Rabu, 23 Mei 2012

Upaya Mengurangi Konsentrasi Amonia dan Daya Racunnya Dengan Menggunakan Zeolit

Arsip Cofa No. B 001

Karakteristik Fisika dan Kimia Zeolit

Payra dan Dutta (2003) dalam Auerbach et al. (2003) menyatakan bahwa zeolit merupakan kristal aluminosilikat berpori-mikro, dan memiliki susunan tetrahedra TO4 (T = Silikon, Aluminium) dengan atom-atom oksigen menjadi penghubung tetrahedra-tetrahedra di sekelilingnya. Untuk struktur bersilika komplit, kombinasi unit-unit TO4 (T = silikon) dalam pola ini akan membentuk silika (SiO2), yang merupakan padatan tak bermuatan. Ke dalam rangka silika ini kemudian bergabung aluminium dan kation-kation (terutama kation anorganik dan organik) sehingga struktur tersebut secara keseluruhan bermuatan netral. Kation-kation tersebut merupakan ion yang dapat-dipertukarkan sehingga zeolit memiliki sifat pertukaran-ion yang kuat. Karaktetristik zeolit berasal dari kondisinya yang banyak mengandung mikro pori-pori dan merupakan akibat dari topologi rangkanya.

Jumlah atom aluminium di dalam rangka zeolit dapat bervariasi sangat lebar, dengan perbandingan Si/Al = 1 sampai tak hingga. Sejalan dengan meningkatnya rasio Si/Al di dalam rangka tersebut, maka stabilitas hidrotermal dan sifat hidrofobisitas (takut-air) akan meningkat. Stabilitas termal zeolit bervariasi dalam kisaran suhu yang lebar. Suhu dekomposisi untuk zeolit rendah-silika adalah sekitar 700 °C, sedangkan zeolit bersilika lengkap, seperti misalnya silikalit, bersifat stabil sampai suhu 1300 °C. Zeolit bersilika-rendah adalah tidak stabil dalam kondisi asam, sedangkan zeolit bersilika-tinggi stabil dalam cairan asam mineral mendidih, namun tidak stabil dalam larutan basa. Zeolit bersilika-rendah cenderung memiliki struktur dengan 4, 6 dan 8 MR, sedangkan zeolit yang mengandung lebih banyak silika mempunyai 5 MR. Zeolit bersilika-rendah bersifat hidrofilik (suka-air), sedangkan zeolit bersilika-tinggi bersifat hidrofobik (takut-air), dan zeolit dengan sifat transisi timbul pada rasio Si/Al sekitar 10 (Payra dan Dutta, 2003, dalam Auerbach et al., 2003).

Payra dan Dutta (2003) dalam Auerbach et al. (2003) menambahkan bahwa konsentrasi, lokasi dan selektivitas pertukaran kation bervariasi sangat besar sesuai dengan rasio Si/Al dan memainkan peranan penting dalam penyerapan (adsorption), katalisis dan pertukaran ion. Meskipun konsentrasi lokasi asam berkurang dengan meningkatnya rasio Si/Al, namun koefisien-koefisien kekuatan asam dan aktivitas proton meningkat sejalan dengan menurunnya konsentrasi aluminium. Zeolit juga memiliki karakteristik akibat adanya sifat unik di mana permukaan internal sangat mudah diakses dan mungkin menyusun lebih dari 98 % luas permukaan total. Luas permukaannya secara khas bisa mencapai 300 – 700 m2/gram.

Secara khas, pada zeolit sintetis, air yang ada selama sintesis akan menempati ruang-ruang kosong di dalam zeolit tersebut. Kation organik non-rangka dan fase terserap dapat dihilangkan dengan cara oksidasi/perlakuan panas, sehingga terbentuk ruang intra-kristalin. Fakta bahwa zeolit mempertahankan integritas strukturalnya meskipun kehilangan air menyebabkan zeolit berbeda dari material berpori penyerap-air, seperti CaSO4. Sifat kristalin rangka zeolit menjamin mulut pori-pori berukuran seragam di seluruh kristal tersebut dan dapat dengan mudah memilah-milah berbagai molekul dengan perbedaan ukuran molekul kurang dari 1 Angstrom; hal ini menyebabkan zeolit dikenal dengan nama saringan molekuler. Lubang mulut pori-pori zeolit juga bisa dikendalikan melalui pertukaran ion. Untuk natrium-A (LTA), mulut pori-pori berukuran sekitar 4 Angstrom memungkinkan CO2 tersingkir dari CH4. Untuk kalium-A dengan mulut lubang pori berukuran sekitar 3 Angstrom, H2O bisa disingkirkan dari alkohol dan alkana. Untuk kalsium-A dengan ukuran mulut pori-pori sekitar 4,7 Angstrom, n-alkana dapat menembus zeolit tetapi alkana yang bercabang tidak dapat menembusnya (Payra dan Dutta, 2003, dalam Auerbach et al., 2003).

Baca juga
Pengaruh Faktor Kimia Perairan Terhadap Daya Racun Amonia

Karakteristik Zeolit Alami dan Kemampuannya Dalam Menyingkirkan Amonia

Banyaknya penggunaan zeolit alami dalam pengelolaan lingkungan mendorong dilakukannya banyak penelitian baru terutama karena sifat-sfiatnya dan keberadaannya yang tersebar luas di seluruh dunia. Englert dan Rubio (2005) melakukan studi untuk mempelajari karakteristik sejenis zeolit alami asal Chili dan pemanfaatannya sebagai agen penyerap amonia dari larutan. Sampel batuan “tuff” yang kaya akan zeolit, yang terutama tersusun dari klinoptilolit dan modernit, mengandung partikel dengan diameter rata-rata 13 mikron, dengan kemampuan penyerapan luas permukaan spesifik 55 m2/gram (penyerapan metilen biru) dan 177 m2/gram (penyeraan nitrogen) (catatan : tuff adalah batuan ringan berpori yang terbentuk akibat konsolidasi abu vulkanik). Partikel-partikel zeolit ini memiliki muatan negatif pada kisaran pH yang lebar (dengan atau tanpa amonia) dan kapasitas pertukaran kation 1,02 meq NH4+ per gram. Penyingkiran amonia tampaknya berlangsung melalui proses pertukaran ion dengan kinetika yang cepat (laju konstan pada 0,3 per menit) pada nilai pH netral, dengan kapasitas penyingkiran sampai 0,68 NH4+ per gram. Model isoterm Langmuir menyediakan data keseimbangan yang sangat sesuai (R2 = 0,97). Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya potensi zeolit alami asal Chili sebagai agen penyerap atau material pertukaran ion untuk pengolahan air limbah dan daur ulang pemakaian air.

Penggunaan Zeolit Untuk Menyingkirkan Amonia dan Menghilangkan Daya Racunnya

Menurut Burgess et al. (2004) amonia ditemukan dalam perairan laut termasuk dalam air sela-sela sedimen. Pada konsentrasi yang cukup tinggi, amonia dapat bersifat racun bagi spesies organisme air. Metode “toxicity identification evaluation” (TIE, evaluasi identifikasi daya racun) menyediakan alat bagi peneliti untuk mengidentifikasi racun dalam air. Ada beberapa metode untuk mengidentifikasi daya racun amonia seperti “volatilization” (pembentukan senyawa mudah-menguap) dan perubahan pH, penambahan Ulva lactuca, penguraian oleh mikroba, dan penambahan zeolit. Penambahan zeolit telah berhasil digunakan dalam sistem perairan tawar untuk mengurangi konsentrasi amonia dan daya racunnya selama beberapa dekade. Bagaimanapun, zeolit dalam sistem perairan laut kurang banyak dipakai karena ion-ion dalam air laut mengganggu kemampuan zeolit menjerap amonia. Tujuan studi ini adalah mengembangkan metode zeolit untuk menghilangkan amonia dari air laut. Untuk mencapai tujuan ini, peneliti melakukan serangkaian studi kromatografi kolom terhadap zeolit guna menentukan kapasitas dan laju penyerapan serta untuk mengevaluasi pengaruh salinitas dan pH terhadap penyingkiran amonia. Peneliti juga mempelajari interaksi antara zeolit dengan beberapa logam beracun. Metode ini juga dievaluasi dengan mengukur daya racun amonia bagi dua spesies organisme laut : mysid Americamysis bahia dan amfipoda Ampelisca abdita.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Burgess et al. (2004) menyimpulkan bahwa kromatografi kolom terbukti efektif untuk menyingkirkan amonia dalam kisaran konsentrasi yang lebar di bawah beberapa kondisi percobaan. Sayangnya, "slurry method" (metode di mana partikel-partikel zeolit dimasukkan ke dalam air hingga membentuk suspensi) ini tidak konsisten dan memberikan hasil yang bervariasi dalam menghilangkan amonia dan tidak dapat disarankan. Logam-logam tembaga, timah hitam dan seng bisa disingkirkan oleh zeolit baik dengan metode slurry maupun kolom. Kolom zeolit berhasil menghilangkan daya racun amonia baik untuk mysid maupun amfipoda, sedangkan metode slurry kurang efektif. Studi ini menunjukkan bahwa kromatografi kolom zeolit merupakan cara yang berguna dalam melakukan TIE pada air laut untuk mengurangi konsentrasi amonia dan menentukan karakteristik daya racunnya.

Baca juga
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Racun Amonia

Pengaruh Zeolit Terhadap Daya Racun Amonia Dalam Sedimen Perairan Tawar

Teknik untuk mengurangi daya racun amonia dalam sedimen perairan tawar telah diteliti oleh Besser et al. (1998) sebagai bagian dari proyek pengembangan prosedur TIE untuk semua sedimen. Meskipun amonia merupakan komponen alami dalam sedimen perairan tawar, polusi dapat menaikkkan konsentrasi amonia sampai ke tingkat yang beracun bagi invertebrata bentik, dan amonia juga dapat meningkatkan daya racun sedimen yang mengandung bahan pencemar yang lebih kekal. Peneliti menggunakan mineral zeolit alami, yaitu klinoptilolit, untuk mengurangi konsentrasi amonia dalam air pori-pori sedimen. Zeolit banyak digunakan untuk menghilangkan amonia dalam pengolahan air dan dalam prosedur TIE.

Besser et al. (1998) menyimpulkan bahwa penambahan butiran zeolit ke sedimen beramonia menurunkan konsentrasi amonia dalam air pori-pori dan mengurangi daya acun amonia bagi invertebrata. Pemberian 20% zeolit (v/v; volume per volume) mengurangi konsentrasi amonia dalam air pori-pori sebesar minimal 70% pada sedimen beramonia yang menjadi ciri khas sedimen perairan tawar yang tercemar. Pemberian zeolit menurunkan daya racun sedimen beramonia bagi tiga taksa invertebrata bentik (Hyalella azteca, Lumbriculus variegatus, dan Chironomus tentans), meskipun kepekaan mereka terhadap daya racun amonia sangat berbeda. Sebaliknya, pemberian zeolit tidak mengurangi daya racun akut sedimen yang banyak mengandung kadmium atau tembaga, atau menurunkan konsentrasi logam-logam ini dalam air pori-pori. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian zeolit, dalam uji daya racun dengan taksa yang peka seperti H. azteca, bisa menjadi teknik yang efektif untuk menurunkan secara selektif daya racun amonia dalam sedimen perairan tawar.

Baca juga
Variasi Daya Racun Amonia

Menyingkirkan Amonia Dari Air Limbah Dengan Zeolit Alami

Booker et al. (1996) melaporkan bahwa proses penyerapan-cepat, yang memanfaatkan selektivitas zeolit Australia alami terhadap ion amonium, telah dikembangkan untuk menyingkirkan amonia dari air limbah. Tujuan studi ini adalah untuk memahami manfaat sumberdaya Australia alami tersebut sebagai alternatif yang efisien bagi metode penanganan limbah yang sudah ada. Pemahaman mengenai keseimbangan dan perilaku kinetika zeolit ini menimbulkan harapan akan kemampuan material ini sebagai media penyerapan.

Hasil-hasil studi yang menggembirakan mendorong dilakukannya pilot proyek uji coba, yang menunjukkan bahwa zeolit merupakan material yang sangat bagus sebagai media penyerapan untuk operasi kolom kontinyu. Proses penyerapan oleh zeolit terbukti efektif, pada skala pilot proyek, untuk menurunkan konsentrasi ion amonium dalam air limbah. Konsentrasi ion amonium yang semula berkisar dari 25 sampai 50 mg NH4-N/liter turun menjadi di bawah 1 mg NH4-N/liter. Pada kondisi operasi yang optimal, kapasitas penyerapan zeolit untuk kisaran konsentrasi amonium ini adalah sekitar 4,5 mg NH4-N/gram. Laju penanganan air limbah dengan kolom zeolit pilot proyek ini membuatnya sangat sesuai untuk melengkapi proses pengolahan limbah sekunder bervolume besar guna menghilangkan komponen amonia terlarut (Booker et al., 1996).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Penyingkiran Amonia Dari Perairan Tercemar Dengan Zeolit Klinoptilolit

Rahmani et al. (2004) menyatakan bahwa amonia nitrogen dibuang bersama air limbah perkotaan, industri dan pertanian, yang kemudian bercampur dengan sumberdaya perairan. Beberapa dampak negatif amonia mencakup peningkatan laju eutrofikasi danau, penurunan konsentrasi oksigen terlarut di perairan yang menerima amonia tersebut serta terjadinya keracunan ikan. Batas maksimum konsentrasi amonia yang ditetapkan oleh Asosiasi Eropa untuk Air Minum adalah sekitar 0,5 mg/liter. Dengan demikian air mentah dengan konsentrasi amonia yang tinggi harus diolah sebelum diterima konsumen, dan air limbah harus ditangani sebelum dibuang ke perairan. Metode yang paling banyak digunakan untuk menyingkirkan amonia dari air limbah adalah “air stripping”, pertukaran ion, “breakpoint chlorination” dan nitrfikasi-denitrifikasi biologis. Metode pertukaran ion telah didemontsrasikan memberikan hasil yang sama dengan metode-metode lain baik dalam hal kinerja maupun biaya.

Klinoptilolit merupakan salah satu jenis zeolit alami yang biasa dipakai untuk menyingkirkan kation dan ion amonia dari larutan. Selain memiliki afinitas (daya ikat) terhadap ion amonia yang lebih besar dibandingkan media pertukaran lainnya, zeolit juga relatif murah bila dibandingkan dengan berbagai jenis material penyerap sintetis. Banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari penyingkiran amonia dari perairan tercemar dengan menggunakan zeolit alami. Pemakaian zeolit untuk mengolah air limbah yang mengandung 10 sampai 19 mg/liter ion NH4+ memberikan hasil yang efisien, sebanyak 93 sampai 98 % amonia bisa dihilangkan. Kapasitas pertukaran ion amonia tergantung pada keberadaan kation-kation lain dalam fase larutan dan pada konsentrasi amonia awal (Rahmani et al., 2004).

Rahmani et al. (2004) melaporkan bahwa berbagai senyawa amonia nitrogen dalam air limbah memberikan efek berbahaya bagi sumberdaya perairan. Pertukaran ion dengan zeolit merupakan salah satu metode untuk menyingkirkan amonia dari air limbah. Para peneliti melakukan studi dengan tujuan mempelajari efisiensi zeolit dalam menyingkirkan amonia dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses tersebut. Klinoptilolit diperoleh dari pertambangan Semnan di bagian utara Iran. Sampel zeolit digiling dan disaring dengan saringan standar Ameria Serikat nomor 20, 30 dan 40 kemudian dikondisikan dengan larutan amonia sulfat dan natrium klorida. Karakteristik sampel untuk penyingkiran amonia dan urutan selektivitas penyerapan berbagai kation ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kapasitas pertukaran ion untuk zeolit dalam sistem “batch” dan sistem kontinyu adalah 6,65 – 16 dan 16,31 sampai 19,5 mg NH4+/gram berat zeolit, berturut-turut. Pada studi ini urutan selektivitas zeolit terhadap kation adalah K+, NH4+, Na+, Ca2+ dan Mg2+ berturut-turut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa regenerasi tingkat tinggi (95 – 98 %) bisa dicapai dengan larutan NaCl. Berdasarkan hasil studi ini, klinoptilolit bisa efektif digunakan dalam pengolahan air limbah, baik dari aspek teknis maupun ekonomis.

Zeolit Klinoptilolit Untuk Menyingkirkan Amonia Dari Air Limbah

Cooney et al. (1999) mempelajari kemungkinan menyingkirkan amonia dari air limbah dengan menggunakan zeolit Australia alami atau klinoptilolit. Kapasitas pertukatan-amonium dan laju penyerapan adalah penting dalam menduga kelayakan zeolit untuk mengolah air limbah secara kontinyu. Studi laboratorium telah dilakukan dengan menggunakan larutan murni untuk mempelajari beberapa karakteristik kinetika dan keseimbangan pertukaran amonium pada zeolit ini. Percobaan keseimbangan biner menyediakan informasi mengenai karakteristik penyerapan zeolit dalam hal kapasitas amonia pada berbagai konsentrasi larutan. Selain itu, percobaan keseimbangan multi komponen juga telah dilakukan untuk menentukan efek persaingan berbagai kation terhadap kapasitas pertukaran amonium pada zeolit.

Percobaan-percobaan tersebut menunjukkan bahwa efisiensi penyingkiran amonium paling tinggi dicapai apabila titik-titik lokasi pertukaran zeolit diubah ke bentuk natrium. Studi laboratorium menunjukkan bahwa selektivitas zeolit terhadap ion amonium adalah lebih tinggi dibandingkan pada kation-kation lain yang biasanya ada di dalam air limbah (kalsium, magnesium dan kalium); dan seain itu studi laboratorium ini juga menyediakan informasi dasar mengenai rancangan serta operasi proses penanganan air limbah secara kontinyu (Cooney et al., 1999).

Baca juga
Keracunan Amonia Pada Ikan : Gejala Klinis dan Peran Bakteri

Perbandingan Efektivitas Metode Zeolit, Ulva lactuca dan Aerasi Dalam Menyingkirkan dan Mengurangi Daya Racun Amonia

Burgess et al. (2003) melakukan studi untuk membandingkan tiga metode mengurangi daya racun amonia, yaitu metode Ulva lactuca, zeolit dan metode aerasi. Metode “Toxicity Identification Evaluation” (TIE, evaluasi identifikasi daya racun) bisa digunakan untuk menentukan racun(-racun) spesifik, termasuk amonia, yang menyebabkan kasus keracunan di dalam sedimen laut. Ada dua teknik manipulasi TIE primer yang tersedia untuk menentukan karakteristik dan mengidentifikasi amonia di dalam sedimen laut, yaitu penambahan Ulva lactuca dan zeolit. Pada studi ini, para peneliti membandingkan efisiensi semua metode tersebut dalam (1) menyingkirkan NHx dan NH3 dari lapisan air di atas sedimen dan dari air di sela-sela sedimen, serta (2) mengurangi daya racun amonia terhadap amfipoda Ampelisca abdita dan mysid Americamysis bahia dengan menggunakan sedimen yang tercemar secara alami maupun yang tercema secara buatan. Juga dilakukan evaluasi pendahuluan pemanfaatan aerasi untuk menyingkirkan NHx dan NH3 selama pelaksanaan TIE sedimen laut.

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, Burgess et al. (2003) menyimpulkan bahwa secara umum, metode penambahan Ulva lactuca dan zeolit memberikan hasil yang sama-sama memuaskan dalam menyingkirkan NHx dan NH3 baik dari sedimen yang tercemar secara buatan maupun dari sedimen yang tak dimanipulasi, baik dari lapisan air di atas sedimen maupun dari air di sela-sela sedimen. Daya racun amonia terhadap amfipoda berkurang dengan nilai yang hampir sama untuk kedua metode. Bagaimanapun, daya racun terhadap mysid paling efektif diturunkan oleh metode penambahan Ulva lactuca. Hal ini menunjukkan bahwa metode penurunan daya racun amonia berfungsi paling baik bila menggunakan spesies epibentik yang terpapar amonia di dalam kolom air. Aerasi menyingkirkan NHx dan NH3 dari air laut bila pH disesuaikan menjadi 10; bagaimanapun, sangat sedikit amonia yang dihilangkan pada nilai-nilai pH di sekitarnya (sekitar 8,0). Perbandingan ini menunjukkan bahwa metode penambahan Ulva lactuca dan zeolit merupakan alat TIE yang efektif untuk mengurangi konsentrasi dan daya racun amonia pada uji daya racun sedimen keseluruhan.

Zeolit-Perak Untuk Menyingkirkan Amonia dan Bakteri

Krishnani et al. (2012) melaporkan bahwa aktivitas antimikroba zeolit perak terhadap bakteri Escherichia coli, Vibrio harveyi, Vibrio cholerae dan Vibrio parahaemolyticus telah dipelajari di dalam medium cair. Konsentrasi minimum yang dapat menimbulkan efek penghambatan zeolit pertukaan-ion perak terhadap Escherichia coli dan Vibrio harveyi adalah 40 µgram/ml, dan 50 – 60 µgram/ml untuk Vibrio cholerae dan Vibrio parahaemolyticus. Diameter zona-zona penghambatan untuk Escherichia coli, Vibrio harveyi, Vibrio cholerae dan Vibrio parahaemolyticus, berturut-turut, meningkat dari 0,5 menjadi 2,3 cm, dari 0,6 menjadi 2,4 cm, dari 0,3 menjadi 1,65 cm dan dari 0,3 menjadi 1,7 cm sejalan dengan meningkatnya konsentrasi zeolit pertukaan-ion perak dari 10 menjadi 400 mikrogram. Zeolit-perak menyingkirkan 20 – 37 % amonia dari larutan cair. Studi ini memperkuat dugaan bahwa zeolit pertukatan-ion perak dapat menimbulkan dampak terhadap penyebab penyakit dan penting dalam manajemen lingkungan pada budidaya udang.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas, Krishnani et al. (2012) membuat kesimpulan sebagai berikut : (1) Zeolit pertukatan-ion perak telah berhasil disintesis dan ternyata memiliki aktivitas bakterisida (pembunuh bakteri). (2) Konsentrasi penghambatan minimum untuk Ag-zeolit berkisar antara 40 – 60 µgram/ml, tergantung jenis bakterinya. (3) Ag-zeolit dapat menyingkirkan amonia sebesar 20 – 37 %. (4) Ag-zeolit dapat dimanfaatkan sebagai material dengan harga murah dalam praktek akuakultur. (5) Ag-zeolit merupakan material yang berpotensi untuk mengatasi penyakit dan membantu mengelola aspek lingkungan dalam akuakultur.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda