Jumat, 18 Oktober 2013

Pengaruh Pengapuran Terhadap Biota Air

Arsip Cofa No. C 154

Pengaruh Pengapuran Terhadap Zooplankton Krustasea di Danau Asam

Lindstroem (1992) melaporkan bahwa di danau-danau asam di Fulufjaell, Swedia, konsentrasi kalsium dan fosfor total sangat rendah sedangkan pH dan konsentrasi aluminium mencapai tingkat yang beracun bagi ikan. Berbeda dengan yang biasanya berlaku di daerah-daerah lain, populasi zooplankton diaptomidae tampaknya musnah di danau yang paling asam, dan sedikit musnah di danau yang paling kurang asam di daerah Fulufjaell. Di danau-danau yang dikapur, bagaimanapun, populasi Mixodiaptomus berkembang. Keberadaan spesimen tunggal tidak pernah dapat dihilangkan sama sekali untuk spesies plankton mana pun, tetapi populasi Holopedium hanya ada di danau-danau yang dikapur ketika proses pengasaman danau masih tahap awal sehingga populasi ikannya tidak pernah punah. Populasi Daphnia hanya mapan kembali di danau yang tingkat pengapurannya paling banyak (danau St. Roesjoen). Pengapuran berlangsung di beberapa danau selama bertahun-tahun, tetapi hanya di danau St. Roesjoen dan danau N. Saernamanna populasi krustasea bisa meningkat.

Baca juga
Pengaruh pH Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Ikan

Pengaruh Pengapuran Terhadap Plankton dan Parasit Ikan

Boyd (1982) mengulas hasil-hasil penelitian mengenai pengaruh pengapuran terhadap biota kolam. Kolam ikan dengan dasar yang basah bila diberi CaO atau Ca(OH)2 akan memusnahkan parasit dan organisme tak dikehendaki lainnya. Peningkatan pH lumpur menjadi 6,5 – 7 akibat pemberian kapur akan meningkatkan aktivitas mikroba. Pemberian kapur juga mempengaruhi komunitas plankton. Dilaporkan bahwa pengaruh awal pemberian kapur terhidrat (kalsium hidroksida) pada dua danau-rawa adalah penurunan kelimpahan plankton. Hal ini diyakini disebabkan oleh hilangnya ketersediaan karbon dioksida akibat bereaksi dengan Ca(OH)2 dan disebabkan oleh tingginya pH. Setelah pH menurun dari hampir 11 menjadi sekitar 8, komunitas plankton pulih kembali.

Pengendalian Epifit Pada Budidaya Alga Dengan Pengapuran

Pacheco-Ruiz et al. (1991) melaporkan bahwa tangki tempat kultur alga merah Gelidium robustum telah ditangani untuk mengurangi pertumbuhan epifit dengan menggunakan zat kapur atau kalsium hidroksida pada berbagai konsentrasi (10, 15 dan 20 gram/liter) dengan lama perlakuan berbeda-beda (30, 60 dan 90 detik) dan tiga macam frekuensi pemberian (setiap hari, setiap tiga hari dan setiap minggu). Pengurangan epifit terbanyak (47 – 69 %), tanpa mempengaruhi pertumbuhan alga yang dikultur, telah diperoleh dengan dosis 10 dan 20 gram/liter dengan lama perlakuan 30 dan 60 detik dengan frekuensi pemberian seminggu sekali.

Baca juga
Meningkatkan Efektivitas Herbisida Dalam Membasmi Tumbuhan Air

Pengapuran Untuk Mengendalikan Euglenophyta dan Meningkatkan Produksi Ikan Kolam

Ledakan populasi euglenophyta merupakan masalah umum di kebanyakan kolam budidaya di Bangladesh. Rahman et al. (2012) melakukan percobaan untuk mengendalikan ledakan populasi euglenophyta agar produksi ikan meningkat dengan memanfaatkan tumbuhan air gulma itik (Lemna minor) dan kapur. Percobaan dilakukan dengan empat perlakuan, yaitu kolam diberi gulma itik (perlakuan 1), pemberian kapur (perlakuan 2), kombinasi gulma itik dan kapur (perlakuan 3) dan tanpa gulma itik maupun kapur (perlakuan 4). Ikan rohu, catla, mrigal, silver carp dan silver barb ditebarkan ke kolam tersebut dan isi perutnya dianalisis setiap bulan. Kisaran parameter kualitas air dianalisis dalam batas produktif selama periode pecobaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan rata-rata euglenophyta adalah paling tinggi secara nyata pada perlakuan 4 (17,62 ± 1,97 x 104 sel/liter), diikuti oleh perlakuan 2 (2,96 ± 0,20 x 104 sel/liter), perlakuan 1 (1,94 ± 0,35 x 104 sel/liter) dan perlakuan 3 (1,53 ± 0,42 x 104 sel/liter). Analisis isi perut ikan menunjukkan bahwa banyak euglenophyta dikonsumsi oleh ikan silver carp dan silver barb, tetapi tidak disukai oleh ikan rohu, catla dan mrigal. Produksi kotor ikan adalah 2133,37 ; 1967,76 ; 2816,52 dan 1725,62 kg/ha/5 bulan untuk kolam perlakuan 1, 2, 3 dan 4, berturut-turut. Produksi ikan terbanyak adalah di kolam perlakuan 3 dan terendah di kolam perlakuan 4 yang menunjukkan bahwa penggunaan gulma itik dan kapur adalah layak secara ekonomi untuk mengendalikan ledakan populasi euglenophyta, mempertahankan kualitas air dan memperoleh produksi ikan yang lebih banyak (Rahman et al., 2012).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Pengapuran Terhadap Produksi Ikan di Kolam

Boyd (1982), berdasarkan studi literatur, mengutip bahwa penanganan lumpur basah dengan 1.120 – 2.240 kg/ha CaO tampaknya meningkatkan produksi ikan di kolam yang pernah mengalami masalah penyakit. Bagaimanapun, disimpulkan bahwa tidak ada indikasi pengaruh positif pengapuran terhadap produksi ikan. Bahkan dilaporkan bahwa produksi ikan sedikit lebih kecil di beberapa kolam yang diberi batu kapur pertanian dan dipupuk dibandingkan dengan produksi ikan di kolam yang dipupuk saja. Hal ini disebabkan karena kalsium karbonat menyingkirkan karbon dioksida dan merampas karbon dari alga plankton. Penelitian lain juga gagal membuktikan peningkatan produksi ikan fathead minnow (Pimephales promelas) setelah pengapuran air yang kurang sadah di kolam yang dipupuk.

Baca juga
Pupuk Organik Versus Pupuk Anorganik Untuk Kolam Ikan

Pengaruh Pengapuran Terhadap Komunitas Ikan Danau

Appelberg dan Degerman (1991) mempelajari efek jangka panjang pengapuran terhadap populasi ikan di danau asam di Swedia sejak tahun 1983 untuk menduga perkembangan dan stabilitas kumpulan ikan setelah pemberian kapur. Secara total, 77 danau disampling dua kali mengggunakan metode standar antara tahun 1983 dan 1988. Danau diberi kapur 1 – 16 tahun sebelum sampling kedua. Variabel fisika dan kimia dan data ikan diolah dan dianalisis menggunakan regresi linier dan anova. Hubungan antara karakteristik kumpulan ikan dan faktor-faktor lingkungan sangat tergantung pada komposisi spesies kumpulan ikan tersebut. Jumlah dan keragaman spesies ikan berkorelasi dengan derajat pengasaman maupun dengan keragaman habitat di danau. Meskipun ada sedikit kecenderungan ke arah penurunan keragaman spesies sejalan dengan bertambahnya waktu sejak pengapuran pertama, perkembangan stabilitas komunitas, yang ditunjukkan oleh tidak berubahnya proporsi spesies ikan, adalah tidak nyata.

Peranan Zat Kapur Bagi Tumbuhan Bakau

Macnae (1968) melaporkan bahwa keberadaan cangkang kerang atau sisa-sisa makluk hidup lain yang berkapur di dalam tanah hutan bakau adalah penting bagi kelayakan perkembangan tumbuhan bakau, terutama di daerah yang bersalinitas tinggi. Perlu dicatat bahwa di kebun jeruk di lembah Sungai Sundays (dekat Port Elizabeth, Afrika Selatan) yang, karena terpaksa, kebun ini sering diairi dengan air payau yang berasal dari batu tulis laut jaman Cretaceous, ternyata air yang kaya akan kapur ini mencegah daun pohon dari kekeringan. Keberadaan ion kalsium tampaknya mengurangi atau mencegah kerusakan yang disebabkan oleh kelebihan ion natrium, karena kalsium mengurangi konsentrasi natrium internal.

Baca juga
Sedimen Terbaik Bagi Pertumbuhan Bakau

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda