Minggu, 06 Januari 2013

Hubungan Antara Komposisi Kimia Pakan dengan Komposisi Kimia Telur dan Daging Ikan

Arsip Cofa No. C 122

Arti Penting Vitelogenin dan Komponen-Komponen Kimia Telur Ikan

Mommsen dan Walsh (1988) menyatakan bahwa pada tahap-tahap tertentu dalam siklus hidupnya, individu betina vertebrata yang bertelur, termasuk sebagian besar spesies ikan, memasuki suatu fase pematangan oosit (sel telur) sebagai persiapan sebelum mengalami ovulasi dan pemijahan. Di bawah pengaruh pusat-pusat hormon yang bersifat majemuk seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari, folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mensekresi ke dalam peredaran darah hormon-hormon steroid yang mengendalikan berbagai proses metabolik. Salah satu organ sasaran utama steroid-steroid ini, terutama 17β –estradiol, adalah hati. Organ ini, yang memiliki protein-protein pengikat yang sangat spesifik terhadap 17β –estradiol, sebaliknya berespon terhadap rangsangan hormonal seperti ini dengan mensintesis dan mengirimkan vitelogenin. Senyawa ini merupakan molekul pembawa bagi berbagai senyawa yang ditimbun oleh oosit yang sedang berkembang. Sementara komponen utama molekul vitelogenin adalah rantai protein berukuran besar (berat molekul 250.000 – 600.000), ia juga membawa sejumlah besar material lipida, komponen karbohidrat, gugus fosfat dan garam-garam mineral. Setelah diserap dengan sangat selektif ke dalam oosit, vitelogenin molekul transpor dipecah dan ditimbun sebagai komponen kuning telur spesifik , seperti fosvitin dan lipovitelin.

Selain komponen telur yang telah terkenal ini, oosit ikan yang sedang tumbuh menimbun berbagai jenis senyawa lain, kadang dalam jumlah besar, yang memainkan peranan terpadu dalam perkembangan secara .layak embryo dan larva ikan. Beberapa senyawa berfungsi sebagai cadangan bagi proses-proses yang membutuhkan energi. Pada beberapa kasus, bagaimanapun, peranan fisiologi senyawa-senyawa ini belum diketahui atau tidak dapat disimpulkan hanya dari bukti-bukti yang sedikit. Substansi yang tergolong kategori ini mencakup glikogen, karotenoid, lektin, sialoglikoprotein, ester lilin dan ester sterol (Mommsen dan Walsh, 1988).

Mommsen dan Walsh (1988) menambahkan bahwa tahap-tahap perkembangan awal pada banyak spesies ikan disertai dengan periode tak-makan yang lama, kadang-kadang beberapa minggu, sebelum pertama kali mendapat makanan dari luar. Dengan demikian, pembentukan vitelogenin yang dilakukan induk betina dan penimbunan kuning telur dalam jumlah cukup, maupun pelengkapan oosit secara layak, penting bagi kelangsungan hidup embryo dan larva.

Baca juga :
Biokimia Daging Ikan Bandeng

Pengaruh Kadar Protein Pakan Induk Ikan Terhadap Komposisi Kimia Telurnya

Watanabe et al. (1985) melaporkan bahwa telur terapung (telur normal terapung di permukaan air) dan telur yang mengendap (telur tak normal tenggelam di dasar tangki) yang diproduksi oleh induk ikan yang diberi berbagai pakan telah dianalisa komposisi proksimat, kadar lipida, asam lemak, vitamin A dan E, kolesterol serta mineral. Pakan yang mengandung berbagai kadar protein diberikan selama 6 bulan, atau ikan induk diberi pakan yang dilengkapi dengan pigmen dan vitamin larut-lemak atau krill mentah beku tak lama sebelum pemijahan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan tajam komposisi proksimat dan mineral akibat perbedaan pakan induk, meskipun kadar protein dalam telur terapung sebanding dengan kadar protein pakan yang diberikan, sedang kadar air bervariasi terbalik. Asam lemak dalam telur sangat dipengaruhi oleh kadar asam lemak pakan yang diberikan kepada induk tak lama sebelum pemijahan atau selama pemijahan. Dalam telur dari induk yang diberi pakan minyak jagung segera setelah dan sebelum pemijahan, persentase 18 : 2-omega-6 setinggi 26 % dibandingkan dengan nilai asal. Vitamin E juga ditemukan dengan mudah bergabung ke dalam telur hampir konstan tanpa dipengaruhi kadar kolesterol dalam pakan.

Pengaruh Mutu Pakan Induk Ikan Terhadap Mutu Telur Yang Dihasilkan

Watanabe et al. (1984) melakukan percobaan pemberian pakan untuk meneliti pengaruh mutu pakan, yang diberikan kepada induk ikan rainbow trout selama 3 bulan sebelum mereka memijah, terhadap reproduksi dan mutu telur. Induk ikan diberi berbagai jenis pakan dengan berbagai kadar protein dan lipida atau pakan tanpa penambahan asam lemak esensial (EPA). Laju pertumbuhan dan efisiensi pakan adalah tinggi pada induk yang menerima pakan yang mengandung 36 % protein dan 18 % lipida; selain itu “laju pemataan” (eyed rate) dan total penetasan juga tinggi pada telur yang diproduksi induk kelompok ini. Pertumbuhan dan efisiensi pakan pada ikan yang diberi pakan mengandung 28 % protein menjadi berkurang sekitar 60 hari setelah pemberian pakan. Pemberian pakan yang mengandung tepung daging sapi sebagai bagian sumber energi memberikan hasil yang baik terhadap reproduksi, dibandingkan dengan induk yang diberi pakan komersial berprotein tinggi. Pakan kekurangan EFA (essential fatty acid) menghasilkan laju pertumbuhan, laju pemataan dan daya tetas yang rendah, dan hal ini bisa ditingkatkan secara efektif dengan menambahkan etil linoleat ke dalam pakan, yang menunjukkan arti penting EFA bagi reproduksi. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mutu telur sangat dipengaruhi oleh mutu gizi pakan yang diberikan kepada induk ikan rainbow trout selama periode singkat 3 bulan sebelum mereka memijah.

Pengaruh Komposisi Gizi Pakan Terhadap Komposisi Kimia Telur Ikan

Watanabe et al. (1984) melakukan studi untuk mengetahui hubungan antara komposisi pakan ikan induk dengan komponen-komponen kimia telur ikan yang dihasilkan. Baik telur maupun induknya, yang diberi berbagai jenis pakan dengan kualitas nutrisi berbeda-beda selama lebih dari 5 bulan, dianalisis dalam hal kandungan asam lemak, mineral dan proximate composition (komposisi perkiraan). Tidak ada perbedaan nyata dalam hal proximate composition karena perbedaan kualitas nutrisi pakan baik dalam otot (daging) dan hati ikan jantan maupun betina kecuali untuk induk jantan yang diberi pakan berprotein rendah atau kekurangan EFA (essential fatty acid; asam lemak esensial) di mana kandungan protein berkurang sedangkan kandungan lipida bertambah. Kandungan protein dan lipida adalah lebih tinggi sedangkan kandungan air lebih rendah dalam ovari pada ikan induk yang diberi pakan tepung cumi-cumi. Komposisi mineral dalam jaringan tubuh induk maupun telur secara umum tidak menunjukkan perbedaan, bahkan dalam hal kandungan fosfor pada vertebrae (ruas tulang belakang) dan telur dari induk yang diberi pakan kekurangan fosfor. Dalam telur yang dihasilkan oleh induk yang diberi pakan berprotein rendah, terlihat bahwa kadar airnya agak tinggi dan kandungan proteinnnya rendah.

Baca juga :
Pengaruh Pakan Terhadap Komposisi Biokimia Brachionus

Asam-asam lemak dalam telur sangat dipengaruhi oleh asam-asam lemak pakan yang dikonsumsi induknya. Proporsi HUFA (highly unsaturated fatty acid; asam lemak sangat tak jenuh) omega-3 adalah tinggi dalam telur induk yang pakannya mengandung HUFA omega-3 berkadar tinggi dan rendah dalam telur induk yang pakannya kekurangan EFA; persentase asam lemak 18:2 omega-6 adalah lebih tinggi pada telur yang terakhir akibat tingginya kadar 18:2 omega-6 dalam pakan yang mengandung minyak jagung, namun hubungan antara kualitas telur dan distribusi asam lemaknya tidak terbukti dalam eksperimen ini.

Watanabe et al. (1984) menambahkan bahwa reproduksi dan kualitas telur ikan red sea bream sangat dipengaruhi oleh kualitas nutrisi pakan induknya, dengan cara yang sama seperti pada ikan rainbow trout. Kekurangan asam lemak esensial atau fosfor dalam pakan ikan menyebabkan rendahnya produksi dan kualitas telur. Pakan yang kekurangan nutrisi ini bisa memberikan beberapa dampak tidak hanya terhadap ikan yang memakannya tetapi juga terhadap komponen-komponen kimia telur yang dihasilkannya.

Penelitian menunjukkan bahwa telur dari ikan yang pakannya tidak ditambahi trace element memiliki nilai yang secara nyata lebih rendah dalam hal persentase telur bermata maupun daya tetasnya bila dibandingkan dengan ikan kontrol; dan bahwa kandungan mangan, seng dan besi dalam tulang serta mangan dalam telur adalah jauh lebih rendah pada ikan-ikan ini dibandingkan pada induk ikan yang menerima pakan komersial, walaupun perbedaan pakan tidak menimbulkan perbedaan menyolok dalam hal komposisi umum telur ikan. Distribusi asam lemak dalam lipida telur juga diketahui mencerminkan lipida yang ada dalam pakan ikan induk. Dalam telur yang dihasilkan oleh ikan rainbow trout yang pakannya kekurangan asam lemak esensial, persentase asam-asam lemak monoenoik meningkat dan bahwa persentase 22:6 omega-3 berkurang (Watanabe et al., 1984).

Baca juga :
Binder (Perekat) Dalam Pelet Pakan Ikan

Pengaruh Kadar Lipida dan Pantetin Dalam Pakan Terhadap Komposisi Tubuh Ikan Channel Catfish

Stowell dan Gatlin (1992) meneliti pengaruh berbagai kadar lipida dan pantetin dalam pakan terhadap komposisi tubuh ikan channel catfish (Ictalurus punctatus) dengan menggunakan rancangan faktorial 2 x 3. Pakan kasein/gelatin murni yang mengandung dua macam kadar lipida dan tiga macam kadar pantetin diberikan kepada anak channel catfish. Ikan dianalisis untuk mengetahui perkiraan komposisi seluruh tubuh, hati dan filet serta indek hepatosomatik dan “intraperitoneal fat” (IPF; lemak intraperitoneal). Analisis asam lemak juga dilakukan terhadap lipida dalam filet.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa lipida pakan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan, efisiensi pakan dan komposisi tubuh. Pakan yang mengandung 10 % lipida biasanya menghasilkan nilai-nilai perolehan berat dan efisiensi pakan yang lebih tinggi, demikian pula nilai-nilai kadar lipida filet dan lipida seluruh tubuh serta IPF lebih tinggi. Pada hati, 10 % lipida pakan hanya meningkatkan secara nyata kadar abu. Penambahan pantetin tidak berpengaruh terhadap perolehan berat dan efisiensi pakan tetapi meningkatkan kadar asam oleat dalam lipida filet. Lipida pakan secara nyata mempengaruhi penampilan dan penimbunan lipida ikan channel catfish, sedangkan pengaruh pantetin (pada dosis 250 dan 1000 mg/kg pakan) bisa diabaikan (Stowell dan Gatlin, 1992).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Memperbaiki Mutu Gizi Daging Ikan dengan Memodifikasi Pakannya

Kennish et al. (1992) memelihara dua kelompok ikan chinook salmon di dalam jaring apung di laut. Kelompok ikan kontrol diberi pakan komersial Biodiet sedang kelompok perlakuan diberi pakan ikan hering utuh. Ikan dari kedua kelompok disampel pada awal penelitian dan setiap bulan selama 3 bulan. Pakan hering berpengaruh nyata terhadap kadar lipida total dalam otot punggung yang berlipat ganda pada bulan pertama dibandingkan kontrol. Rasio asam lemak n-3/n-6 pada ikan pemakan hering meningkat 28 %, sedang pada kelompok kontrol menurun sebesar 57 % selama periode penelitian. Perubahan ini tampaknya berhubungan dengan perbedaan kadar asam lemak 18:2n-6 dalam pakan. Kadar kolesterol dalam ikan salmon pemakan hering adalah dua kali kadarnya pada salmon yang diberi pakan komersial, tetapi masih jauh lebih rendah daripada kadar kolesterol awal. Penelitian ini menunjukkan, untuk pertama kali, bahwa mutu gizi ikan chinook salmon yang dipelihara dalam jaring apung bisa diperbaiki tak lama sebelum dipasarkan dengan memodifikasi pakannya.

Baca juga :
Daging Ikan : Karakteristik Biokimia dan Fisika

Kadar Pigmen Karotenoid Dalam Pakan dan Tubuh Ikan

Bjerkeng et al. (1992) memberi makan pada ikan rainbow trout (Oncorhynchus mykiss) dengan suplemen 100 mg astaksantin/kg ((3S, 3’S)-, (3R, 3’S)-, (3R, 3’R)-isomer optis; 1:2:1), atau 100 mg kantaksantin/kg, atau tanpa karotenoid dalam percobaan yang berlangsung 140 minggu. Selama percobaan berat ikan meningkat dari 0,13 gram menjadi 3 kg. Dari minggu ke 23 sampai 58 setelah awal pemberian pakan, astaksantin secara nyata dimanfaatkan lebih efisien untuk pigmentasi daging daripada kantaksantin. Konsentrasi karotenoid dalam kulit ikan trout pra dewasa yang diberi pakan karotenoid mencapai kadar akhir 20 mg/kg. Konsentrasi karotenoid dalam kulit ikan trout pra dewasa yang diberi pakan karotenoid meningkat selama 49 minggu pertama dan kemudian berkurang. Konsentrasi karotenoid dalam kulit trout yang diberi pakan astaksantin cenderung lebih tinggi daripada ikan yang diberi pakan kantaksantin; kondisi yang berlawanan ditemukan untuk hati.

Total kandungan karotenoid ikan betina dan jantan matang gonad adalah 73 – 79 % dan 18 – 19 % dari kandungannya pada ikan pra dewasa, berturut-turut. Kadar karotenoid dalam gonad ikan betina meningkat agak banyak sejalan dengan kematangan gonad, dan kadar karotenoid dalam kulit ikan jantan meningkat secara kuat. Tidak ada perbedaan nyata antara daging dan pakan dalam hal komposisi isomer optis astaksantin. Kulit pada ikan yang diberi astaksantin terutama mengandung ester-ester astaksantin sedangkan kulit ikan yang diberi pakan kantaksantin mengandung kantaksantin dan metabolit-metabolit reduktifnya. Sedikit penimbunan isomer-(3S, 3’S) astaksantin terlihat dalam kulit. Hal ini disertai dengan penimbunan (3S, 3’S)- dan (3R, 3’S)-zeaksantin (Bjerkeng et al., 1992).

Perbedaan Daging Ikan Yang Berbeda Pakannya

Prescott dan Bell (1992) mengevaluasi secara inderawi daging dari tiga kelompok ikan snapper (Pagrus auratus) : ikan liar, snapper yang diberi pakan pelet berbahan baku tepung ikan dan snapper yang diberi pakan daging ikan. Rasa, warna daging, aroma segar dan bau tak enak, tekstur dan kadar minyak serta penerimaan total dibahas. Hasilnya menunjukkan bahwa ikan snapper yang dipelihara dengan pakan formula mendapat tanggapan konsumen yang sama seperti ikan liar; tak ada perbedaan nyata antara ikan yang diberi pakan daging ikan dan pelet untuk semua variabel yang diukur.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda