Sabtu, 20 Oktober 2012

Pemanfaatan dan Pengolahan Ikan Cucut

Arsip Cofa No. C 092

Pemanfaatan Cucut Sebagai Makanan, Sumber Vitamin A dan Bahan Kulit

Sharp (1984) menyatakan bahwa meskipun ikan cucut hanya menyumbangkan satu persen dari total tangkapan ikan dunia setiap tahun, ikan ini biasa dimanfaatkan sebagai makanan, dagingnya tidak berlemak dan rasanya lezat. Hati ikan ini mengandung minyak yang kaya akan vitamin A, sehingga cucut merupakan sumber penting vitamin ini sebelum ada metode yang efektif untuk memproduksi vitamin A secara komersial di laboratorium. Di Cina dan Timur Jauh, sirip ikan hiu merupakan makanan yang sangat lezat dan menjadi komponen vital dalam sup sirip ikan hiu, masakan Timur yang terkenal dan digemari. Kulit ikan hiu, atau “shagree”, dapat digosok hingga halus dan diwarnai untuk kemudian dijadikan sepatu atau pakaian yang menarik.

Baca juga
Manfaat Squalen dan Keberadaanya Dalam Hati Ikan Cucut

Sup Sirip Hiu dan Dampaknya Bagi Populasi Ikan Tersebut

Randall (1995) menyatakan bahwa beberapa spesies ikan hiu merupakan bahan makanan yang penting secara komersial, terutama pada tahun-tahun terakhir ini ketika stok banyak jenis ikan ekonomis penting mulai mengalami overfishing (penangkapan yang berlebihan). Sirip beberapa jenis ikan hiu merupakan komponen penting dalam pembuatan sup di negara-negara Timur. Hal ini berdampak buruk karena menyebabkan adanya perikanan yang dikhususkan menangkap jenis-jenis hiu tersebut. Karena hiu yang ditangkap adalah yang muda sedangkan pertumbuhan sebagian besar ikan ini lambat, maka populasinya dengan cepat mengalami overfishing.

Baca juga
Komposisi Kimia Minyak Ikan

Pemanfaatan Gelatin dari Kulit dan Tulang Ikan Cucut

Kittiphattanabawon et al. (2012) menyatakan bahwa ikan cucut, terutama Chiloscyllium punctatum dan Carcharhinus limbatus, dimanfaatkan untuk produksi filet dan sirip ikan di Thailaind. Selama pengolahan ikan cucut, dihasilkan limbah padat, terutama kulit dan tulang rawan. Umumnya hasil samping ini sebagian besar digunakan untuk membuat tepung ikan atau pupuk, yang nilai ekonomisnya rendah. Biasanya, gelatin diproduksi secara komersial dari kulit dan tulang babi dan “bovine” (sejenis sapi/kerbau). Namun, gelatin dari bovine membawa resiko tinggi terjadinya “bovine spongiform encephalopathy” (BSE), sedangkan kulit dan tulang babi tidak dapat digunakan dalam makanan bagi Muslim dan Yahudi. Dengan demikian, gelatin ikan, terutama gelatin dari kulit ikan cucut Chiloscyllium punctatum dan/atau Carcharhinus limbatus, bisa menjadi sumber alternatif untuk produksi gelatin. Gelatin adalah senyawa biopolimer yang diperoleh dengan cara denaturasi (penguraian)-sebagian kolagen. Gelatin banyak digunakan dalam industri makanan maupun non makanan (fotografi, kosmetik dan obat-obatan). Dalam industri makanan, gelatin dapat bertindak sebagai stabilizer.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Suhu Ekstraksi Terhadap Sifat-Sifat Gelatin Ikan Cucut

Kittiphattanabawon et al. (2012) mempelajari sifat-sifat fisika kimia, sifat fungsional dan aktivitas antioksidatif yang ditunjukkan oleh gelatin dari kulit ikan cucut Chiloscyllium punctatum dan Carcharhinus limbatus, di bawah pengaruh suhu ekstraksi. Kadar gugus alfa-asam amino dan hidrofobisitas permukaan gelatin kedua spesies ikan cucut meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu ekstraksi (P < 0.05). Kedua gelatin memiliki kelarutan yang tinggi (lebih dari 80 %) dalam kisaran pH yang lebar (1 – 10). Kedua gelatin yang diekstrak pada suhu 60 °C menunjukkan nilai tertinggi untuk “emulsion activity index” (EAI), “emulsion stability index (ESI) dan “foam expansion” (FE; pemuaian busa). “Foam stability” (FS; stabilitas busa) terendah terjadi bila gelatin diekstrak pada suhu 75 °C (P < 0.05). Gelatin Chiloscyllium punctatum memiliki nilai EAI, ESI dan FE yang lebih rendah daripada gelatin Carcharhinus limbatus. Bagaimanapun, FS yang lebih tinggi ditemukan pada gelatin Chiloscyllium punctatum (P < 0.05). Akivitas antioksidan kedua gelatin meningkat bersamaan dengan meningkatnya kadar gugus alfa-asam amino dan sejalan dengan meningkatnya suhu ekstraksi (P < 0.05). Gelatin Chiloscyllium punctatum umumnya menunjukkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi daripada gelatin Carcharhinus limbatus (P < 0.05). Gelatin yang diekstrak pada suhu 60 °C menunjukkan sifat-sifat interfasial (antar bidang-batas) yang tertinggi, sedangkan gelatin yang diekstrak pada suhu yang lebih tinggi (75 oC) memiliki aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi. Suhu ekstraksi dengan demikian bisa diatur untuk penerapan maksimum.

Baca juga
Nilai Gizi Ikan Untuk Konsumsi Manusia

Teknologi Pengolahan dan Penyimpanan Filet Ikan Cucut Untuk Meningkatkan Mutu dan Daya Awet Produk

Ramachandran dan Solanki (1991) melaporkan bahwa filet ikan tanpa duri telah dibuat dari ikan cucut dengan memodifikasi metode pengolahan. Mutu produk dan karakteristik penyimpanannya pada berbagai kelembaban (Relative Humidity; RH) dan pengemasan vakum, iradiasi, dan lain-lain telah dipelajari. Penyerapan garam maksimum oleh daging selama penggaraman terjadi selama delapan jam pertama yang kemudian berkurang secara perlahan-lahan sejalan dengan waktu. Demikian pula, dehidrasi juga menunjukkan kecenderungan yang sama selama penggaraman. Periode penggaraman yang optimum selama 16 sampai 18 jam dalam air garam yang jenuh (pekat) dianggap merupakan cara terbaik untuk memperoleh produk dengan kadar garam 16 sampai 18 % dan kadar air 52 sampai 56 %. Metode pengolahan yang lebih disempurnakan bisa mengurangi lama waktu penanganan dan memperbaiki mutu produk. Produk yang dikemas dalam polythene dan kemudian diiradiasi menunjukkan daya awet yang lebih lama. Penyimpanan pada kelembaban (RH) yang lebih tinggi mempercepat pemudaran warna permukaan produk dan pembusukan. Produk yang disimpan pada RH 65 % bisa mempertahankan komposisi produk dan mutu selama hampir satu bulan.

Baca juga
Upaya Meningkatkan Mutu Filet Ikan

Pengaruh Squalen dan Minyak Hati Ikan Cucut Terhadap Kadar Kolesterol Darah

Zhang et al. (2002) melaporkan bahwa squalen dan minyak hati ikan cucut dijual sebagai suplemen kesehatan yang terkenal. Telah dilakukan studi untuk menguji aktivitas hiperkolesterolemik (konsentrasi kolesterol yang berlebihan di dalam darah) yang ditimbulkan oleh squalen murni dan minyak hati ikan cucut murni pada binatang hamster. Squalen ditambahkan dalam makanan dengan kadar 0,05, 0,1 dan 0,5 % sedangkan minyak hati ikan cucut ditambahkan ke dalam makanan sebanyak 0,05 % berdasarkan berat. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, total kolesterol dalam serum darah untuk kelompok hamster yang menerima squalen 0,05 % meningkat sebanyak 32 %, untuk kelompok squalen 0,10 % meningkat sebanyak 23 %, untuk kelompok squalen 0,5 % meningkat sebanyak 35 % dan untuk kelompok minyak hati ikan cucut 0,05 % meningkat sebanyak 19 %. Kecenderungan yang sama tampak untuk trigliserida dalam serum darah. Pemberian squalen atau minyak hati ikan cucut juga meningkatkan konsentrasi kolesterol pada organ hati sebesar 97 – 133 % untuk empat kelompok uji dibandingkan dengan hamster kontrol. Selain itu, penambahan squalen dan minyak hati ikan cucut ke dalam makanan menyebabkan penimbunan squalen dengan jumlah yang nyata di dalam hati dan jaringan lemak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa squalen dan minyak hati ikan cucut bersifat hiperkolesterolemik setidaknya pada hamster. Perhatian harus diberikan bila squalen dan minyak hati ikan cucut dikonsumsi secara rutin sebagai suplemen kesehatan.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda