Jumat, 25 Oktober 2013

Kematian Ikan Akibat Saprolegnia

Arsip Cofa No. C 156

Morfologi Jamur Saprolegniaceae

Anggota-anggota famili ini sebagian besar hanya dapat hidup di lingkungan perairan, tetapi kebanyakan spesies hidup di tanah. Berlawanan dengan pendapat para ilmuwan masa dahulu, kebanyakan jamur ini hidup saprofit pada serasah tumbuhan dan sedikit yang hidup pada bangkai binatang. Hanya beberapa spesies Achlya dan Saprolegnia yang kadang-kadang menyebabkan kematian anak-anak ikan dan telur ikan pada hatchery. Beberapa spesies Aphanomyces dan satu atau dua genus lainnya hidup parasit pada alga, akar tumbuhan tingkat tinggi atau pada binatang air.

Sekitar separuh genus memiliki oogonium yang berisi satu telur, tetapi sebagian besar genus dari famili ini memiliki oogonium yang bertelur-banyak. Jumlah telur per oogonium bervariasi dari 2 atau 3 sampai 50. Pada proses pembuahan telur, inti sperma – satu untuk setiap telur – masuk biasanya melalui tabung konjugasi yang menembus dinding oogonium dari antheridium. Pada beberapa kasus meskipun mempunyai antheridium namun tampaknya tidak ada lubang masuk bagi inti sperma sehingga telur berkembang secara partenogenetik. Oospora mungkin bertunas menjadi tabung tunas (germ tube) yang menghasilkan miselium baru. Pada Thraustotheca primoachlya Coker & Couch oospora yang sedang bertunas mungkin membelah diri menjadi beberapa spora internal atau spora internal ini dibentuk di dalam tabung tunas yang tumbuh keluar melalui celah-celah pada dinding oogonium (Coker & Couch, 1924). Ziegler (1948) mempelajari pertunasan 26 spesies dari famili ini yang mewakili 6 genus dan menemukan 4 tipe berikut ini. (1) “Sebuah tabung tunas dibentuk, dengan sebuah sporangium di puncaknya”; (2) “tabung tunas menghasilkan sebuah miselium yang sedikit bercabang dengan sebuah sporangium pada puncak hifa utama atau pada sebuah cabang”; (3) “tabung tunas primer membentuk sebuah miselium bercabang”; (4) “tabung tunas primer membentuk sebuah hifa panjang yang tak bercabang”.

Tampaknya bentuk zoospora primitif berupa seperti buah pear dengan dua flagela anterior yang sama panjang. Zoospora primer semacam ini hanya dibentuk oleh dua spesies Pythiopsis. Kebanyakan spesies dari ordo ini bersifat dimorfik (memiliki dua macam bentuk). Spesies-spesies lainnya menunjukkan berbagai modifikasi bentuk dimorfik ini.

Zoosporangia dibentuk pada ruas terakhir hifa, tetapi kadang-kadang dibentuk berderet satu di belakang yang lain. Ketika zoospora dilepaskan maka zoosporangium baru akan muncul, kadang-kadang lima atau enam kali. Pada kasus lain zoosporangia baru dibentuk pada cabang-cabang hifa. Biasanya mereka berbentuk ramping , seperti hifa penyokong, atau ujungnya membulat atau bulat telur. Pada kondisi kultur tertentu, hifa mungkin membentuk bulatan-bulatan zoosporangium yang berderet seperti rantai, yang masing-masing memiliki sebuah lubang pengeluaran di dekat ujungnya. Pada kondisi tertentu, zoosporangia membulat menjadi spora istirahat yang berdinding tebal atau chlamydiospora.

Biasanya zoospora terlepas setelah bagian atas zoosporangium melunak. Pada Saprolegnia, Leptolegnia dan Isoachlya zoospora primer berenang menjauh segera setelah dilepaskan kemudian mengkista pada jarak tertentu dari zoosporangium. Pada Achlya, Aphanomyces dan beberapa genus lain, zoospora primer mengkista segera setelah dilepaskan kemudian membentuk sebuah bola berisi sel-sel yang menghasilkan zoospora sekunder. Pada Thraustotheca dan genus lainnya zoospora primer mengkista di dalam zoosporangium dan ketika zoopsorangium pecah spora yang telah mengkista tadi keluar dan kemudian membentuk spora sekunder. Pada Dictyuchus spora yang telah mengkista berbentuk segi-banyak dan bertunas di dalam zoosporangium menjadi tabung pendek yang menembus keluar dinding zoosporangium, jadi bisa langsung melepaskan zoospora sekunder secara individu. Pada Aplanes dan Geolegnia dan beberapa genus lainnya spora primer yang telah mengkista bertunas menjadi tabung tunas di dalam zoosporangium atau setelah zoosporangium ini pecah. Pada berbagai kondisi kultur, individu-individu dari satu spesies Saprolegnia atau Achlya mungkin bisa dirangsang untuk membentuk zoospora dengan cara seperti yang ditempuh oleh Saprolegnia, Achlya, Thraustotheca atau Aplanes, yang menunjukkan bahwa modifikasi-modifikasi cara pembentukan zoospora ini tidak harus diikuti. Hal ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa Salvin (1942) telah berhasil mengawinkan Thraustotheca clavata (de Bary) Humphrey dengan Achlya flagellata Coker; yang pertama menghasilkan anteridium dan yang terakhir memproduksi oogonium. Oospora yang dihasilkan dari perkawinan ini tidak dapat membentuk tunas melalui metode yang dicobakan.

Aphanomyces mempunyai zoosporangium yang ramping tetapi hanya memiliki saru deretan tunggal zoospora yang proses pelepasannya sama seperti pada Achlya. Oogonium hanya memiliki satu telur saja. Spesies dari genus ini bersifat parasit pada alga dan pada akar tumbuhan tingkat tinggi, di mana mereka bisa menyebabkan akar menjadi busuk, juga memparasiti binatang air, terutama krustasea. Aphanomyces acinetophagus ditemukan pada sejenis protozoa air tawar. Agak sulit dibedakan dari Aphanomyces adalah Hydatinophagus yang memparasiti rotifera. Genus lain yang berkerabat dekat dengannya adalah Sommerstorffia yang juga parasit pada rotifera dan memiliki cabang-cabang mirip paku untuk mencengkeram tubuh inangnya. Plectospira bersifat parasit pada akar tumbuhan dan mirip dengan Aphanomyces kecuali bahwa ia memproduksi sekumpulan hifa dengan bentuk lembaran-lembaran kecil yang tampaknya berfungsi sebagai tempat penyimpanan tambahan sebagian zoosporangia, seperti yang dijumpai pada beberapa spesies dari genus Pythium. Oogonium hanya memiliki sebutir telur tetapi tanpa periplasma (plasma tepi) dan dikelilingi oleh banyak antheridia, sampai lebih dari 50, tetapi hanya sedikit antheridia yang berkembang penuh. Leptolegnia mirip dengan Aphanomyces dalam hal hifa yang berbentuk ramping dan zoosporangium yang juga ramping dengan sederet zoospora serta dalam hal oogonium yang hanya membentuk satu telur saja. Ia berbeda dalam hal zoospora primer yang berenang menjauh segera setelah dilepaskan dan membentuk kista pada jarak tertentu dari zoosporangium seperti pada Saprolegnia.

Baca juga
Jamur Dalam Ekosistem Perairan dan Penyakit Yang Ditimbulkannya

Faktor Pendorong Infeksi Saprolegnia

Brown and Bruno (2002) dalam Woo et al. (2002) menyatakan bahwa jenis jamur yang paling penting, terutama berkaitan dengan dampaknya terhadap telur dan ikan matang gonad, adalah Saprolegnia, di antaranya adalah Saprolegnia diclina. Saprolegnia diclina dibagi menjadi 3 subspesies berdasarkan morfologi oogonianya. Saprolegnia diclina tipe 1 menginfeksi ikan salmonidae dan bersinonim dengan Saprolegnia parasitica. Tipe 2 hidup sebagai parasit pada ikan air tawar selain salmon dan trout. Tipe 3 seluruhnya bersifat saprofit.

Brown and Bruno (2002) dalam Woo et al. (2002) melaporkan bahwa infeksi jamur air pada telur, anak ikan dan ikan besar merupakan masalah yang banyak dijumpai pada ikan budidaya. Kondisi berdesakan, stres penanganan, perubahan suhu, peningkatan konsentrasi bahan organik dalam air budidaya, parasit serta proses kematangan gonad meningkatkan peluang terjadinya infeksi Saprolegnia. Kematian sampai 50 % ikan catfish budidaya terjadi selama musim dingin yang hebat di Amerika Serikat dengan kerugian ekonomi tahunan mencapai US $ 40 juta pada tahun 1994. Berdasarkan hasil tangkapan komersial ikan Atlantic Menhaden (Brevoortia tyrannus), 80 % populasi ikan ini menderita “ulcerative mycosis” (luka akibat jamur), hingga menimbulkan kerugian ekonomi senilai kira-kira US $ 27 juta per tahun. Di Jepang kematian ikan coho salmon budidaya tiap tahun bisa melebihi 50 % . Saprolegnia sp telah diisolasi dari ikan Atlantic salmon, rainbow trout, brown trout, Arctic charr (Salvelinus alpinus) dan coho salmon. Di Jepang S.parasitica dan S. diclina menyebabkan kematian ikan pada budidaya rainbow trout, coho salmon dan ikan ayu (Plecoglossus alivelis). Infeksi S. diclina telah dilaporkan terjadi pada ikan rainbow trout yang sedang memijah di Taiwan.

Infeksi umumnya hanya terjadi akibat perubahan faktor lingkungan, melemahnya kekebalan atau ikan terkena jamur. Hubungan antara kematangan gonad dan peningkatan infeksi jamur disebabkan oleh kerusakan kulit akibat aktivitas pemijahan. Kerentanan terhadap saprolegniasis bisa juga berkaitan dengan meningkatnya kadar kortisol dan hormon-hormon reproduksi tertentu. Diduga bahwa penurunan suhu air mengurangi jumlah sel lendir sehingga kista Saprolegnia lebih mudah menempel dan berkembang biak pada tubuh ikan (Brown and Bruno, 2002 dalam Woo et al. , 2002).

Baca juga
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur

Kondisi Yang Mendukung Terjadinya Saprolegniasis

Menurut Jadhav (2008) jamur air famili Saprolegniaceae memiliki beberapa genus yang menyebabkan banyak jenis penyakit yang menginfeksi dan membunuh ikan, baik telur, larva, anak maupun ikan dewasa. Genus-genus tersebut adalah Saprolegnia sp., Achlya sp dan Branchiomyces sp. Meskipun beberapa spesies jamur dalam famili ini merupakan patogen primer (misal Saprolegnia parasitica), namun sebagian besar (misal, Saprolegnia diclina dan Saprolegnia saprolytica) menyebabkan penyakit hanya bila sebelumnya ikan menderita sakit, luka mekanis atau stres lingkungan. Saprolegniasis merupakan penyakit jamur pada ikan dan telur ikan yang umumnya disebabkan oleh spesies Saprolegnia. Jamur ini banyak terdapat dalam air tawar atau payau dan dapat tumbuh pada kisaran suhu 32 – 95 oF tetapi tampaknya lebih menyukai suhu 59 – 86 oF.

Penyakit saprolegniasis akan menyerang luka yang ada pada tubuh ikan dan dapat menular ke jaringan yang sehat. Kualitas air yang buruk (misal, air dengan sirkulasi kurang, konsentrasi oksigen terlarut rendah atau kadar amonia tinggi) dan konsentrasi bahan organik yang tinggi, termasuk adanya telur-telur mati, sering berhubungan dengan infeksi Saprolegnia. Keberadaan bakteri Columnaris atau parasit eksternal juga bisa memicu serangan Saprolegnia. Saprolegniasis menyebabkan mortalitas ikan yang sangat tinggi. Ikan berukuran lebih dari 1 kg di kolam dengan kondisi berdesakan sangat rentan terhadap saprolegniasis musim dingin. Oleh karena itu penyakit ini memiliki arti penting ekonomi yang besar (Jadhav, 2008).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Saprolegniasis dan Kematian Ikan

Bruno et al. (2011) dalam Woo and Bruno (2011) menyatakan bahwa penyakit jamur pada ikan sulit dicegah dan ditangani, terutama dalam sistem budidaya air tawar intensif, dan menduduki peringkat kedua setelah penyakit bakterial sebagai penyebab utama kerugian ekonomi akuakultur. Infeksi Saprolegnia spp. pada ikan budidaya biasanya bersifat kronis tetapi terus-menerus; bagaimanapun terjadi infeksi Saprolegnia secara dramatis sejak pelarangan penggunaan malasit hijau. Saprolegnia parasitica telah diidentifikasi dari banyak ikan dan dianggap merupakan patogen penting. Saprolegniasis dilaporkan menyerang budidaya ikan di Indonesia dan India. Mortalitas yang tinggi, akibat infeksi Saprolegnia parasitica, terjadi pada berbagai spesies ikan karper yang dibudidayakan di kolam dan pada ikan silver carp (Hypophthalmichthys molitrix) yang dibudidayakan di kurungan. Infeksi oleh jamur ini menyebabkan kematian pada ikan karper dan karper India (Labeo rohita) selama musim dingin ketika air banyak mengandung bahan organik. Ikan betok (Anabas testudineus) dari sungai di India dilaporkan terinfeksi Saprolegnia parasitica. Spesies ikan hias air tawar tropis yang biasa hidup di perairan bersuhu 23 oC juga menunjukkan gejala-gejala klinis saprolegniasis; ikan hias tersebut mencakup Plecostomus spp. dan platyfish Meksiko (Xiphophorus maculatus).

Bruno et al. (2011) dalam Woo and Bruno (2011) mendaftar kasus-kasus kematian ikan akibat Saprolegnia. Dilaporkan bahwa Saprolegnia telah diisolasi dari ikan sidat dan lamprey sungai (Lampetra fluviatilis). Elver atau larva sidat Anguilla anguilla yang dibudidaya intensif di kolam air hangat mengalami banyak kematian akibat Saprolegnia sp. Telur ikan karper liar di Rusia banyak yang mati akibat Saprolegnia sedangkan di Amerika Serikat jamur Saprolegnia ini telah diisolasi dari ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) yang menyebabkan kematian masal selama bulan-bulan musim dingin. Saprolegniasis juga menyerang budidaya ikan sturgeon Atlantik (Acipenser oxyrhynchus) pada saat pemijahan dan budidaya juvenil ikan kakap (Lates calcarifer) di Australia. Di Nigeria banyak jenis jamur yang mencakup Achlya, Aphanomyces dan Saprolegnia telah ditemukan pada berbagai jenis ikan air tawar. Di sini juga dilaporkan bahwa mata ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dibudidayakan di hatchery terinfeksi oleh Myxosoma dan Saprolegnia sp. Anak ikan mujaer (Oreochromis mossambicus), yang dibudidayakan di Afrika Selatan, dilaporkan menjadi inang umum bagi Saprolegnia sp. Di Brazil ikan belanak perak (Mugil curema) yang diaklimatisasi-ulang dalam air tawar rentan terhadap Saprolegnia sp. Spesies ikan belanak lain, yaitu Liza abu, dan ikan karper yang dikultur di Irak terinfeksi oleh Saprolegnia ferax dan Saprolegnia terrestris.

Baca juga
Metode Pengukuran Pertumbuhan Jamur

Penyakit Jamur Pada Ikan dan Telur Ikan

Hoffman (1969) menyatakan bahwa spesies jamur dari genus Saprolegnia biasanya dikaitkan dengan penyakit jamur pada ikan dan telur ikan, meskipun Achlya, Aphanomyces, Leptomitus dan Pythium juga dilaporkan menyerang ikan dan telurnya. Penyakit jamur pada ikan ini seringkali dianggap sebagai akibat sekunder setelah ikan mengalami luka, tetapi sekali jamur mulai tumbuh pada ikan maka lukanya akan makin parah dan bisa membawa ke kematian kecuali bila diobati. Jamur sering menyerang telur ikan yang mati dan kemudian menular ke telur-telur di sekitarnya yang masih hidup lalu membunuhnya; dengan demikian jamur menyumbangkan salah satu penyakit yang paling penting pada telur ikan. Jamur ini tumbuh pada berbagai jenis bahan organik yang sedang membusuk dan tersebar luas di alam. Kehadiran jamur pada ikan dan telur ikan ditandai oleh adanya bercak putih seperti kapas yang makin membesar dan terdiri dari sekumpulan miselium benang (hifa) tak bersekat yang masing-masing berdiameter sekitar 20 mikron. Dengan pembesaran lemah, benang jamur yang sudah tua mungkin terlihat ujungnya membesar seperti bulatan lonjong yang berisi zoospora berflagel. Zoospora ini nantinya melepaskan diri dan akan menginfeksi ikan atau telur ikan lainnya.

Serangan Saprolegnia Pada Telur Ikan

Jalilpoor et al. (2006), berdasarkan studi pustaka, menyatakan bahwa infeksi jamur merupakan salah satu faktor utama penyebab mortalitas dan kerugian ekonomi pada industri budidaya ikan, terutama pembenihan/hatchery. Kontaminasi oleh Saprolegnia spp. makin banyak diketahui sebagai patogen penting pada ikan estuaria; genus jamur ini tersebar di seluruh dunia dan lebih dari 85 spesies jamur ini telah dketahui mengganggu biota perairan tawar alami maupun budidaya. Jamur ini juga menyerang telur ikan sturgeon dan intensitas serangannya sering meningkat bila sebelumnya terjadi infeksi virus. Infeksi sering terjadi segera setelah telur ikan ada di dalam air (bahkan sebelum fertilisasi pada kasus air yang terkontaminasi jamur tersebut). Begitu mapan, jamur ini dapat menyebar dengan cepat ke telur-telur yang sehat hingga menyebabkan kematian semua telur yang ada dalam satu wadah atau satu unit.

Jalilpoor et al. (2006) melakukan studi untuk mendokumentasikan kisaran serangan Saprolegnia pada kondisi hatchery praktis budidaya ikan sturgeon di Iran di mana jutaan telur dierami secara serentak. Lima perangkat inkubator skala besar dipantau; laju fertilisasi dan persentase telur yang dipengaruhi oleh jamur dianalisis pada akhir periode pengeraman. Disimpulkan bahwa ada hubungan antara kualitas telur (yang ditentukan berdasarkan tingkat fertilisasi dan mortalitas) dengan daya infeksi jamur. Mortalitas akibat jamur ini diperkirakan sebesar 7 sampai 22 % pada kondisi yang dipelajari.

Baca juga
Ekologi Jamur Air

Formalin Untuk Mengurangi Kematian Ikan Akibat Saprolegnia

Geiseker et al. (2006) melaporkan bahwa formalin telah digunakan untuk mengobati infeksi jamur pada telur ikan, tetapi kemampuannya untuk mengurangi mortalitas ikan yang terkena infeksi jamur belum dibuktikan dengan jelas. Infeksi eksperimental telah dirangsang dengan abrasi (pengikisan permukaan tubuh ikan), stres suhu dan pemaparan ikan terhadap jamur dengan tujuan mengevaluasi kemampuan formalin dalam mengurangi kematian ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) yang terinfeksi Saprolegnia parasitica (ATCC 22284). Ikan trout ini dibius dan dikikis permukaan tubuhnya dengan teknik abrasi terkendali. Stres suhu dilakukan bersamaan dengan pemaparan ikan terhadap jamur, yaitu dengan cara memindahkan ikan dari suhu aklimasi (15 ± 2 °C) ke suhu tinggi (22 ± 2 °C) yang airnya mengandung Saprolegnia parasitica selama 4 jam. Setelah dipaparkan terhadap jamur, ikan didistribusikan secara acak ke 16 tangki eksperimen (3 ikan/tangki). Empat dosis perlakuan (larutan formalin 0, 50, 100 dan 150 ppm) dievaluasi. Ikan diberi tiga perlakuan selama 1 jam: pada hari pertama, 1 jam setelah dipaparkan terhadap jamur, dan kemudian pagi hari ke-3 dan ke-5. Tingkat infeksi adalah 100 % untuk keempat perlakuan tersebut. Persen mortalitas rata-rata untuk keempat perlakuan dosis adalah 67 % (0 ppm), 35 % (50 ppm), 29 % (100 ppm) dan 40 % (150 ppm). Analisis statistik terhadap persen mortalitas pada hari ke-5 dan ke-19 menunjukkan bahwa dosis 50, 100 dan 150 ppm semuanya memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan dosis 0 ppm, baik pada hari ke-5 maupun ke-19.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda