Kamis, 20 Desember 2012

Ikan Kering : Pengolahan dan Penanganan

Arsip Cofa No. C 116

Alat Pengering Ikan Bertenaga Matahari Tipe Rumah Kaca

Demir dan Evcin (1993) memanfaatkan rumah kaca yang dibantu dengan reflektor parabola untuk mengeringkan ikan Merlangius merlangius asin, dan hasilnya kemudian dibandingkan dengan pengeringan yang dilakukan di luar rumah kaca. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk memperoleh ikan kering dengan kadar air 25 % diperlukan waktu 26 jam di dalam rumah kaca dan 38 jam di luar rumah kaca. Konstanta pengeringan adalah minimum untuk ikan yang dikeringkan di dalam rumah kaca pada sabuk berjalan yang dibantu reflektor matahari.

Baca juga :
Pemanfaatan Antioksidan Dalam Pengawetan Ikan

Pencoklatan (Browning) dan Senyawa-Senyawa Yang Terbentuk Selama Pengeringan Ikan

Sen (2005) mengulas beberapa laporan mengenai masalah timbulnya warna gelap (browning) dan pembentukan senyawa-senyawa selama proses pengeringan ikan. Ikan lemuru (Sardinella longiceps) dikeringkan dengan tiga metode : pengeringan oven pada suhu 80 – 85 oC, pengeringan dengan panas matahari (penjemuran) dan pengeringan beku. Selama proses pengeringan, muncul sejumlah besar senyawa-senyawa karbonil (aldehid jenuh, keton, 2-enal dan dikarbonil) dan 17 senyawa karbonil individual bisa diidentifikasi. Dalam produk ikan kering-oven, pencoklatan adalah maksimum sedangkan karbonil minimum. Pengeringan-beku menghasilkan pencoklatan yang minimum dan total karbonil yang dapat diekstrak memberikan nilai-nilai tertinggi. Ketiadaan fraksi-fraksi 2-enal dalam sampel kering-oven mendukung fakta bahwa reaksi pencoklatan dan interaksi di antara senyawa-senyawa flavour terjadi ketika daging ikan dipanasi dalam kondisi ada oksigen.

Telah dilakukan penelitian lain untuk menguji potensial pencoklatan berbagai jenis senyawa karbonil dan hasilnya menunjukkan bahwa reaksi pencoklatan paling cepat dengan adanya fraksi 2-enal. Pada sampel kering-oven dan kering matahari, konsentrasi senyawa 2-heptanon dan 3-heptanon mengalami peningkatan tajam. Peningkatan konsentrasi 4-heptanon juga terjadi dalam sampel kering-oven. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan memberi flavour panggang pada produk ikan kering-oven dan kering-matahari. Tanpa ada penelitian lebih lanjut, mungkin bisa disimpulkan bahwa senyawa-senyawa karbonil yang terbentuk selama pengeringan bersama-sama dengan asam-asam amino bebas atau gugus-gugus amino berperanan penting dalam reaksi pencoklatan dan pembentukan flavour khas produk ikan kering.

Baca juga :
Ikan Asap : Keberadaan Senyawa dan Jamur Berbahaya

Pengasinan dan Pengeringan Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)

Poernomo et al. (1992) melakukan penelitian terhadap pengasinan dan pengeringan ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) dan penyimpanannya pada suhu lingkungan (29,5 – 32 oC). Pengasinan dilakukan dalam larutan garam 15 %, 21 % dan 27 % (berat/berat) pada suhu lingkungan, sedang udara dengan kelembaban relatif (RH) 62,5 %, suhu 40 oC dan kecepatan 1 m/detik digunakan untuk mengeringkan ikan asin ini. Konsentrasi garam mempengaruhi peresapan garam dan kehilangan air selama pengasinan di mana konsentrasi garam yang lebih rendah menghasilkan ikan yang kurang asin dan lebih banyak kadar airnya. Laju pengeringan ikan asin juga dipengaruhi oleh konsentrasi garam; laju pengeringan yang lebih tinggi dihasilkan oleh konsentrasi garam yang lebih rendah. Ikan kering yang diasinkan dalam larutan garam 15 % menjadi tak diterima setelah disimpan selama 6 minggu pada suhu lingkungan. Penggaraman dengan konsentrasi 21 % selama 16 jam diikuti pengeringan cukup untuk menghasilkan ikan asin kering dengan daya awet memuaskan.


Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :

Baca juga :
Residu Pestisida Dalam Daging Ikan Konsumsi

Insektisida Untuk Mengendalian Serangan Serangga Pada Produk Ikan Kering

Taylor dan Evans (1982) menyatakan bahwa ikan kering memerlukan perlindungan terhadap serangan serangga hama seperti Dermestes maculatus selama penanganan dan penyimpanan di daerah beriklim hangat. Serangga hama dapat menyebabkan kerusakan yang cukup besar pada ikan kering selama pengolahan dan penanganan. Dilaporkan bahwa sebanyak 3 juta ton per tahun produk ikan kering rusak akibat aksi serangga hama ini. Selama pengeringan di tempat terbuka, ikan mudah diserang dan dirusak oleh serangga blow fly. Ketika kelembaban berkurang ikan kering menjadi lebih kebal terhadap hama tersebut, tetapi ketika permukaan produk mengering maka kumbang hama, termasuk spesies dermestidae dan Necrobia refipes, menjadi penting. Salah satu serangga hama paling penting bagi ikan kering adalah Dermestes maculatus yang larvanya rakus memakan ikan sehingga menyebabkan banyak kerusakan. Dermestes maculatus dapat bertahan hidup pada kelembaban yang relatif rendah (30 %). Selama pengasapan ikan, suhu mungkin cukup untuk membunuh serangga atau asap bisa mengusir mereka, tetapi proses ini tidak bisa mencegah serangan bila produk ikan asap ini kemudian terbuka terhadap serangan serangga.

Taylor dan Evans (1982) menambahkan bahwa insektisida yang diberikan secara langsung pada produk ikan kering harus efektif terhadap spesies serangga sasaran tanpa meninggalkan residu yang berbahaya bagi konsumen. Ada sejumlah laporan tentang keberhasilan pengendalian Dermestes maculatus pada ikan kering dengan pemberian insektisida. Piretrin sinergis di dalam larutan celup telah disarankan oleh banyak ahli. Piretrin yang disinergiskan dengan piperonil butoksida merupakan satu-satunya bahan kimia yang ada yang memiliki batas kadar residu maksimum yang disarankan untuk ikan kering oleh FAO/WHO Joint Committe on Pesticide Residues. Insektisida lain yang telah diuji keefektivannya dalam mengendalikan serangga hama pada ikan kering mencakup malation, tetapi ternyata bahwa larutan malation pada konsentrasi yang cukup untuk memberikan kontrol yang efektif akan meninggalkan residu dengan kadar yang tidak bisa diterima. Teknik lain yang efektif dalam mengendalikan Dermestes maculatus adalah dengan mencelupkan ikan kering ke dalam larutan tetrachlorvinphos.

Piretrin sinergis disarankan untuk mengendalikan serangga ini, tetapi bahan kimia tersebut memiliki kelemahan yaitu terurai oleh sinar matahari. Senyawa-senyawa alternatif seperti pirimifos metil, klorpirifos metil dan metakrifos ternyata efektif melindungi ikan yang dicelupkan sebentar di dalam larutan berkonsentrasi 0,00625 % sebelum disimpan selama 28 hari. Pirimifos metil pada konsentrasi 0,0125 % memberikan perlindungan terbaik selama periode penyimpanan yang lebih panjang. Permetrin gagal mengendalikan Dermestes maculatus tetapi menunjukkan sifat tidak disukai serangga ini. Kadar residu insektisida di dalam produk ikan yang ditangani ternyata berkurang secara nyata selama penyimpanan pada suhu 27 oC (Taylor dan Evans, 1982).

Baca juga :
Nilai Gizi Ikan Untuk Konsumsi Manusia

Minyak Sayur Untuk Mengusir Serangga Dari Ikan Kering

Mathen et al. (1992) mempelajari kemampuan dua belas jenis minyak sayur dalam mengusir serangga dari ikan kering olahan. Kedua belas jenis minyak sayur tersebut adalah minyak gingelly, minyak bunga matahari, minyak safflower, minyak palem, minyak dedak beras, minyak biji kastor, minyak mustard, minyak kacang tanah, minyak neem, minyak hydnocarpus dan cairan kulit cashew nut. Minyak gingelly, minyak mustard, minyak bunga matahari dan minyak hydnocarpus mengandung zat pengusir serangga sedang minyak palem menarik serangga. Minyak gingelly, minyak mustard dan minyak bunga matahari menunda serangan lalat blowfly, sedang minyak hydnocarpus menunda serangan lalat blowfly maupun kumbang. Terlihat bahwa lalat blowfly dominan selama musim hujan sedang kumbang dominan di luar musim hujan. Pengawetan ikan kering dengan pemberian campuran kalsium propionat, butylated hydroxy anisole dan klorin efektif dalam menunda serangan serangga disamping mencegah timbulnya warna merah.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda