Rabu, 18 April 2012

Kematian Masal Ikan

Arsip Cofa No. C 026

Penyebab Kematian Masal Pada Ikan

Abdelaziz dan Zaki (2010) membahas hasil-hasil penelitian tentang kematian masal ikan. Bencana lingkungan kematian masal populasi ikan di perairan alami terjadi akibat sejumlah masalah lingkungan, seperti keracunan akut yang ditimbulkan oleh pengunaan garam-garam sianida dalam perikanan ilegal, infeksi oleh virus, jamur dan bakteri, pasang merah, perubahan suhu secara mendadak, penurunan konsentrasi oksigen terlarut secara ekstrim dan peningkatan konsentrasi amonia sampai melebihi ambang batas toleransi spesies organisme akuatik. Selain itu, kematian masal ikan juga bisa disebabkan oleh adanya saponin, glikosida hemolitik dalam air. Kematian masal ikan akibat virus telah dipublikasikan; virus herpes telah diisolasi dari ikan mas dewasa, Cyprinus carpio, yang mengalami kematian masal. Juga, kematian masal ikan kerapu (Epinephelus septemfasciatus), ikan red drum (Sciaenops ocellatus) dan ikan kakap (Lates calcarifer) akibat nodavirus telah ditemukan. Lebih lanjut, ada laporan bencana kematian pada populasi ikan karper budidaya dan karper liar akibat virus herpes cyprinidae 3 (CyHV-3). Ledakan populasi bakteri Hemidiscus hardmannianus (Bacilariophyceae) dilaporkan berkaitan dengan kematian masal ikan. Juga, kematian masal ikan akibat cyanobakteri di perairan di Spanyol telah didokumentasi. Streptococcus agalactiae dapat menyebabkan kematian masal ikan nila Oreochromis niloticus di seluruh dunia. Beberapa kasus kematian masal akut pada tahap produksi ikan brook trout, brown trout dan rainbow trout dalam kultur ikan intensif telah dilaporkan di Michigan, USA. Kematian akibat jamur pernah terjadi pada bulan Januari 2001 setelah cuaca dingin yang sangat buruk, di mana kematian masal akibat jamur Saprolegnia parasitica dialami oleh anak ikan nila Oreochromis niloticus pada kolam budidaya semi intensif di delta Nil.

Baca juga :
Pencemaran Perairan Pesisir

Kejadian Kematian Masal Ikan di Perairan

Laws (2000) menyatakan bahwa kematian ikan skala besar, pada beberapa kasus melibatkan ratusan ribu atau bahkah jutaan ikan, mungkin merupakan dampak paling dramatis dan paling banyak dipublikasikan akibat kehabisan oksigen yang berkaitan dengan eutrofikasi. Fluktuasi musiman konsentrasi oksigen tidak mungkin berakibat kematian mendadak sejumlah besar organisme karena penurunan konsentrasi oksigen musiman berlangsung secara bertahap. Pada kasus seperti ini, organisme lebih mungkin mati karena ketidakmampuannya untuk berfungsi secara efisien (misal tidak mampu meloloskan diri dari pemangsa, mencari makanan atau bereproduksi) daripada karena mati lemas. Adalah mungkin, bagaimanapun, dalam perairan yang sangat produktif konsentrasi oksigen berfluktuasi dari kondisi jenuh atau superjenuh selama siang hari ke kondisi hampir nol pada malam hari. Banyak contoh kolam budidaya ikan yang berpotensi menunjukkan perilaku seperti ini, tetapi masalah serupa juga bisa berkembang pada sistem perairan yang lebih alami yang mengalami dampak serius akibat eutrofikasi. Bila konsentrasi fitoplankton dalam air sangat padat, dapat diharapkan bahwa herbivora, karnivora primer, dan organisme dengan tingkat trofik lebih tinggi juga akan melimpah karena organisme secara alami tertarik pada sumber makanan. Bila situasi ini berkembang dalam sistem perairan terbuka, dan bila konsentrasi oksigen turun sampai tingkat rendah yang berbahaya pada malam hari, semua organisme yang dapat bergerak akan segera mencoba meninggalkan daerah tersebut, dan usaha ini kebanyakan akan berhasil sepanjang ada banyak kesempatan untuk meloloskan diri. Kematian organisme air skala besar, bagaimanapun, bisa terjadi di perairan yang jalur untuk melarikan dirinya terbatas. Pada badan perairan yang terisolasi dan sangat eutrofik seperti ini, sangat banyak organisme yang tertarik oleh melimpahnya makanan selama siang hari ketika konsentrasi oksigen tinggi. Pada malam hari respirasi semua organisme ini bisa menghabiskan oksigen dalam air, dan organisme yang tidak dapat menemukan jalan keluar dari perairan akan mati lemas. Sistem ini pastilah sangat eutrofik agar situasi tersebut bisa berkembang, tetapi tidak diragukan bahwa kematian organisme air skala besar seperti ini terjadi dari waktu ke waktu di beberapa sistem perairan.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Dapatkah Aerasi Menyelamatkan Ikan Ketika Terjadi Kematian Masal ?

Boyd (1982) mengutip hasil penelitian mengenai aerasi sebuah kolam ikan channel catfish seluas 1,4 ha dengan total 0,96 m3/menit udara yang dipadatkan yang dilepaskan melalui 25 alat pendifusi yang ada di atas dasar kolam. Kolam ditebari sangat banyak ikan dan diberi pakan dalam jumlah besar. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan sangat bagus pada kondisi cuaca normal. Bagaimanapun, kepadatan planktonnya tinggi sebagai akibat tingginya tingkat pemberian pakan, dan banyak ikan yang mati selama satu periode cuaca berawan yang berkepanjangan di bulan September – hanya beberapa minggu sebelum ikan akan dipanen. Secara kebetulan sistem aerasi dioperasikan pada kapasitas penuh ketika terjadi kematian ikan. Sistem aerasi saja tidak cukup untuk memasok oksigen yang diperlukan biota kolam ketika laju fotosintesis rendah.

Baca juga :
Pengaruh Kekurangan Oksigen Terhadap Ikan dan Makrobentos

Kematian Masal Ikan Nila Akibat Limbah Pabrik

Abdelaziz dan Zaki (2010) mempelajari kematian masal ikan nila (Oreochromis niloticus) di Kanal Mariotia, salah satu anak Sungai Nil, yang melintasi sejumlah kota di Giza, Mesir. Kematian masal serta kesulitas bernafas pada ikan terjadi di daerah sepanjang 4 km di Kanal Mariotia. Zona bencana meluas dari kota Shabramant sampai Aboseer dan diduga beberapa ton ikan nila mati. Secara klinis, ikan yang mati masal menunjukkan gejala-gejala khas asphyxia (sesak nafas). Perlu ditekankan bahwa kesulitan bernafas terutama terjadi pada ikan kecil, dan kebanyakan ikan yang mati masal terbatas pada individu yang berukuran besar. Kasus kematian masal ikan yang serupa pernah terjadi 3 tahun lalu, tetapi jumlah ikan yang mati lebih sedikit. Analisis data lapangan dan penelitian laboratorium menghasilkan kesimpulan bahwa bahan kimia organik dan non organik hasil samping dari pabrik gula Elhawamdia yang mencemari Kanal Mariotia merupakan penyebab utama bencana lingkungan ini. Pengujian sampel air secara fisika dan kimia menunjukkan adanya warna air yang tidak normal, tingginya konsentrasi amonia, rendahnya konsentrasi oksigen terlarut dan juga keberadaan fenol dan hidrokarbon polisiklik aromatik. Jadi, disimpulkan bahwa kondisi kimia air sungai yang tidak normal menyebabkan kesulitan bernafas yang parah pada ikan nila yang berakibat terjadinya kematian masal.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

1 Komentar:

Pada 25 November 2015 pukul 23.05 , Blogger Unknown mengatakan...

terima kasih, literaturnya sangat membantu

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda