Senin, 04 Maret 2013

Darah Ikan dan Kerang : Pengaruh Kondisi Biologi, Kimia dan Lingkungan

Arsip Cofa No. C 1365

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kondisi Hematologis Ikan

Adebayo et al. (2007), dengan mengutip beberapa laporan penelitian lain, menyatakan bahwa penggunaan parameter hematologis untuk mendiagnosis kondisi kesehatan ikan telah diterima secara luas di dunia sebagai alat manajemen budidaya ikan. Perubahan parameter hematologis akibat faktor-faktor lingkungan yang tak menguntungkan seperti kualitas air yang rendah, padat penebaran yang berlebihan dan lain-lain, menunjukkan kesehatan ikan budidaya. Pemantauan parameter hematologis secara teratur pada ikan budidaya dapat meningkatkan produksi ikan. Telah ditunjukkan bahwa dehidrasi dan gangguan-gangguan lain terhadap keseimbangan cairan dalam jaringan tubuh ikan bisa meningkatkan jumlah sel darah merah karena berkurangnya volume plasma darah yang bersirkulasi. Juga dilaporkan bahwa nilai hematokrit dan jumlah eritrosit berkurang akibat infeksi. Infeksi bisa juga menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah.

Ada variasi nilai-nilai hematologis dalam satu spesies ikan yang disebabkan oleh banyak faktor seperti umur, panjang ikan, kondisi nutrisi, musim, pemijahan, jenis kelamin dan variasi genetik. Jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin cenderung meningkat dengan bertambahnya panjang dan umur ikan. Kekurangan nutrisi, penyakit parasit dan infeksi atau gangguan kelenjar dan gangguan organik bisa menyebabkan situasi yang dikenal sebagai dyshaemopoitic anaemia akibat terhambatnya pembentukan sel darah merah. Nilai-nilai hematokrit meningkat pada ikan jantan sebelum masa pemijahan. Darah pada vertebrata yang sehat menunjukkan korelasi antara jumlah eritrosit, nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobin.

Korelasi yang sama juga terlihat pada nilai-nilai parameter hematologis pada ikan Parachanna obscura. Nilai Packed Cell Volume (PCV) berkorelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin dan Erythocyte Sedimentation Rate (ESR; Laju Pengendapan Sel Darah Merah), namun berkorelasi negatif dengan jumlah eritrosit dan leukosit (P < 0,01). Jumlah leukosit pada ikan Parachanna obscura berkorelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin, ESR dan jumlah eritrosit, namun berkorelasi negatif dengan PCV. Tak satupun dari koefisien variabel-variabel tersebut nyata pada tingkat 0,05. Panjang baku ikan ditemukan berkorelasi negatif dengan konsentrasi hemoglogin, ESR, jumlah eritrosit dan leukosit (Adebayo et al., 2007).

Adebayo et al. (2007) menambahkan bahwa infeksi parasit cukup banyak mengurangi nilai hematokrit dan jumlah leukosit. Stres akibat penangkapan, penanganan dan prosedur sampling menyebabkan variasi nilai-nilai hematologis intraspesifik. Lebih dari 85 % ikan Parachanna obscura dalam studi ini memiliki jumlah eritrosit antara 1,1 – 3,3 juta per mm3. Hal ini menunjukkkan tingginya kemampuan darah untuk mengangkut oksigen dan mungkin disebabkan oleh kebiasaan ikan tersebut memangsa ikan lain. Ikan ini dapat hidup di luar air selama beberapa jam karena ia bisa bernafas-udara. Konsentrasi hemoglobin cenderung lebih tinggi pada ikan penafas-udara sehingga jumlah eritrosit secara nyata lebih tinggi. Selama periode bernafas-udara, terjadi peningkatan secara tajam populasi eritrosit yang bersirkulasi akibat penurunan volume plasma darah yang bersirkulasi. Kejadian hipoksia (konsentrasi oksigen terlarut di bawah normal) menyebabkan peningkatan produksi erythropoietin, yang selanjutnya meningkatkan jumlah eritrosit yang bersirkulasi.

Baca juga :
Indikator Kesehatan Ikan

Respon Sel Darah Oyster Terhadap Protozoa Parasit

Protozoa parasit Haplosporidium nelsoni (MSX) menimbulkan respon tipe radang pada oyster Crassostrea virginica. Ford et al. (1993) menghitung jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh oyster yang terinfeksi Haplosporidium nelsoni guna mengetahui pengaruh parasitisme, seleksi kekebalan dan musim terhadap jumlah total dan jumlah masing-masing sel darah. Semua faktor berpengaruh nyata (P < 0,02) terhadap jumlah total, tetapi keragaman totalnya relatif kecil (musim (12 %) > seleksi (4 %) > infeksi (2 %)). Kepadatan sel darah yang bersirkulasi meningkat dengan meningkatnya intensitas infeksi pada binatang kebal, tetapi berkurang pada oyster yang rentan dengan infeksi ringan. Jumlah untuk kedua kelompok paling sedikit pada bulan Agustus dan paling banyak pada bulan Mei, pada saat-saat itu jumlah sel darah dalam oyster yang rentan adalah berkurang (P < 0,02) dibandingkan pada binatang yang kebal. Tidak ada perbedaan pada bulan November. Oyster yang rentan mungkin lebih dilemahkan oleh infeksi daripada binatang yang kebal, yang menyebabkan gangguan sistem sirkulasi darah dan menurunkan jumlah sel.

Jumlah sel darah yang menembus jaringan adalah meningkat dengan meningkatnya intensitas infeksi (P < 0,0001), tetapi secara statistik tidak menunjukkan asosiasi yang nyata (P > 0,05) dengan jumlah sel darah yang bersirkulasi pada oyster individual. Analisis frekuensi panjang dengan Coulter counter menunjukkan bahwa proporsi sel-sel besar (diduga merupakan sel darah granular) adalah lebih rendah (P < 0,0001) pada oyster yang rentan, yang juga terinfeksi dengan parah, dibandingkan pada oyster yang kebal, yang infeksinya sangat ringan. Hilangnya sel darah granular mungkin disebabkan degranulasi (penguraian granula) yang berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peradangan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa peranan utama respon sel darah pada penyakit MSX adalah untuk menutup luka, menyingkirkan sisa-sisa jaringan, serta memperbaiki jaringan dan bahwa fungsi-fungsi ini bisa membantu oyster bertahan hidup setelah terinfeksi (Ford et al., 1993).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :



Baca juga :
Pengendalian Jantung Ikan Oleh Adrenalin

Pengaruh Penangkapan dan Pengangkutan Terhadap Darah Ikan

Hattingh dan Van Pletzen (1974) mempelajari berbagai parameter darah pada ikan mudfish selama beberapa hari setelah penangkapan dan pengangkutan ikan tersebut. Konsentrasi hemoglobin, pH darah, tekanan osmotik, hematokrit, jumlah sel darah merah dan darah putih, specific gravity dan protein plasma berkurang sedangkan kadar air dalam plasma dan sel darah, fragility (daya-pecah) sel darah merah, jumlah trombosit dan konsentrasi methemoglobin meningkat dalam waktu 2 – 3 hari setelah penangkapan. Disarankan agar ikan tidak dipelajari segera setelah penangkapan dan transportasi bila mereka rentan terhadap jenis-jenis stres ini.

Baca juga :
Stres Mempengaruhi Hormon, Kekebalan Penyakit dan Perilaku Ikan

Pengaruh Pestisida Terhadap Parameter Darah Ikan

Anand dan Surendra (2012) melaporkan bahwa ikan Trichogaster fasciatus berperan sebagai indikator kualitas air disamping sebagai ikan hias dan ikan konsumsi. Hampir semua jenis pestisida masuk ke dalam perairan habitat ikan ini. Pengaruh pestisida dipterex pada konsentrasi sub letal terhadap beberapa parameter darah seperti “Total Erythrocyte Count” (TEC), “Total Leucocyte Count” (TLC), konsentrasi hemoglobin, “Erythrocyte Sedimentation Rate” (ESR) dan “Packed Cell Volume” (PCV) telah dipelajari. Dipterex merupakan insektisida organofosfor. Ikan yang dikenai konsentrasi subletal dipterex menunjukkan TEC, konsentrasi Hb dan PCV berkurang secara nyata, sedangkan TLC dan ESR meningkat setelah 1, 7, 15 dan 30 hari perlakuan.

Baca juga :
Residu Pestisida Dalam Daging Ikan Konsumsi

Pengaruh Kadmium dan Suhu Terhadap Darah Ikan

Salazar-Lugo et al. (2009) melakukan studi untuk menentukan pengaruh kadmium (Cd) dan suhu terhadap fragility (daya pecah) osmotik sel darah merah dan jumlah sel-sel darah pada ikan tropis Colossoma macropomum. Ikan ini dikenai 0,5 mg/liter kadmium klorida selama 24 hari dan dua perlakuan suhu (25 and 30 °C). Sampel darah diamati pada hari ke-0, 10 dan 24 setelah terpapar kadmium.

Hasilnya menunjukkan bahwa daya pecah osmotik sel darah merah semula terjadi pada konsentrasi NaCl 90 mmol/liter dan hemolisis total terjadi pada konsentrasi NaCl 10 mmol/liter. Limfosit merupakan sel darah yang palng melimpah (> 62 %), dan meningkat pada ikan yang terpapar kadmium. Bagaimanapun, persentase limfosit mutlak (ikan kontrol dan ikan yang terpapar) menurun pada hari ke-24 percobaan dan nyata pada suhu 30 oC. Setelah granulocytes acidophil, trombosit adalah jenis sel darah ketiga terbanyak dan tidak dipengaruhi oleh kadmium atau pun suhu. Bagaimanapun, jumlah trombosit mutlak adalah lebih tinggi pada ikan yang dikenai suhu 30 oC dibandingkan pada ikan yang dikenai suhu 25 oC selama 24 hari. Sebaliknya, ikan yang terkena kadmium pada suhu 30 oC menunjukkan peningkatan jumlah trombosit secara nyata. Kadmium dan suhu keduanya mempengaruhi jumlah trombosit. Jumlah reticulocyte berkurang pada ikan yang terkena kadmium. Efek sinergis (saling menguatkan) dihasilkan oleh kadmium dan suhu terhadap trombosit; bagaimanapun, faktor-faktor ini memberikan efek individual pada reticulocyte ikan (Salazar-Lugo et al., 2009).

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda