Selasa, 22 Mei 2012

Pembentukan, Pertumbuhan, Migrasi dan Keragaman Terumbu Karang

Arsip Cofa No. C 044

Pembentukan Terumbu Karang

Longhurst dan Pauly (1987) menyatakan bahwa arsitek dan pembangun terumbu karang adalah banyak jenis organisme dan proses kimia yang bergabung untuk membentuk struktur karbonat yang mungkin bisa sedalam ribuan meter. Organisme pembangun karang yang paling penting adalah karang hermatipik yang meliputi beberapa genus, rhodophyta (alga merah) koralin yang membentuk hamparan kurang padat, serta foraminifera, hydrocoral dan banyak jenis moluska yang juga menyumbangkan materi berkapur bagi pembentukan terumbu. Kumpulan berbagai jenis organisme ini tumbuh di atas dan terus-menerus meluaskan massa berkapur yang berasal dari gabungan materi rangka. Batu karang yang terkikis akan digantikan melalui pengendapan kalsium karbonat dari air laut yang menembus struktur berpori, dan melalui penghanyutan ke dalam terumbu serpihan-serpihan kecil materi karang, sehingga pengikisan dan penimbunan materi berlangsung seimbang. Pertumbuhan karang ke arah vertikal dikendalikan oleh kenaikan tinggi muka laut, sedang kerusakan bagian depan terumbu akibat hantaman gelombang dipulihkan melalui pertumbuhan terumbu secara horizontal.

Baca juga :
Struktur Komunitas Ikan Karang

Peranan Halimeda Dalam Pembentukan Karang

Longhurst dan Pauly (1987), berdasarkan laporan beberapa peneliti, menyatakan bahwa Halimeda dan alga hijau lain yang berkapur (Penicillus di Karibia, Thydemania di Indo-Pasifik) mengendapkan sejumlah besar kristal-kristal kalsium karbonat yang saling bertautan dalam bentuk mineral aragonit di dalam thalus. Dengan demikian mereka memberikan sumbangan yang sangat penting bagi pembentukan pasir, terutama laguna terumbu. Hamparan Halimeda ditemukan di lokasi di mana semburan kuat air pasang yang memasuki terumbu membawa sejumlah kecil tetapi teratur massa air subtermoklin yang kaya zat hara ke dalam laguna.

Baca juga :
Terumbu Karang : Kerusakan Oleh Manusia, Ikan, Bulu Babi, Alga dan El Nino

Cacing Polikhaeta Pembangun Terumbu

Nishi (1992) mengamati polikhaeta pembangun terumbu, yaitu cacing sabellariidae (Annelida, Sedentaria). Sabellariidae bersifat dioecious tanpa kecuali. Mereka tidak melakukan reproduksi aseksual. Telurnya dibuahi secara eksternal. Larvanya harus memilih substrat yang paling sesuai, yakni rumah tabung miliki spesies yang sama. Beberapa asam lemak bebas spesifik telah diisolasi dari bahan pembuat tabung sebagai faktor perangsang. Larva spesies soliter (hidup sendirian) pada kelompok yang sama, sebaliknya, tidak menunjukkan perilaku hidup berkelompok dengan spesies yang sama.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pertumbuhan Karang Porites dan Favia

Fang dan Chou (1992) meneliti laju pertumbuhan karang dan konsentrasi fulvic acid dalam jalur-jalur pertumbuhan karang hermatipik Porites lutea Edwards & Haime dan Favia maxima Veron dalam sampel yang diambil pada tahun 1986 sampai 1988 di perairan selatan Taiwan (22° 05’ – 36’ Lintang Utara, 120° 24’ – 50’ Bujur Timur). Dilakukan analisa terhadap curah hujan tahunan lokal, lokasi sampling, aktivitas pembangunan di daratan di dekatnya dan spesies karang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tahunan Porites lutea adalah 1,08 ± 0,12 cm sedangkan untuk Favia maxima adalah 0,83 ± 0,09 cm. Jumlah asam fulvik yang diserap ke dalam jalur pertumbuhan adalah berkorelasi positif dengan curah hujan tahunan lokal. Bagaimanapun, koefisien korelasi bervariasi dari setinggi 0,9519 sampai serendah 0,0921 akibat perbedaan topografi lokasi sampling, faktor pegenceran dari samudra dan aktivitas pembangunan sepanjang pesisir. Favia maxima lebih peka daripada Porites lutea dalam hal penyerapan asam fulvic dari air sekitarnya. Studi fluoresensi terhadap rangka karang hermatipik merupakan pendekatan yang masuk akal untuk melakukan biomonitor lingkungan dengan memperhatikan faktor-faktor lokal.

Baca juga :
Terumbu Karang Buatan : Pengaruh Terhadap Komunitas Ikan

Migrasi Karang Fungiidae

Chadwick-Furman dan Loya (1992) mempelajari dampak 7 spesies karang jamur (Fungiidae) yang dapat berpindah tempat terhadap struktur komunitas di lereng terumbu karang yang terlindung; dampak tersebut dibatasi dalam lingkup pola migrasi, pemanfaatan habitat dan persaingan dengan organisme bentik lain. Pada terumbu tepi di Eilat, Laut Merah, polip melepaskan diri ketika panjangnya 1 sampai 6 cm dan tumbuh menjadi sepanjang 11 – 55 cm. Karang jamur yang melekat berorientasi secara vertikal di dalam rongga-rongga terumbu karang. Karang yang melepaskan diri bermigrasi ke bawah pada lereng terumbu dan pada puing-puing karang atau substrat lunak di dasar terumbu, dengan laju 29 sampai 71 cm/tahun. Daya gerak berkurang sejalan dengan bertambahnya ukuran koral dan kisaran ornamentasi bawah-permukaan. Dalam akuarium, karang kecil menempatkan dirinya sendiri dan bermigrasi sampai 6 cm/hari pada malam hari dengan menggelembungkan dan mendorong jaringan tubuhnya di atas substrat. Perilaku karang dan gerakan air akibat-badai tampaknya bertanggung jawab atas sebagian besar gerakan fungiidae di Eilat.

Baca juga :
Interaksi Antara Terumbu Karang, Ikan Karang dan Perikanan

Perbedaan Keragaman Fauna Karang Atlantik dan Pasifik

Longhurst dan Pauly (1987), dengan mengulas beberapa laporan hasil pengamatan, menyatakan bahwa batas distribusi terumbu hermatipik di daerah tropis mungkin adalah Atlantik timur di mana terumbu hanya terdapat di perairan dangkal lepas pantai tiga pulau di Teluk Guinea timur (Sao Thome, Principe dan Annobon) di mana hanya ada sangat sedikit genus karang, terutama Porites, Sclerastrea, Favia, Montastrea dan Oculina yang hidup bersama dengan beberapa jenis karang non hermatipik Astrangia, Phyllangia, dan Tabastrea. Namun demikian, fauna Atlantik hanya mengandung 35 spesies dalam 26 genus karang, dibandingkan dengan 700 spesies Indo-Pasifik yang tergolong dalam 80 genus; pusat keragaman karang saat ini adalah di Pasifik Barat yang berkaitan dengan kolam air permukaan tropis hangat yang paling luas, paling dalam dan paling kurang bervariasi yang ada di samudra saat ini. Selain pengurangan fauna karang, organisme lain berkurang atau tidak ada dalam ekosistem terumbu Atlantik : alga berkapur, kimah raksasa dan anemon, “coral-gall crab” (kepiting kantong-karang), gastropoda cypraeidae dan conidae, alcyonaria dan karang lunak. Gorgonia merupakan salah satu dari beberapa kekecualian fenomena ini, yang menjadi jauh lebih penting pada terumbu Atlantik dibandingkan pada terumbu Pasifik. Sepon karang (Sclerospongiae) menyumbangkan banyak formasi kapur bagi lereng terumbu-depan di beberapa terumbu Karibia, dan tampaknya merupakan sisa-sisa fauna stromatoporoidae dari terumbu jaman Ordovician.

Perbandingan Karang Tropis Dengan Karang di Daerah Beriklim-Sedang

Ebeling dan Hixon (1991) dalam Sale (1991) menyatakan bahwa struktur substrat karang pada tertumbu daerah beriklim-sedang kurang kompleks tetapi seringkali meliputi daerah batuan yang relatif kontinyu sepanjang tanjung pesisir. Dibandingkan dengan ikan terumbu berbatu di daerah beriklim-sedang, ikan terumbu karang tropis seringkali menghuni susbtrat terumbu berbercak dan lebih heterogen dengan keragaman yang lebih besar dalam hal tempat berlindung dan mikrohabitat. Pada terumbu daerah beriklim-sedang, bagaimanapun, upwelling musiman masa air yang kaya zat hara mendukung kehidupan tumbuhan kelp yang rapat serta makroalga lainnya. Tidak seperti terumbu karang tropis, di mana dedaunan sangat terbatas pada hamparan sea grass (lamun) di sekitar dataran pasir, terumbu daerah beriklim-sedang menyediakan tempat tambahan sumber makanan dan tempat berlindung yang berupa kanopi tumbuhan, terutama untuk ikan juvenil. Perairan tropis sering hangat dan jernih dengan fluktuasi musiman relatif kecil. Perubahan musiman yang lebih besar yang dialami oleh ikan penghuni terumbu berbatu di daerah beriklim-sedang mencerminkan puncak-puncak kelimpahan yang lebih tajam dalam hal tingkah laku migrasi lepas pantai – dekat pantai. Variasi musiman yang lebih kuat di daerah lintang tinggi lebih lanjut menyebabkan respon yang lebih besar, tetapi lebih dapat diramalkan, oleh ikan penghuni.

Meskipun kondisi El Nino-Southern Oscillation secara periodik mengganggu hamparan tumbuhan kelp, angin badai merupakan sumber utama gangguan fisik baik pada terumbu di daerah beriklim-sedang maupun terumbu tropis. Pada lokasi-lokasi tertentu, angin badai mungkin lebih sering terjadi di daerah lintang tinggi, tetapi biasanya kurang parah dibandingkan dengan angin hurricane dan typhoon di daerah tropis yang kadang-kadang terjadi. Di daerah-daerah lintang rendah, gangguan yang sangat parah menyebabkan kekacauan struktur komunitas dengan periode pemulihan yang tak pasti. Meskipun kumpulan ikan yang aktif bergerak kurang dipengaruhi oleh gerakan air yang kuat dibandingkan tumbuhan dan makroinvertebrata yang tidak aktif bergerak, pengaruh gangguan lingkungan dapat mempengaruhi seluruh komunitas (Ebeling dan Hixon, 1991, dalam Sale, 1991).

Ebeling dan Hixon (1991) dalam Sale (1991) menambahkan bahwa energi makanan aloktonus (dari luar sistem) diimpor ke dalam sistem terumbu tropis maupun sistem terumbu daerah beriklim sedang dalam bentuk plankton oseanik yang dikonsumsi oleh sejumlah besar ikan pemakan plankton. Energi autoktonus (dari dalam sistem) yang dihasilkan melalui rantai makanan kaya-detritus mendukung komunitas bentik yang berasosiasi dengan hamparan alga, yang menjadi habitat invertebrata kecil makanan ikan karnivora kecil. Penimbunan detritus jauh lebih banyak pada terumbu daerah beriklim sedang, di mana, tidak seperti terumbu karang di daerah tropis, produksi tumbuhan jauh melebihi yang dikonsumsi. Aktivitas memakan alga bentik di daerah beriklim sedang lebih banyak dilakukan oleh makroinvertebrata daripada ikan. Bulu babi bisa menciptakan “daerah gundul”yang berkaitan dengan penurunan kelimpahan ikan bila, sebagai contoh, gangguan angin badai besar merusak kelp dewasa dan sumber makanan detritus lain bagi bulu babi. Bulu babi bisa juga bersaing langsung dengan ikan memperebutkan sumber makanan bentik baik pada terumbu tropis maupun terumbu daerah beriklim sedang. Bintang laut bulu seribu (Acanthaster) dapat membinasakan sebagian besar karang hidup serta mempengaruhi distribusi ikan.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda