Senin, 28 Oktober 2013

Kultur Daphnia : Pengaruh Faktor Lingkungan

Arsip Cofa No. C 157

Biologi Daphnia

Dinges (1982) menyatakan bahwa Daphnia adalah krustasea pemakan-penyaring dengan panjang sekitar 1 – 3 mm yang ditemukan di kolam dan danau di seluruh daerah beriklim sedang dan, sampai batas-batas tertentu, di daerah subtropis dan daerah arktik (kutub). Daphnia termasuk famili daphnidae. Tiga spesies penghuni kolam, yaitu Daphnia pulex Leydig, Daphnia magna Straus dan Daphnia similis Clauss (sub genus Ctenodaphnia) sangat sesuai untuk budidaya masal terkendali.

Struktur fisiologis Daphnia yang memungkinkan mereka dapat memperbaiki kualitas air adalah lima pasang kaki toracik yang dipenuhi tonjolan mirip rambut-rambut halus. Alat gerak ini memungkinkan Daphnia untuk menyaring material tersuspensi dari air. Gerakan kaki yang cepat menciptakan arus air yang mengalir melalui sebuah celah menuju ke mulut. Partikel-partikel seperti alga, bakteri, protozoa, detritus dan lain-lain dikumpulkan ketika partikel-partikel tersebut terbawa arus air menuju mulut. Partikel padat dipecah menjadi butiran-butiran halus oleh struktur mandibular (rahang bawah) yang berperanan dalam penelanan makanan. Makanan didorong melalui saluran pencernaan makanan dan material yang tak tercerna dibuang melalui anus. Daphnia memiliki sebuah mata majemuk yang terletak di tengah-tengah kepala. Jantung, yang terletak di daerah punggung bagian atas, mendistribusikan darah ke seluruh bagian tubuh. Daphnia berenang dengan bantuan antena yang bercabang-cabang; hewan ini merupakan perenang lamban (Dinges, 1982).

Peranan Partenogenesis Dalam Reproduksi Daphnia

Menurut Dinges (1982) suatu populasi Daphnia pada kondisi lingkungan yang sesuai hampir selalu hanya terdiri dari betina partenogenetik. Betina-betina ini dapat menghasilkan anak tanpa kehadiran hewan jantan. Pada kondisi lingkungan yang menguntungkan, anak yang dihasilkan juga berjenis kelamin betina partenogenetik. Pembentukan sebuah populasi yang dimulai oleh seekor betina partenogenetik mengikuti proses-proses berikut. Telur-telur dari ovari akan dikeluarkan; telur ini lalu memasuki tuba falopii dan terus ke ruang pengeraman. Telur akan menetas dan dalam waktu yang singkat hewan muda dikeluarkan dari tubuh induknya; rupa hewan muda ini mirip seperti induknya. Induk tadi mengelupaskan kulit tubuhnya ketika ia melahirkan sementara makin banyak telur yang disimpan dalam ruang pengeraman. Tubuh Daphnia induk membesar sebelum kulit tubuhnya yang baru mengeras. Kulit tubuhnya ini tersusun dari kitin, sejenis polisakarida komplek yang tahan terhadap penguraian oleh bakteri. Kulit lama yang telah dibuang akan tenggelam ke dasar perairan.

Dinges (1982) melaporkan bahwa pengamatan terhadap Daphnia similis yang dipelihara dalam botol kultur menunjukkan bahwa seekor induk menghasilkan anak setelah berumur enam hari. Sebanyak empat puluh ekor Daphnia mungkin dihasilkan dalam satu kali pengeraman. Satu populasi yang dihasilkan oleh satu ekor betina partenogenetik disebut “clone”. Reproduksi partenogenetik memungkinkan untuk memilih individu dengan sifat yang dikehendaki dan menghasilkan satu “clone” dengan sifat genetik semua anggotanya hampir identik satu sama lain.

Faktor Fisika-Kimia Yang Mempengaruhi Produksi Kultur Daphnia

Dinges (1982), berdasarkan studi literatur, meringkaskan kisaran faktor-faktor fisika dan kimia bagi produksi Daphnia magna dan Daphnia pulex. Peningkatan populasi Daphnia terjadi pada kondisi berikut : suhu 12 – 20 oC, pH 7 – 8,5 , konsentrasi oksigen terlarut 0,5 – 10 mg/liter, H2S 0 – 0,4 mg/liter, NH4+ 0 – 17 mg/liter, NO2- 0 – 8 mg/liter dan konsentrasi bakteri 104 – 105/ml. Kedua spesies tumbuh subur bila pH kurang dari 8. Daphnia pulex hidup paling baik pada pH di bawah 8 dan konsentrasi amonia kurang dari 1 mg/liter. Amonia (NH3) merupakan racun bagi Daphnia pada pH tinggi. Nilai pH air media kultur harus dikontrol untuk mencegah penguraian amonia. Daphnia dapat mentoleransi hidrogen sulfida (H2S) sampai konsentrasi 3 mg/liter tetapi sebaiknya konsentrasi senyawa ini kurang dari 0,4 mg/liter. Pengadukan dan pengaerasian air media kultur secara pelan-pelan harus dilakukan untuk menghilangkan sulfida (S2-). Daphnia peka terhadap logam berat dan beberapa jenis bahan organik sintetis. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa kematian populasi Daphnia ketika mendekati musim panas disebabkan oleh meningkatnya suhu air (lebih dari 27 oC). Fotoperiod (panjang siang hari) merupakan faktor lingkungan penting yang mempengaruhi Daphnia. Akibat terkena cahaya matahari dalam jangka waktu lama adalah membludaknya produksi alga fitoplankton yang menyebabkan tingginya pH dan cepatnya penguraian amonia.

Menurut Dinges (1982), seekor induk Daphnia similis yang dipelihara dalam botol kultur menghasilkan sekelompok anak setiap hari. Betina muda menghasilkan anak setelah berumur enam hari. Populasi Daphnia dibatasi oleh pemangsaan dan pasokan makanan pada kondisi alami. Kepadatan populasi bisa mencapai dua atau tiga ribu ekor per liter pada kondisi yang menguntungkan.

Baca juga
Variasi Keragaman, Kelimpahan dan Komposisi Spesies Zooplankton

Pengaruh Kesadahan dan Jenis Makanan Terhadap Produktivitas Daphnia

Lewis dan Maki (1981) mempelajari pengaruh makanan dan kesadahan air, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama, terhadap produktivitas Daphnia magna dalam uji laboratorium. Jumlah individu muda pada hari pertama reproduksi, jumlah total individu muda dan jumlah generasi adalah lebih banyak sejalan dengan meningkatnya kesadahan. Pada uji maksimum kesadahan 350 mg/liter (sebagai CaC03), produksi individu muda sekitar 65 % lebih banyak dibandingkan pada kesadahan terendah 50 mg/liter (sebagai CaC03). Selain itu, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kematangan seksual adalah sekitar satu hari lebih singkat dalam air kultur yang lebih sadah. Daphnid yang diberi pakan kombinasi alga hijau, pakan ikan trout dan alfalfa kering adalah tiga kali lebih produktif daripada daphnid yang hanya memakan alga atau hanya pakan trout dan alfalfa. Kombinasi pakan yang diperkaya-alga dan media kultur yang bersifat sadah menghasilkan produktivitas optimal.

Baca juga
Pengaruh Suhu Terhadap Krustasea

Pengaruh Jumlah Pakan Induk Daphnia Terhadap Produksi dan Ukuran Anaknya

Cox et al. (1992) melaporkan bahwa dengan memanipulasi jumlah makanan untuk induk, maka jumlah dan ukuran anak Daphnia magna bisa dimodifikasi. Jumlah makanan induk diatur dengan cara mempertahankan volume air media dan makanan (Chlorella) agar konstan, tetapi jumlah Daphnia per wadah bervariasi. Pada kepadatan rendah, anak Daphnia yang diproduksi setiap induk adalah lebih banyak namun lebih kecil dibandingkan pada kepadatan tinggi; pada yang terakhir ini anak yang diproduksi per induk lebih sedikit namun lebih besar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontrol yang cermat terhadap jumlah makanan induk Daphnia harus dilakukan untuk memperoleh anak Daphnia yang seragam.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Respon Daphnia Terhadap Keterbatasan Makanan

Gliwicz (2010) dalam Likens (2010) melaporkan bahwa data eksperimen mengenai laju pertumbuhan spesies-spesies Daphnia yang berbeda ukuran dan dikultur dengan konsentrasi makanan berbeda-beda menunjukkan bahwa ambang batas konsentrasi makanan adalah lebih rendah untuk spesies berbadan besar daripada untuk spesies berbadan kecil. Percobaan lebih lanjut membuktikan bahwa ambang batas konsentrasi makanan adalah lebih rendah untuk individu tua daripada untuk Daphnia muda. Dari hasil percobaan ini disimpulkan bahwa (1) Daphnia tua lebih unggul dalam bersaing daripada individu muda, (2) juvenil Daphnia yang rentan terhadap kelaparan akan menghilang dari persaingan, dan (3) bila menghadapi ancaman kelaparan yang hebat, individu dewasa akan menghentikan reproduksi atau membuat investasi yang lebih besar untuk setiap anaknya dengan cara memproduksi lebih sedikit telur per periode sehingga setiap anak memperoleh alokasi sumberdaya yang lebih banyak. Hal ini akan menghasilkan populasi tunggal berisi individu berumur panjang di mana individu-individu muda akan tersingkirkan melalui persaingan intraspesifik yang hebat.

Baca juga
Struktur Komunitas dan Dinamika Populasi Plankton

Pengaruh Air Bekas Budidaya Ikan Terhadap Pertumbuhan dan Fekunditas Daphnia

Tatrai dan de Bernardi (1992) meneliti pengaruh air bekas pemeliharaan anak ikan cyprinidae terhadap pertumbuhan dan fekunditas Daphnia obtusa. Mereka menyimpulkan bahwa pergeseran ketersediaan makanan yang berhubungan dengan adanya ikan akan mengubah laju pertumbuhan Daphnia obtusa. Pertumbuhan dan fekunditas daphnidae meningkat ketika dipelihara di dalam air bekas akuarium anak ikan cyprinidae, tetapi menurun dengan bertambahnya umur ikan tersebut. Dampak ikan secara tak langsung ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan alga dan konsentrasi metabolit yang membantu pertumbuhan alga.

Pengaruh Tumbuhan Air Terhadap Kelimpahan Daphnia

Irvine et al. (1990) mempelajari hubungan antara tumbuhan air tipe-tenggelam dengan komunitas mikrokrustasea dan rotifera selama periode tiga tahun di serangkaian kolam eksperimen, yang dibuat dengan memanfaatkan parit drainase. Dalam penelitian ini juga dilakukan pendugaan kelimpahan musiman dan distribusi-ruang. Kolam eksperimen ditumbuhi berbagai jenis vegetasi, yang didominasi oleh Ceratophyllum demersum atau Stratiotes aloides dan hal ini berpengaruh terhadap komunitas binatang kolam. Peningkatan biomas Ceratophyllum berhubungan dengan peningkatan kelimpahan entomostraca yang berasosiasi dengan tumbuhan air, sedangkan peningkatan biomas Stratiotes menyebabkan penurunan secara umum kelimpahan binatang yang berasosiasi dengan tumbuhan air. Peningkatan biomas kedua spesies tumbuhan air ini menyebabkan penurunan kelimpahan Daphnia, tetapi dengan derajat yang berbeda.

Baca juga
Pemangsaan Terhadap Daphnia (Cladocera)

Pengaruh Volume Media Kultur dan Kepadatan Induk Terhadap Produksi Anak Daphnia

Martínez-Jerónimo et al. (2000) menyatakan bahwa anak baru-lahir Daphnia magna banyak digunakan untuk bioesei dalam toksikologi akuatik. Walaupun spesies ini dijadikan sebagai rujukan seluruh dunia dalam studi ekotoksikologi, namun penelitian tersebut bila diulangi memberikan hasil yang berbeda-beda akibat perbedaan dalam hal kondisi pemeliharaan induk Daphnia. Telah dilakukan penelitian mengenai efek gabungan antara kepadatan betina partenogenetik dewasa dan volume kultur terhadap fekunditas total. Mikroalga hijau Scenedesmus incrassatulus digunakan sebagai pakan (kepadatan alga 1,3 x 106 sel/ml). Segera setelah reproduksi dimulai, anak yang dihasilkan dihitung setiap hari dan dipindahkan untuk menghindari efek berdesakan. Percobaan dilakukan selama 40 hari. Jumlah total maksimal anak per betina, yaitu 832 dan 755 anak, diperoleh untuk kepadatan induk berturut-turut 5 dan 10 ekor per liter (dalam percobaan ini satu ekor betina dewasa per wadah kultur yang bervolume 200 dan 100 ml). Bila volume media kultur ditambah, meskipun kepadatan induk betina berkurang, fekunditas berkurang dan juga jumlah total anak yang diproduksi per betina berkurang. Untuk memperoleh produksi anak Daphnia yang optimal, betina partenogenetik sebaiknya dikultur sendiri-sendiri dengan volume air sedikit (100 atau 200 ml).

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda