Sabtu, 01 Juli 2017

Perikanan dan Permasalahannya di Indonesia

Arsip Cofa No. A 075
donasi dg belanja di Toko One

Tipe-Tipe Perikanan

Perikanan bisa dibagi menjadi tiga tipe umum (Boyd, 1982). Pada tipe pertama, ikan dipanen begitu saja dari perairan alami. Prosedur pengelolaan tertentu bisa dimanfaatkan : pengaturan alat tangkap, pembatasan jumlah tangkapan, penebaran spesies-spesies baru, pengurangan pencemaran dan lain-lain. Bagaimanapun, pada akhirnya kesuburan lingkunganlah yang menentukan produksi. Tipe perikanan ini bukanlah budidaya tetapi bisa disamakan dengan berburu. Sebagai perburuan, hasil bahan makanan per satuan luas permukaan adalah rendah.

Pada tipe perikanan kedua, spesies terpilih ditebarkan di perairan alami atau di tempat terkurung, dan pupuk digunakan untuk meningkatkan produktivitas primer. Melimpahnya organisme makanan ikan akibat tingginya produktivitas primer akan meningkatkan hasil ikan. Jala makanan dalam budidaya ikan pemakan-plankton adalah sederhana tetapi menjadi komplek bila ikan memakan serangga dan ikan lain. Tipe budidaya ini benar-benar tergolong pertanian dan bisa disamakan dengan praktek pemupukan padang rumput untuk menyuburkan tumbuhan makanan-ternak dalam rangka meningkatkan produksi ternak.

Tipe ketiga perikanan melibatkan penebaran spesies yang dikehendaki dan pemasokan pakan untuk meningkatkan produksi ikan melebihi tingkat produksi yang mungkin dicapai oleh kolam yang dipupuk. Jumlah air yang diperlukan untuk memproduksi suatu jumlah ikan sangat berkurang dalam metode ini. Bagaimanapun, lahan pertanian diperlukan untuk memproduksi pakan ikan. Metode budidaya ikan ini analog dengan produksi ternak di kandang yang dipasok dengan makanan (Boyd, 1982).

Baca juga
Alat Tangkap dan Kelestarian Sumberdaya Perikanan

Laut dan Perikanan di Indonesia

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 13.000 pulau. Dua pertiga wilayah Indonesia berupa perairan laut dan perairan darat. Bisa dikatakan Indonesia dikelilingi oleh perairan laut seluas 5,8 juta km persegi. Laut tersebut bisa digolongkan menjadi laut kepulauan, laut teritorial dan zona ekonomi ekslusif (ZEE) 200 mil. Laut kepulauan (archipelagic water) didefinisikan sebagai laut yang mengelilingi setiap pulau dihitung 3 mil dari titik pesisir terluar selama musim air surut. Laut teritorial adalah laut antar pulau di luar laut kepulauan. Kedua laut ini diduga seluas 3,1 juta km persegi. ZEE diklaim melalui Dekrit Presiden Indonesia pada tanggal 21 Maret 1980 yang hampir melipat-duakan perairan laut Indonesia.

Menurut statistik tahun 1990, sebanyak 75 % produksi perikanan Indonesia berasal dari penangkapan di laut. Bagaimanapun, sekitar 90 % dari produksi ini dihasilkan oleh nelayan kecil yang terdiri dari 1,52 juta orang yang beroperasi di laut kepulauan pulau-pulau besar seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, Ambon dan Papua.

Diperkirakan (pada tahun 1990) 345.045 kapal nelayan digunakan untuk menangkap ikan; dari jumlah ini 225.359 adalah perahu tanpa motor dan 119.686 perahu bermotor. Biasanya ukuran perahu adalah 10 Gross Ton atau kurang yang beroperasi di wilayah pesisir. Kapal yang lebih besar dari 10 Gross Ton, yang merupakan 1,2 % dari jumlah kapal total, dibatasi operasinya hanya di laut teritorial atau ZEE dengan tujuan melindungi nelayan kecil (Anonymous. 1992).

Di perairan umum seperti danau, sungai dan waduk, juga ada sekitar 470 ribu nelayan yang bekerja paruh-waktu di luar musim tanam padi. Di lapangan budidaya perikanan, ada sekitar 1,62 juta petani ikan yang menangani budidaya ikan bandeng, udang, mina padi dan sistem kurungan (baik laut maupun perairan tawar). Yang terakhir ini masih dalam tahap perkenalan.

Pembangunan subsektor perikanan menghadapi masalah rendahnya kemampuan nelayan tradisional akibat kekurangan keahlian, pengetahuan dan keuangan. Sarana dan prasarana fisik yang dibangun selama periode terdahulu memerlukan perawatan dan biaya operasional. Hal ini menjadi alasan utama mengapa pemerintah Indonesia mengajak pengusaha asing atau pun pribumi untuk menangani bisnis perikanan. Eksploitasi ZEE memerlukan investasi yang besar untuk membuat kapal-kapal besar, peralatan penangkap ikan yang lebih canggih dan biaya operasi yang tinggi. Demikian pula dengan budidaya laut, budidaya perairan payau serta pengolahan dan pemasaran produk perikanan (Anonymous. 1992).

Baca juga
Program Pengelolaan Wilayah Pesisir

Perbandingan Antara Produksi Perikanan Laut dan Pertanian Darat

Walford dan Wilber (1955) menyatakan bahwa di antara banyak penyelesaian yang disarankan untuk memasok populasi penduduk dunia yang terus bertambah dengan makanan berprotein dalam jumlah cukup dan murah yang lebih sering diajukan dan dipikirkan banyak ilmuwan adalah bahwa laut merupakan daerah sangat luas yang belum dijamah manusia dan belum dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Laut mengandung semua bahan penyubur yang dapat larut dan semua bahan kimia “trace element” (unsur-unsur kimia yang dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit) yang diperlukan semua mahluk hidup. Laut menempati permukaan bumi seluas 2,5 kali luas daratan. Kedalamannya rata-rata 2,38 mil, sedangkan kedalaman tanah rata-rata hanya beberapa inci. Namun, hanya sebagian kecil dari total produksi makanan manusia yang berasal dari laut. Nelayan hanya menghasilkan sekitar 26 juta metrik ton ikan, krustasea dan moluska – suatu jumlah yang kurang dari setengah produksi daging dan telur tahunan dunia dan sekitar seperdelapan dari produksi susu. Panen bahan makanan dari semua laut hanya sekitar 1/120 per are dibandingkan hasil panen seluruh daratan, dan bagian yang dapat dimakan dari hasil tangkapan laut adalah sekitar 0,9 % dari pasokan makanan total manusia. Bila laut begitu luas dan subur, mengapa hasilnya begitu kecil ?

Menurut Walford dan Wilber (1955) kesuburan laut tidak semerata kesuburan darat. Produktivitas laut sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, berkisar dari sangat subur sampai setandus gurun pasir. Dalam satu tempat, pola kesuburannya bervariasi musiman dengan fluktuasi yang besar dan sporadis. Karena kesulitan pengambilan sampel, produktivitas total semua laut sangat sulit diukur dengan tepat. Namun demikian, para ahli biologi laut umumnya sepakat bahwa produktivitas laut sama dengan produktivitas seluruh daratan , yakni sekitar 1,5 x 1010 ton karbon organik tiap tahun. Mereka juga umumnya sepakat bahwa air laut bukanlah medium yang kaya bagi produksi tumbuhan dan binatang. Hal ini bisa dijelaskan bahwa “siklus hidupnya adalah sedemikian hingga bagian terbesar produksi dan penguraian bahan organik dilakukan oleh populasi-populasi yang relatif kecil yang terdiri dari binatang dan tumbuhan mengapung dan sangat terpencar di dalam air sehingga sulit dipanen. Panen yang berhasil terbatas pada sebagian besar ikan yang memiliki kebiasaan menggerombol dan bermigrasi dan ukurannya memudahkan penangkapannya. Ikan-ikan ini terdapat di ujung mata rantai makanan dan menimbun, tetapi hanya sebagian kecil dari total, produktivitas”.

Pengaruh Fluktuasi Stok Ikan Terhadap Perikanan

Tujuan utama penangkapan ikan adalah memperoleh keuntungan ekonomi tertinggi yang bisa didapatkan dari kegiatan penangkapannya itu. Kelimpahan stok ikan yang bervariasi mempengaruhi pendapatan nelayan melalui tiga cara :
(1). Berfluktuasinya stok suatu spesies berarti berfluktuasinya ketersediaan stok tersebut bagi perikanan, sehingga upaya (atau “effort” pada CPUE/Catch Per Unit Effort/Tangkapan Per Satuan Upaya) juga berfluktuasi. Fluktuasi ini mempengaruhi pendapatan nelayan maupun pemasaran dan harga pasar.
(2). Banyak usaha perikanan yang dikhususkan untuk mengeksploitasi stok satu atau beberapa jenis spesies, dengan menggunakan alat tangkap dan kapal khusus yang sesuai bagi spesies tersebut. Berfluktuasinya stok akan mempengaruhi perikanan spesifik ini, sehingga menyebabkan fluktuasi hasil tangkapan dan bahkan membutuhkan penyesuaian-penyesuaian untuk dapat menangkap spesies sasaran lain bila ketersediaan spesies sasaran semula rendah. Jadi, eksploitasi terhadap stok yang befluktuasi memerlukan keluwesan dalam hal pemilihan spesies sasaran.
(3). Stok yang berfluktuasi akan membutuhkan lebih banyak waktu pencarian daerah penangkapan serta membutuhkan lebih banyak upaya penangkapan bila siklus fluktuasi ada pada tingkat rendah sehingga meningkatkan biaya penangkapan dan memperkecil penambahan hasil per satuan upaya; sementara stok pada puncak kelimpahannya akan menyebabkan peningkatan keuntungan atau malah penurunan harga bila jumlah ikan yang dipasarkan melimpah. Jadi, stok yang berfluktuasi akan membutuhkan keluwesan (fleksibilitas) dalam hal pemasaran, dalam hal penyiapan produk, atau dalam hal penggantian spesies yang jarang dengan spesies yang lebih melimpah di pasaran. Telah umum diketahui bahwa bisnis perikanan merupakan sesuatu yang tidak pasti, terutama karena fluktuasi dan resiko-resiko lain, sehingga investasi di bidang industri perikanan terhambat.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Ada tiga masalah yang diakibatkan fluktuasi stok pada perikanan yang perlu diperhatikan. Pertama, nilai ekonomi ikan bervariasi sesuai dengan ketersediaan atau kelimpahan spesies pengganti. Disarankan untuk melakukan diskriminasi pasar bagi spesies yang dapat menggantikan, paling tidak sebagian, spesies sasaran bila kelimpahannya rendah. Kedua, perikanan modern skala besar harus bersifat luwes, sehingga dapat berpindah dari satu spesies sasaran ke spesies sasaran lain bila kelimpahan spesies sasaran semula mengalami perubahan. Dengan demikian, kapal dan alat tangkap yang sangat spesifik merupakan investasi yang tidak menguntungkan dalam jangka panjang. Contoh terbaru mengenai hal ini adalah kasus perikanan kepiting di Laut Bering di mana hanya sedikit kapal yang dapat diubah untuk menangkap ikan cod, sebagai contoh, ketika sumber daya kepiting menurun drastis. Ketiga, industri pengolahan dan pemasaran ikan juga harus luwes dan tidak terlalu spesifik. Ia harus dapat disiapkan untuk mengubah spesies sasaran sesuai dengan ketersediaan spesies, dan perubahan spesies sasaran ini harus sesuai dengan yang dilakukan oleh industri penangkapan, yang membutuhkan informasi tentang komposisi kuantitatif ekosistem ikan laut dan perubahan yang terjadi di dalamnya.

Meskipun saat ini ilmuwan perikanan memiliki kemampuan yang terbatas untuk menjelaskan mekanisme penyebab terjadinya fluktuasi rekruitmen atau untuk meramalkan besar stok empat – lima tahun yang akan datang, namun para pengelola perikanan mempunyai beberapa cara untuk mengurangi efek negatif variabilitas hasil tangkapan terhadap industri perikanan. Cara-cara tersebut di antaranya adalah pembatasan jumlah tangkapan yang didaratkan atau pembatasan alat tangkap, serta pengaturan dan komposisi armada penangkap ikan.

Karena suatu kegiatan perikanan yang berdasarkan pada satu spesies ikan dapat mempengaruhi ukuran stok spesies lain, adalah penting untuk mengetahui sifat hubungan yang terjadi antar stok sebelum membuat keputusan dalam rangka mengelola perikanan. Adalah sangat penting untuk mengetahui bagaimana fluktuasi spesies non sasaran akan mempengaruhi fluktuasi spesies sasaran. Kurangnya perhatian dalam masalah ini sehingga menerapkan teknik pengelolaan yang salah akan menyebabkan timbulmya pengaruh negatif terhadap industri perikanan dan mencegah tercapainya tujuan pengelolaan.

Pengelolaan perikanan yang rasional membutuhkan pengetahuan yang mendetail mengenai :
(1). Besar sumberdaya pada suatu saat;
(2). Fluktuasi alami sumberdaya dan penyebab-penyebabnya;
(3). Jumlah ikan yang dapat ditangkap pada suatu tahun tanpa banyak menurunkan produktivitas sumberdaya (yakni, respon sumberdaya terhadap penangkapan);
(4). Sifat-sifat lain yang dimiliki sumberdaya, seperti kapasitas pertumbuhan dan reproduksi dan migrasinya serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi ketersediaannya, yang semuanya mempengaruhi hasil dan produksi tertinggi yang bisa dicapai;
(5). Kekuatan ekonomi dan sosial yang mempengaruhi operasi penangkapan dan bagaimana faktor-faktor ini dipengaruhi fluktuasi stok.

Baca juga
Program Manajemen dan Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Fluktuasi stok menyulitkan stabilitas hasil lestari berjangka panjang yang konstan dalam pengelolaan yang rasional. Suatu perikanan, dengan demikian, harus dikelola menurut basis tahunan bila menghendaki pemanfaatan yang optimal. Hal ini menghendaki agar :
(1). Pengelola harus menyadari bahwa suatu perikanan satu-spesies juga mempengaruhi biomas spesies lain, sehingga membutuhkan pendekatan ekosistem menyeluruh untuk mengevaluasi akibat kegiatan pengelolaan.
(2). Suatu kegiatan perikanan harus diberi beberapa pilihan spesies sasaran agar dapat berpindah dari satu spesies ke spesies sasaran lain bila terjadi fluktuasi kelimpahan suatu spesies.
(3). Penangkapan intensif terhadap suatu spesies dominan di dalam ekosistem menekan fluktuasi spesies tersebut tetapi tidak selalu mempengaruhi fluktuasi spesies lain yang juga dipengaruhi oleh perikanan tersebut melalui mekanisme interaksi interspesifik seperti pemangsaan.
(4). Sebaiknya perikanan dengan sasaran banyak spesies tidak dapat seluruhnya dicegah karena akan selalu ada hasil samping tangkapan (by catch) dan orang jarang dapat meminimumkan hasil samping tersebut, kecuali pada perikanan purse seine dengan sarasan yang pasti. Karena pada banyak perikanan hasil samping tangkapan sangat sedikit yang dikembalikan ke laut dalam keadaan hidup, dan cara pengembalian hasil samping ini ke laut seharusnya dilakukan dengan baik.

Baca juga
Dampak Positif Ukuran Mata Jaring (Mesh Size) Yang Besar

Sebaiknya jumlah tangkapan yang diijinkan dari stok yang berfluktuasi dengan beberapa kelas-umur dalam bagian populasi yang dapat dieksploitasi disesuaikan dengan memperhatikan faktor-faktor berikut, yang telah dilaksanakan pada beberapa kegiatan perikanan : bila biomas spesies sasaran utama menurun tetapi masih di sekitar puncak kelimpahan, maka jumlah tangkapan yang diijinkan, yang ditentukan berdasarkan biomas rata-rata jangka panjang, dapat diteruskan, akan tetapi bila penurunan biomas terus berlangsung sampai dua tahun atau lebih sejak puncak kelimpahan penangkapan tercapai, maka jumlah tangkapan yang diijinkan harus diturunkan sampai sesuai dengan biomas stok pada tingkat fluktuasi terendah yang bisa dicapai. Lebih lanjut, bila biomas stok ada pada tingkat fluktuasi terendah maka jumlah tangkapan yang diijinkan adalah sedikit. Terakhir, bila biomas meningkat selama beberapa tahun terakhir, maka penangkapan intensif – yang melebihi jumlah tangkapan yang diijinkan bagi biomas rata-rata jangka panjang – seringkali masih mungkin dilakukan sampai dua tahun lagi.

Spesies sasaran yang berupa ikan pelagis kecil akan berespon tidak hanya terhadap penangkapan tetapi juga terhadap pengaruh biomas pemangsa. Jadi, besar biomas pemangsa harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah tangkapan yang diijinkan – bila biomas pemangsa tinggi, jumlah tangkapan yang diijinkan harus dikurangi, dan bila biomas pemangsa rendah maka penangkapan ikan pelagis tersebut bisa ditingkatkan. Sebagai tambahan, spesies ikan pelagis dan semi pelagis berespon terhadap kelainan faktor lingkungan, yang harus dipertimbangkan pula dalam menentukan jumlah tangkapan yang diijinkan.

Persaingan Antara Manusia (Nelayan), Mamalia dan Burung Memperebutkan Ikan

Manusia bersaing dengan binatang berdarah panas (burung dan mamalia) memperebutkan ikan, dan semuanya merupakan bagian ekosistem yang sama. Pada masa jaya perikanan anchoveta di Arus Peru, Schaeffer (1970) menduga bahwa hasil lestari maksimum (maximum sustainable yield) perikanan gabungan adalah sekitar 10 x 106 ton, yang pada saat itu terdiri dari 9,3 x 106 ton untuk manusia dan 0,7 x 106 ton untuk populasi lokal burung-burung guano (cormorant, bobby dan pelikan).

Menurut sejarahnya, produksi stok anchoveta dipengaruhi secara relatif oleh El Nino, gangguan periodik terhadap proses upwelling, dan akibatnya jumlah burung menjadi jatuh. Pada 1956 jumlahnya diperkirakan lebih dari 25 juta, tetapi El Nino 1975 mengurangi jumlah mereka menjadi sekitar 6 juta. Populasi burung-burung guano meningkat lagi sampai melebihi 15 juta pada 1961 – 1964, tetapi El Nino muncul lagi pada 1965, yang menurunkan jumlah mereka menjadi kurang dari 5 juta. Pada saat itu perikanan berkembang luas, dan antara 1965 – 1971 populasi burung tinggal kurang dari 5 juta. Idyll (1973) melaporkan bahwa El Nino pada 1972 terjadi lagi dan memperkirakan bahwa populasi burung-burung guano mungkin akan berkurang lebih lanjut atau bahkan lenyap.

Dampak yang lebih besar mamalia dan burung terhadap stok ikan adalah seperti yang didokumentasikan Laevestu dan Favorite (1978). Mereka menghitung bahwa konsumsi ikan hering oleh mamalia dan burung di bagian timur Laut Bering adalah 431 x 103 ton, jadi sepuluh kali lipat hasil tangkapan manusia (43 x 103 ton pada 1973). Bagaimanapun, hering bukanlah spesies yang paling dicari di bagian timur Laut Bering. Sejak tahuh 1960 terjadi peningkatan tajam hasil tangkapan ikan Pacific Polloc, Theragro chalcogramma. Pada 1973, setelah kehancuran perikanan anchoveta Peru, perikanan Pacific polloc menjadi perikanan spesies tunggal terbesar di dunia, dengan tangkapan hampir 4 x 106 ton terutama oleh orang-orang Jepang dan Rusia. Di antaranya, sebanyak 1,8 x 106 ton berasal dari Laut Bering timur, sisanya terutama berasal dari Pasifik barat laut, lebih dekat ke Jepang. Studi pemodelan oleh Laevestu dan Favorite (1976) menunjukkan bahwa karena ikan pollock dewasa bersifat kanibal, dan karena perikanan ini menangkap ikan dewasa, pengaruh penangkapan ikan tersebut adalah menurunkan mortalitas ikan juvenil yang sedang tumbuh cepat, sehingga meningkatkan produktivitas stok. Pollock besar merupakan pemangsa hering, sehingga model tadi meramalkan bahwa peningkatan tekanan penangkapan terhadap pollock akan menyebabkan peningkatan stok hering. Mereka berdua menduga bahwa anjing laut berbulu dan singa laut memakan paling tidak sebanyak Pollock yang ditangkap manusia. Alton dan Fredin (1974) memusatkan perhatian pada penurunan hasil tangkap per satuan upaya (catch per unit effort) pada awal 1970-an dan menyarankan agar jumlah ikan yang boleh ditangkap dikurangi. Disepakati bahwa pengelolaan stok Laut Bering yang baik membutuhkan perhatian bukan hanya terhadap interaksi ikan multi spesies, tetapi juga terhadap pengelolaan secara bersama-sama stok burung dan mamalia laut.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda