Rabu, 23 Mei 2012

Anabaena : Aspek Biologi, Ekologi dan Kimia

Arsip Cofa No. C 047

Simbiosis Anabaena dan Azolla

Hill (1975), berdasarkan laporan beberapa penelitian, menyatakan bahwa simbiosis Azolla dan Anabaena azollae tampaknya terbentuk bedasarkan fiksasi (pengikatan) nitrogen oleh Anabaena; produk fiksasi ini tampaknya berpindah ke daun Azolla karena organisme-ganda bisa tumbuh secara terpisah dengan mengambil nitrogen. Fiksasi nitrogen dilakukan oleh alga hijau-biru (Anabaena). Banyak peneliti telah dapat menumbuhkan Anabaena secara tersendiri. Perkembangan Anabaena di dalam rongga-rongga daun Azolla (kemungkinan Azolla filiculoides) telah dipelajari. Setelah alga hijau biru ini menempel di rongga daun, frekuensi heterokista meningkat sampai mencapai maksimum (20 – 30 %) sekitar 12 daun, kemudian tetap konstan. Ukuran sel vegetatif alga meningkat dengan bertambahnya lebar sel yang tampaknya meningkat sejalan dengan umur daun.

Baca juga :
Virus dan Bakteri Planktonik Dalam Perairan

Pengaruh Konsentrasi Karbon Dioksida Terhadap Fotosintesis Anabaena

Kaplan et al. (1980) melaporkan bahwa “affinity” (pengikatan) karbon dioksida melalui fotosintesis yang tampak pada Anabaena variabilis sangat dipengaruhi oleh konsentrasi karbon dioksida di dalam medium selama pertumbuhan. Laju setengah-maksimal evolusi oksigen fotosintetik dicapai pada konsentrasi karbon anorganik 10 mikroM dan 100 mikroM dalam sel yang ditumbuhkan pada kondisi CO2-rendah (udara) dan CO2-tinggi (5 % volume/volume karbon dioksida dalam udara), berturut-turut, sedangkan laju fotosintesis maksimum adalah sama untuk kedua kondisi. Baik Anabaena yang ditumbuhkan pada kondisi CO2-tinggi maupun –rendah menimbun karbon anorganik di dalam selnya; namun, laju penimbunan dan konsentrasi karbon anorganik internal “steady-state” adalah jauh lebih tinggi pada sel Anabaena yang ditumbuhkan dalam CO2-rendah daripada dalam CO2-tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sel Anabaena secara aktif menimbun karbon anorganik. Pengukuran kinetika transpor karbon anorganik membuktikan bahwa afinitas mekanisme transpor untuk karbon anorganik adalah sama pada sel yang ditumbuhkan dalam CO2-tinggi maupun –rendah. Bagaimanapun, laju maksimumnya adalah 10 kali lipat pada kasus terakhir. Diduga bahwa laju maksimum yang lebih tinggi untuk transpor menyebabkan lebih tingginya kemampuan menimbun karbon anorganik dan lebih tingginya afinitas fotosintetik yang tampak untuk karbon anorganik eksternal pada Anabaena yang ditumbuhkan dalam CO2-rendah. Aktivitas karbonik anhidrase tidak terdeteksi pada Anabaena, namun afinitas fotosintetik untuk karbon anorganik pada medium (tetapi tidak pada laju maksimum) dan laju penimbunan karbon anorganik dihambat oleh penghambat karbonik-anhidrase etoksizolamid.

Baca juga :
Daya Apung Fitoplankton dan Arti Pentingnya

Respon Dua Galur Anabaena Terhadap Stres Salinitas dan Osmotik

Fernandes et al. (1993) melaporkan bahwa dua galur Anabaena pemfiksasi-nitrogen memiliki perbedaan toleransi terhadap stres salinitas dan osmotik. Anabaena torulosa, yang merupakan galur air payau toleran-garam, bersifat relatif osmosensitif (peka terhadap stres osmotik). Sebaliknya, Anabaena sp. galur L-31, yang merupakan penghuni air tawar peka-garam, menunjukkan osmotoleran yang nyata. Stres salinitas dan osmotik mempengaruhi aktivitas nitrogenase secara berbeda. Fiksasi nitrogen pada kedua galur sangat dihambat oleh komponen ionik, tetapi tidak oleh komponen osmotik, dari salinitas. Perbedaan kepekaan terhadap stres salinitas-osmotik seperti ini tidak berkaitan, berdasarkan hasil pengamatan, dengan sifat toleransi kedua galur terhadap stres garam-osmotik. Penambahan amonium dari luar memberi perlindungan yang nyata terhadap stres salinitas tetapi tidak efektif terhadap stres osmotik. Stres salinitas dan osmotik juga mempengaruhi perwujudan gen terangsang-stres secara berbeda. Sintesis beberapa jenis protein dihambat oleh stres salinitas tetapi tidak oleh stres osmotik pada nilai yang setara atau yang lebih tinggi. Stres salinitas dan osmotik merangsang banyak jenis protein umum.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Anabaena Menyebabkan Bau Tak Enak Pada Ikan

Boyd (1982) melaporkan bahwa ikan channel catfish dari 40 kolam di Universitas Auburn, Amerika Serikat, telah diambil pada waktu-waktu yang berbeda sepanjang tahun dan diuji dengan penginderaan (organoleptik). Ikan dari tiga kolam memiliki bau tak enak yang jelas di musim semi. Ketiga kolam ini semuanya mengalami ledakan hebat populasi alga hijau-biru Anabaena circinalis. Penelitian lain dilakukan dengan memelihara ikan yang semula tidak berbau tak enak di kurungan dalam salah satu kolam yang mengalami ledakan populasi Anabaena circinalis. Setelah 7 hari, ikan dalam kurungan ini mengembangkan bau tak enak. Pada akhir musim gugur, ikan berbau tak enak ditemukan di sebuah kolam yang mengalami ledakan hebat populasi Anabaena circinalis dan di dua kolam di mana alga hijau Volvox aureus tumbuh subur. Tidak ada kasus lain ikan berbau tak enak yang dijumpai di 40 kolam ini.

Baca juga :
Faktor Penyebab dan Dampak Ledakan Populasi Alga

Racun Kuat dari Anabaena

Hashimoto (1979) menyatakan bahwa ledakan populasi Anabaena flos-aquae telah lama diketahui menyebabkan kematian yang cepat pada sapi, kambing dan burung air, dan bila racun dari alga hijau biru ini diberikan lewat mulut akan dapat membunuh tikus, ayam, kelinci dan babi guinea dalam beberapa menit sampai dua puluh menit. “Very-fast-death-factor” (VFDF; faktor kematian sangat cepat) telah diekstrak dari racun Anabaena flos-aquae. VFDF ini dapat membunuh tikus dalam satu sampai dua menit. Telah ditemukan adanya galur beracun dan galur tak beracun dalam kultur alga ini. Racun tersebut larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam kloroform, aseton dan ether. Penyuntikan racun ke tubuh tikus menyebabkan kelumpuhan, menggigil dan kejang. Kematian terjadi dalam satu sampai dua menit. Pemberian alga kering dari kultur skala besar kepada anak sapi, tikus, bebek dan ikan mas koki lewat mulut menyebabkan binatang uji mati dalam dua puluh menit akibat kelumpuhan pernafasan. Racun ini bila diberikan lewat mulut akan diserap dengan sangat cepat dan bertindak sebagai agen penghalang depolarisasi saraf otot.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda