Kamis, 20 September 2012

Hubungan Aerasi dengan Kejadian Penyakit dan Parasit Ikan

Arsip Cofa No. C 080

Pengaruh Aerasi Terhadap Bakteri Patogen Edwardsiella ictaluri

Mqolomba dan Plumb (1992) melaporkan bahwa ikan lele channel catfish (Ictalurus punctatus) telah diinfeksi secara eksperimental dengan bakteri Edwardsiella ictaluri dengan cara pencelupan. Setelah penyakit klinis berjalan selama 52 hari, ikan yang masih hidup diberi salah satu perlakuan lingkungan berikut : suhu 25 °C dengan aerasi, 25 °C tanpa aerasi, atau suhu yang berubah-ubah (18 – 23 °C) tanpa aerasi. Setelah 29 hari mendapat perlakuan lingkungan tersebut, berbagai organ dan jaringan ikan percobaan diperiksa untuk menentukan pengaruh kondisi-kondisi tersebut terhadap konsentrasi Edwardsiella ictaluri (dinyatakan dalam “colony-forming unit per ml” sampel jaringan). Konsentrasi patogen ini secara nyata lebh tinggi (P < 0,05) dalam semua jaringan (ginjal badan, hati, ginjal kepala, darah, limfa, gelembung renang, otot, otak dan gonad) 52 hari pasca infeksi daripada 29 hari setelah diberi berbagai perlakuan lingkungan (81 hari pasca infeksi). Ikan yang dikenai konsentrasi oksigen terlarut mendekati normal (6,4 mg/liter) dan suhu konstan 25 °C memiiki konsentrasi Edwardsiella ictaluri yang secara nyata lebih sedikit (P < 0,01) daripada ikan yang dikenai konsentrasi oksigen rendah (2,6 atau 1,8 mg/liter) dan suhu konstan atau berubah-ubah.

Baca juga
Ekologi Parasit Ikan

Pengaruh Aerasi Terhadap Kejadian Penyakit Octomitiasis

Moore (1929) melaporkan adanya hubungan antara aerasi pasokan air dengan kejadian penyakit di hatchery (pembenihan ikan). Banyak lokasi hatchery lama dipilih berdasarkan dua kriteria, yaitu volume dan suhu air pasokan. Sejalan dengan waktu, disadari bahwa ada faktor ketiga yang tidak boleh diabaikan dalam praktek hatchery yang efisien, yaitu aerasi atau oksigenasi. Sehubungan dengan hal ini, telah dilaporkan kejadian penyakit di tiga hatchery lama di mana kondisi gas dalam pasokan air tampaknya menjadi faktor pembatas. Di hatchery di Caledonia, pemeliharaan anak ikan brook trout semakin sulit karena timbulnya penyakit octomitiasis pada anak ikan tersebut. Mortalitas anak ikan ini akibat penyakit tersebut adalah tinggi, tetapi ikan yang bertahan hidup, meskipun konsentrasi oksigennya rendah, mencapai pertumbuhan yang baik. Di hatchery lain yang konsentrasi oksigennya tinggi, sekitar 9 – 10 ppm, mortalitas anak ikan akibat penyakit octomitiasis adalah rendah.

Baca juga
Bakteri Penyebab Penyakit Pada Ikan

Pengaruh Aerasi Terhadap Penyakit Akibat Flexobacter

Boyd (1982) secara sepintas mengulas hasil penelitian berkaitan dengan hubungan antara aerasi dan kejadian penyakit ikan. Ikan channel catfish ditebarkan di kolam yang diaerasi secara kontinyu dan di kolam kontrol yang tidak diaerasi. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Flexobacter columnaris dijumpai pada dua kejadian terpisah dalam satu periode 6 hari setelah konsentrasi oksigen terlarut kurang dari 2 mg/liter. Dua kasus penyakit lainnya berhubungan dengan rendahnya konsentrasi oksigen terlarut. Bagaimanapun, diduga bahwa sebagian besar masalah penyakit tersebut dipicu oleh cepatnya perubahan suhu air akibat peralihan ke musim dingin dan hujan musim dingin.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Penyakit dan Parasit Ikan Juga Terjadi Pada Kolam Yang Diaerasi

Boyd (1982) melaporkan hasil penelitian aerasi di kolam tanah seluas 0,02 – 0,04 hektar yang ditebari dengan benih ikan channel catfish sebanyak 20.000 ekor per hektar. Kolam ada yang diaerasi pada malam hari dan ada yang tidak. Rata-rata semua pengukuran konsentrasi oksigen terlarut adalah 1,52 dan 7,29 mg/liter saat fajar dan senja, berturut-turut, untuk kolam yang tak diaerasi serta 4,64 dan 8,25 saat fajar dan senja untuk kolam yang diaerasi. Parasit seperti Scyphidia sp., Cryptobia branchialis, Costia sp. dan Trichopyra sp. ditemukan pada ikan dari kolam yang diaerasi maupun yang tidak diaerasi. Infeksi Aeromonas hydrophila terjadi pada ikan di sebuah kolam yang diaerasi. Karena tidak terjadi kehabisan oksigen di kolam yang diaerasi, rata-rata kematian 8 % disebabkan oleh penyakit dan parasit. Kematian ikan di kolam yang tak diaerasi tidak disebabkan semata-mata oleh kehabisan oksigen terlarut karena masalah penyakit dan parasit sering muncul.

Baca juga
Pengaruh Aerasi Terhadap Organisme Air, Konsentrasi Oksigen, Karbon Dioksida, Amonia, Nitrat, Nitrit dan Nitrogen

Pengaruh Konsentrasi Oksigen Terlarut Terhadap Kejadian Parasit Ikan

Malhotra et al. (1991) melaporkan bahwa studi tiga tahun terhadap ekologi parasit ikan snow trout Schizothorax richardsonii penghuni perairan sungai Neeru Nullah, Bhaderwah, India, menunjukkan infeksi musiman Diplozoon sp. (Trematoda), Spinitectus sp. (Nematoda) dan sejenis Cestoda. Kejadian parasit yang rendah (secara kualitatif dan kuantitatif) pada ikan snow trout ini mungkin disebabkan oleh efek mekanis arus deras, konsentrasi oksigen terlarut yang tinggi, dan sedikitnya populasi kopepoda, moluska dan burung (ketiganya merupakan inang-antara) di sungai tersebut. Infeksi parasit yang diamati selama musim semi dan panas hanya menunjukkan hubungan positif dengan naiknya suhu dan relatif rendahnya konsentrasi oksigen terlarut.

Baca juga
Pengaruh Aerasi Terhadap Kualitas Air dan Produksi Ikan di Kolam

Penyakit Gelembung Gas Akibat Aerasi Yang Berlebihan

Espmark et al. (2010) melaporkan bahwa dalam sistem pemeliharaan smolt (ikan juvenil salmon yang bermigrasi ke laut) Atlantik salmon yang intensif, dibutuhkan penambahan oksigen ke dalam air, tetapi ada resiko bahwa ikan bisa terpapar terhadap air yang super jenuh dengan oksigen. Untuk itu dilakukan studi guna meneliti proses dan tingkat keterpaparan berkaitan dengan penyakit gelembung gas yang disebabkan oleh hiperoksia (konsentrasi oksigen sangat tinggi), melalui kombinasi metode pengamatan morfologi dan tingkah laku ikan. Dalam percobaan tersebut, ikan Atlantik salmon tahap pra smolt dibagi menjadi tiga kelompok; satu kelompok kontrol (tidak diberi tambahan oksigen), dan dua kelompok yang menerima perlakuan peningkatan kejenuhan oksigen secara perlahan-lahan selama tiga minggu, kelompok yang dipaparkan terhadap kejenuhan oksigen tinggi (130 %, 160 % dan 220 % kejenuhan oksigen dalam minggu ke-1, 2 dan 3, berurut-turut) dan kelompok yang dipaparkan terhadap kejenuhan oksigen rendah (110 %, 140 % dan 190 % kejenuhan oksigen dalam minggu ke-1, 2 dan 3, berturut-turut).

Pada percobaan di atas, gejala pertama gangguan kesehatan muncul 8 hari setelah ikan dipaparkan ketika satu lapisan tipis bahan organik muncul di permukaan salah satu tangki kelompok ikan yang dipaparkan terhadap kejenuhan tinggi 160 %. Gejala pertama adanya gelembung gas di bawah-kulit muncul setelah 14 hari pada kelompok ikan yang dipaparkan terhadap kejenuhan tinggi 160 %. Setelah 16 hari, sebanyak 50 % ikan dari kelompok kejenuhan oksigen rendah dan 77 % ikan dari kelompok kejenuhan tinggi memiliki gelembung-gelembung gas di bagian-bagian utama tubuhnya, pada tingkat pemaparan kejenuhan oksigen 190 % dan 220 %, berturut-turut. Gelembung-gelembung gas muncul pada sebagian besar sirip, sepanjang gurat sisi, pada insang dan dalam mata. Gelembung gas terdeteksi melalui pengamatan visual dan diperkuat oleh pengamatan histologi. Pengamatan perilaku ikan menunjukkan bahwa selama minggu pertama ikan pada kelompok kejenuhan oksigen rendah (110 %) berenang lebih aktif secara nyata daripada kelompok kontrol maupun kelompok kejenuhan oksigen tinggi. Pada minggu ke-3, pada kelompok kejenuhan 190 %, aktivitas renang berkurang. Ikan yang dipaparkan terhadap kejenuhan oksigen 110 % selama minggu pertama juga menunjukkan lebih sering berbelok daripada ikan kelompok kontrol, dan perbedaan ini tetap terlihat dalam minggu ke-3 pada kelompok kejenuhan oksigen 190 %. Ikan pada kelompok kejenuhan oksigen tinggi maupun rendah tampak lebih panik daripada ikan kelompok kontrol, yang menunjukkan adanya stres fisiologis dan mungkin rasa sakit.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda