Selasa, 22 Mei 2012

Bioekologi, Mortalitas dan Tingkah Laku Cumi-Cumi

Arsip Cofa No. C 041

Morfologi dan Bioekologi Cumi-Cumi

Hegner (1946) menyatakan bahwa cumi-cumi atau “sea arrow” bergerak meluncur ke belakang. Hewan ini masih berkerabat dengan remis yang gerakannya lamban. Cangkang cumi-cumi hampir tak tampak; cangkang ini berupa rangka internal berbentuk mirip pena. Bentuk tubuh cumi-cumi menyerupai kapal selam sehingga sesuai untuk bergerak cepat di dalam air. Siripnya membesar, dipakai sebagai kemudi dan juga untuk mendorong tubuhnya agar bergerak pelan-pelan ke depan atau ke belakang. Apa yang tampak sebagai kepala pada cumi-cumi bersesuaian dengan kaki pada moluska lain. Pada cepalopoda, kakinya berubah menjadi sebuah sifon dan sepuluh lengan. Delapan lengan di antaranya masing-masing dilengkapi dengan dua baris cakram penghisap, sedang dua lengan sisanya lebih panjang dan memiliki 4 baris cakram penghisap pada ujung tambahannya. Makanannya berupa ikan kecil dan binatang laut kecil lainnya. Pada waktu menangkap mangsa, ia bergerak mundur dengan cepat mengejar buruannya. Mangsa dibelit dengan kuat oleh lengan-lengannya yang luwes dan dipegang dengan erat oleh penghisap yang berbentuk cakram itu. Cumi-cumi terkenal pandai mengubah warna badannya. Pigmen sel dipenuhi warna biru, ungu, merah dan kuning yang terdapat di dalam kulit. Ia dapat merubah warnanya dengan cepat. Perubahan warna seperti pada bunglon ini disesuaikan dengan warna lingkungannya, menyebabkan ia menjadi tersamar.

Baca juga :
Daging Cumi-Cumi : Karakteristik, Komposisi Kimia dan Kandungan Gizi


Hegner (1946) menambahkan bahwa kedua mata cumi-cumi sangat menarik. Struktur mata ini agak mirip dengan struktur mata manusia, hanya tidak ada kelopak mata. Di bawah kepala terdapat sifon, semacam pipa fleksibel yang dapat dibengkokkan dan menyemburkan dengan kuat air atau tinta. Air yang disemprotkan begitu kuatnya sehingga tubuh cumi-cumi terdorong bagaikan anak panah ke arah yang berlawanan dengan arah semprotan. Di dalam tubuhnya terdapat sebuah kantung yang berisi cairan hitam mirip tinta. Jika diserang musuh, tinta tersebut disemprotkan melalui sifon, membentuk awan gelap seperti tabir asap yang menolong cumi-cumi melarikan diri. Di alam, cumi-cumi merupakan mangsa ikan, terutama binatang paus yang memakannya dalam jumlah besar. Mereka juga sangat penting sebagai umpan; kira-ira separuh dari umpan yang dipakai untuk menangkap ikan cod di New Foundland adalah cumi-cumi. Di dekat pantai New Foundland sekali-sekali ditemukan cumi-cumi raksasa. Binatang raksasa ini diduga memiliki panjang total 12 meter atau lebih dengan lengan yang sebesar lengan orang dan cakram penghisap sebesar cangkir teh. Cumi-cumi raksasa merupakan invertebrata terbesar yang masih hidup saat ini.

Baca juga :
Reproduksi Cumi-Cumi

Keragaman Spesies dan Distribusi Cumi-Cumi

Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa sekitar enam spesies sotong terdapat di paparan benua tropis, masing-masing dengan distribusi yang agak luas : Sepia officinalis di Atlantik barat dan Sepia phaeroensis-lycidus-recurvirostris di Indo-Pasifik barat yang semuanya terdapat sebagai populasi besar. Sepia officinalis di lepas pantai Senegal melakukan migrasi utara-selatan maupun migrasi pantai-lepas pantai. Dalam hal ini, dan pada spesies cephalopoda lain, populasinya mencakup beberapa kohort (kelompok) yang bertumpang tindih, yang umurnya terpisah beberapa bulan. Cumi-cumi neritik dari beberapa genus melimpah di seluruh paparan benua tropis. Loligo duvauceli dan Loligo chinensis merupakan spesies penting di Teluk Thailand, Loligo edulis di seluruh kepulauan di Samudra Hindia Utara dan barat, sedangkan Loligo brasiliensis di Atlantik Timur. Sepioteuthis arctipinnis secara lokal penting di Samudra Hindia, sebagaimana Loliguncula brevis di Atlantik barat tropis. Cumi-cumi oseanik sulit dipelajari, dan data menyeluruh tidak ada untuk spesies tropis kecuali Dosidicus gigas di Pasifik timur, mereka melakukan migrasi panjang, di antaranya yang telah dipetakan adalah migrasi Illex illecibrosus subtropis antara daerah pemijahannya di lepas pantai Florida dan daerah pencarian makanan di lepas pantai New Foundland. Illex coindetii merupakan spesies Atlantik tropis utama, dan Symplectoteuthis oualaniensis tersebar luas di Pasifik barat.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Cumi-Cumi Mati Setelah Memijah ?

Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa cumi-cumi tumbuh dengan cepat, dan pertumbuhannya merupakan fungsi (dengan kata lain, dipengaruhi oleh) suhu. Analisis mortalitas cumi-cumi tidak mudah. Ada bukti bahwa banyak, mungkin sebagian besar, spesies cephalopoda mengalami mortalitas dengan pola yang sama seperti salmon Pasifik, termasuk kematian pasca-pemijahan akhir pada kedua jenis kelamin. Pola mortalitas ini tidak umum untuk hewan laut sehingga penerapan model populasi ikan untuk cumi-cumi harus memperhatikan masalah ini. Stres pemijahan telah diamati pada banyak cepalopoda dengan ciri-ciri daging tebal dan berair, kerusakan epitelium, pupil mata buram, berhenti makan, dan ketiadaan sel-sel kelamin dalam gonad. Dari 22 spesies cumi-cumi, 17 di antaranya menunjukkan mortalitas pasca-pemijahan akhir. Bagaimanapun, mortalitas cephalopoda tidak sesederhana yang dibayangkan. Pertama, karena kematian alami pasti terjadi sepanjang kisaran umur cephalopoda, maka ia hanya merupakan sebagian kecil dari larva yang berrekruitmen, dan sebagian kecil dari rekruitmen yang bertahan hidup sampai mengalami mortalitas pasca-pemijahan akhir. Kedua, karena ada bukti pada beberapa spesies bahwa beberapa individu tetap hidup setelah pemijahan pertama kemudian memijah beberapa kali lagi dan mati hanya pada akhir proses tersebut. Demikianlah, telah dilaporkan terjadinya migrasi kompleks Sepia officinalis di lepas pantai Senegal termasuk kembalinya beberapa individu betina ke lokasi pemijahan untuk kedua kalinya; juga ada laporan yang menunjukkan bahwa Loligo vulgaris di Atlantik Utara bertingkah laku sama seperti ini; sementara laporan lain menyimpulkan bahwa Doryteuthis plei di Karibia merupakan pemijah ganda. Kurva hasil tangkap yang dikonversi ke panjang tubuh untuk Loligo pealei di Teluk Meksiko dan Ommastrephes di lepas pantai Jepang tampaknya tidak membuktikan adanya kematian pasca pemijahan akhir walaupun untuk Dosidicus gigas menunjukkan adanya mortalitas tersebut. Sebagai tambahan, pengamatan terhadap cumi-cumi neritik tropis Sepioteuthis lessoniana dari India selatan menunjukkan tidak adanya mortalitas pasca-pemijahan akhir walaupun terlihat banyak gejala stres pemijahan pada spesies ini di Palk Bay misalnya individu betina memiliki perut yang hampir kosong selama musim pemijahan; cumi-cumi Palk Bay mungkin mempunyai siklus hidup yang sama seperti Sepia officinalis dari lepas pantai Senegal.

Baca juga :
Pengolahan Cumi-Cumi Dengan Tekanan Tinggi dan Pendinginan

Perikanan dan Tingkah Laku Cumi-Cumi Dalam Hubungannya Dengan Cahaya

Nomura and Yamazuki (1977) menyatakan bahwa studi tingkah laku cumi-cumi telah dilaporkan sejak tahun 1828. Cumi-cumi mudah tertarik pada cahaya dan berenang ke dekat permukaan laut, tetapi bila cahaya yang lebih kuat diarahkan langsung ke gerombolan cumi-cumi, aktivitas makan mereka menurun dan dengan demikian penangkapannya dengan pancing lebih baik dilakukan di tempat yang lebih gelap atau yang tertutup bayangan kapal. Cumi-cumi kadang berkumpul di dekat buih putih yang dihasilkan oleh gelombang laut yang menghantam badan kapal atau buih yang terbentuk di bekas jalur kapal. Jika cahaya disorotkan ke permukaan air, cumi-cumi segera berenang ke arah sumber cahaya dan kadang-kadang melompat keluar dari air tapi hanya sekali dan tidak pernah diulangi lagi. Berdasarkan survei dengan “fish finder” (radar pencari ikan) terhadap gerombolan cumi-cumi, mereka terdapat terutama pada kedalaman 5 sampai 30 meter, kadangkala sampai 50 meter. Intensitas cahaya pada kedalaman 35 – 45 meter adalah sekitar 10-2 lux sehingga diduga mereka memiliki kepekaan cahaya terhadap intensitas sebesar 10-2 lux. Ada hal yang menarik mengenai hubungan antara aktivitas penangkapan cumi-cumi dan rekaman fish finder. Sekitar 3 sampai 5 menit setelah lampu dinyalakan, laju penangkapan cumi-cumi segera mencapai puncaknya dan kemudian menurun perlahan-lahan. Jika penangkapan dihentikan lalu dimulai lagi, maka kecenderungan tersebut juga terulang kembali.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda