi kedalamannya berbeda, 0,5 atau 1 meter. Selama 4 minggu isi perut sebanyak 160 ikan dianalisis. Pada kedua kolam volume isi perut meningkat dan menjadi lebih bervariasi sejalan dengan bertambahnya waktu, dan jumlah Tendipedidae yang ditemukan dalam perut ikan meningkat. Di kolam-dangkal berat rata-rata isi perut untuk seluruh musim adalah 35,1 sampai 60,1 mg, sedangkan di kolam-dalam berat rata-ratanya adalah 7,4 sampai 16,4 mg. Ikan di kolam-dalam memakan mangsa yang lebih besar tetapi jumlahnya lebih sedikit. Berat Tendipedidae yang dimakan ikan di kolam-dangkal dan kolam-dalam adalah 27 – 35 dan 4 – 11 mg, berturut-turut. Ikan di kolam-dangkal lebih banyak memakan spesies penghuni dasar kolam. Setelah 4 minggu, sebanyak 136 sampai 178 kg anak ikan/hektar dipanen dari kolam-dangkal dan 96 sampai 155 kg dipanen dari kolam-dalam.

Pengaruh Kedalaman Habitat Terhadap Pertumbuhan Ikan Danau

Stoll et al. (2008 ) melaporkan bahwa dalam percobaan di tempat terkurung di zona litoral Danau Constance, Jerman, juvenil ikan cyprinidae menunjukkan penurunan pertumbuhan somatik secara nyata di zona eulitoral dangkal (kedalaman 0,5 meter) daripada di zona sublitoral (kedalaman 1,6 meter). (catatan : pertumbuhan somatik adalah pertumbuhan organ tubuh selain organ reproduksi). Pertumbuhan terutama berkurang untuk kelompok ikan berbadan besar dan lebar, yang menunjukkan bahwa hal ini disebabkan oleh meningkatnya stres hidrodinamik (yang diakibatkan oleh gelombang perahu dan angin), di habitat dangkal bila dibandingkan dengan habitat dalam. Faktor lain seperti suhu air dan ketersediaan makanan tampaknya berpengaruh sedikit terhadap perbedaan pertumbuhan ikan. Bagaimanapun, hasil tangkapan jaring insang di lokasi percobaan dan sekitarnya menunjukkan bahwa sebagian besar juvenil cyprinidae, termasuk spesies Abramis brama dan Leuciscus leuciscus, lebih menyukai habitat dangkal daripada habitat sublitoral yang lebih dalam. Juvenil cyprinidae di Danau Constance mungkin lebih menyukai habitat dangkal sebagai upaya menghindari predator besar yang memangsa ikan, terutama ikan perch Perca fluviatilis, meskipun hal ini menyebabkan laju pertumbuhan somatiknya berkurang. Dengan demikian juvenil cyprinidae lebih mementingkan kelangsungan hidup daripada pertumbuhan somatik.

Baca juga
Pengaruh Padat Penebaran Dalam Akuakultur

Hubungan Kedalaman Air dan Ukuran Ikan

Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa kedalaman air bisa mengubah laju pertumbuhan ikan meskipun faktor ini jarang dibicarakan ketika membahas pertumbuhan. Banyak ahli biologi yang sering menemukan fakta bahwa rata-rata ukuran ikan meningkat sejalan dengan bertambahnya kedalaman habitat ikan tersebut. Contohnya adalah bahwa di Laut Utara ukuran individu ikan sebelah tergantung, antara lain, pada kedalaman habitatnya. Kecenderungan ikan-ikan besar untuk mendiami perairan yang lebih dalam disebabkan oleh fakta bahwa laju metabolisme rutin menurun dengan makin dalamnya perairan karena suhu airnya lebih rendah.

Hubungan Kedalaman Habitat Ikan Dengan Efek pH

Baines (1974) telah mempelajari pengaruh perubahan pH terhadap keseimbangan oksigen sel darah merah ikan Scorpaena guttata dan tujuh spesies Sebastes (Teleostei : Scorpaenidae) dari pesisir California. Suspensi sel darah merah diseimbangkan dengan berbagai konsentrasi oksigen di dalam sebuah alat tonometer gas mengalir (flowing gas tonometer) dan persen kejenuhan diukur secara fotometrik pada Soret band. Penelitian ini berkaitan dengan efek Root, yaitu penurunan kapasitas pengikatan oksigen dalam darah ketika tekanan parsial oksigen tinggi dan pH rendah. Hasilnya menunjukkan bahwa besarnya efek Root bervariasi secara konsisten dengan kebutuhan mekanisme pengisian gelembung renang. Ikan yang hidup menetap di dasar perarian dangkal mengalami efek pH yang lebih kecil sedangkan ikan aktif penghuni perairan dalam mengalami efek pH yang lebih besar. Scorpaena guttata, yang tidak memiliki gelembung renang, menunjukkan bahwa ia mengalami efek pH paling kecil.

Hubungan Kedalaman Habitat Dengan Gelembung Renang Ikan

Baines (1974) menyatakan bahwa daya apung kebanyakan ikan teleostei dipertahankan oleh gelembung renang yang diisi gas yang berasal dari darah. Oksigen merupakan gas utama yang dipindahkan dari darah ke dalam gelembung renang. Dengan demikian, darah dan oskigen berperanan penting dalam mempertahankan kesiembangan hidrostatik, terutama pada ikan penghuni habitat yang dalam, yang harus mempertahankan volume gelembung renang pada tekanan tinggi, dan pada ikan yang melakukan migrasi vertikal, yang harus menyesuaikan volume gelembung renang dengan tekanan yang berubah-ubah.

Kedalaman habitat suatu spesies ikan dan pola aktivitasnya berkaitan dengan perbedaan interspesifik daya ikat (afinitas) darah terhadap oksigen. Sebagai contoh, ikan laut-dalam dengan sebuah gelembung renang membutuhkan mekanisme untuk melepaskan oksigen dari darah pada tekanan parsial yang relatif tinggi untuk mengisi gelembung renangnya. Akan tetapi, spesies yang hidup bersamanya tanpa memiliki gelembung renang hanya perlu melepaskan oksigen pada tekanan parsial rendah untuk memasok respirasi jaringan (Baines, 1974).

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda