Jumat, 20 Juli 2012

Kerupuk Ikan : Pengaruh Protein Ikan, Garam, Tepung dan Lama Pengukusan

Arsip Cofa No. C 065

Teknologi Produksi Kerupuk Ikan Tradisonal

Siaw et al. (1985) melaporkan bahwa produksi kerupuk merupakan industri rakyat yang penting di Malaysia. Kerupuk merupakan makanan ringan populer di Malaysia dan negara-negara ASEAN. Di negara-negara barat, makanan ini digolongkan sebagai “produk setengah-jadi” atau “intermediet” dan produk makanan ringan yang mengembang. Pada dasarnya, kerupuk dihasilkan melalui proses gelatinisasi tepung kanji dengan air hingga menjadi adonan yang kemudian dibentuk, direbus dan diiris-iris. Irisan-irisan tersebut lalu dijemur dan dicelupkan ke dalam minyak panas agar menjadi produk berpori dengan densitas rendah. Ikan, udang atau bahan makanan lainnya biasanya ditambahkan ke dalam adonan kerupuk. Banyak jenis ikan digunakan, yang paling umum adalah Clupea leiogaster. Ikan dibuang tulangnya secara manual dan dicampur dengan tepung, biasanya adalah tepung sagu (Metroxylon sagu) dan/atau tepung tapioka (Manihot utilissima). Adonan juga diberi garam, monosodium glutamat (MSG), air dan kadang-kadang gula. Bagaimanapun, metode produksinya buruk hingga menghasilkan produk bermutu rendah yang sifat mengembangnya tidak rata, berwarna gelap dengan bentuk, ukuran dan ketebalan bervariasi. Pada dasarnya ia merupakan adaptasi dari teknologi produksi sosis. Produk dari metode ini adalah unggul dalam hal penampilan, bentuk dan sifat mengembang linier serta lebih diterima oleh masyarakat.

Baca juga
Upaya Meningkatkan Mutu Filet Ikan

Metode Ekstrusi Untuk Membuat Kerupuk

Yu et al. (1981) melaporkan bahwa kerupuk telah berhasil dibuat dengan teknik ekstrusi. Derajat pengembangan kerupuk kering ketika digoreng ditentukan oleh suhu ekstruder dan rasio antara ikan dengan tepung tapioka di dalam produk tersebut. Ternyata bahwa sifat mengembang pada kerupuk berkurang dengan bertambahnya ikan.

Kerupuk Ikan Dari Mujair

Yu (1992) menyatakan bahwa kerupuk ikan ikan (fish cracker) merupakan makanan ringan populer di daerah ASEAN. Penjelasan ringkas diberikan mengenai pengolahan kerupuk ikan dari Oreochromis mossambicus, yang melimpah di tambak-tambak di Malaysia, tetapi tidak diterima sebagai ikan bermutu karena warna dagingnya, daging rebus beraroma lumpur dan tulangnya yang banyak. Spesies ikan mujair ini digunakan dalam berbagai kombinasi dengan ikan kembung Rastrelliger kanagurta untuk menghasilkan kerupuk ikan. Uji menunjukkan bahwa kerupuk ini diterima konsumen sampai jumlah mujair yang menggantikan ikan kembung sebanyak 60 %.

Baca juga
Biokimia Daging Ikan Bandeng

Hidrolisat Protein Ikan Untuk Campuran Kerupuk

Yu dan Tan (1990) melaporkan bahwa protein dari ikan mujair, Oreochromis mossambicus, telah dihidrolisis dengan menggunakan alkalase 0,61 untuk menghasilkan hidrolisat terlarut semprot-kering. Hidrolisis dilakukan pada suhu 50 °C, dengan rasio satu bagian air dan satu bagian ikan cincang, rasio enzim : substrat 1 : 50 pada pH 8,0. Reaksi diakhiri dengan pemanasan sampai suhu 90 °C selama 20 menit. Setelah netralisasi, fraksi terlarut yang diperoleh sesudah sentrifugasi disemprot-kering dengan alat “mini spray-drier” pada suhu udara 170 °C. Hidrolisat semprot-kering dicampurkan ke dalam kerupuk yang kemudian digoreng sebelum dimakan. Sepuluh persen hidrolisat ternyata memberikan nilai pengembangan linier maksimum. Evaluasi inderawi dengan 20 orang berpengalaman menunjukkan bahwa dalam hal penampilan, kerenyahan dan warna, kerupuk dengan hidrolisat memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan krupuk yang dibuat dari ikan Oreochromis mossambicus dan Sciaena sp. Tidak ada perbedaan nyata dalam hal total penerimaan untuk ketiga sampel. Krupuk dengan hidrolisat juga memiliki kandungan nitrogen tertinggi.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Protein Ikan Memperbaiki Sifat-Sifat Kerupuk

Kyaw et al. (2001) menyatakan bahwa butiran kanji yang ada di tengah-tengah kerupuk yang mengandung 0 sampai 10 % ikan tidak mengalami gelatinisasi setelah pengukusan 2 jam. Hal ini disebabkan oleh gerakan air dari tengah-tengah menuju ke tepi kerupuk selama pengukusan. Jaringan protein ikan mulai berkembang di dalam adonan yang mengandung 15 % ikan dan jaringan protein ini menjebak molekul-molekul air. Molekul air ini membantu menyempurnakan gelatinisasi. Sifat-sifat viscoelastic (kental-elastis) adonan kerupuk meningkat dengan meningkatnya rasio ikan : kanji dan juga disebabkan oleh pembentukan jaringan protein ikan di dalam adonan.

Pengaruh Ikan dan Garam Terhadap Pengembangan Kerupuk

Cheow et al. (1999), melalui pengamatan mikroskop cahaya terhadap gel kerupuk ikan, menunjukkan peranan protein ikan dalam proses pengembangan kanji. Penambahan garam (20 g/kg) ke dalam kerupuk membantu mendistribusikan kanji secara merata di dalam protein ikan. Pembentukan berkas-berkas tipis otot ikan membantu pengembangan kerupuk. Pada kadar ikan 700 – 900 g/kg, berkas-berkas otot ikan membentuk jaringan kontinyu yang menyebabkan berhentinya pengembangan kerupuk. Dari studi scanning electron microscopy dengan pembesaran kuat, terlihat adanya jalur-jalur mirip “pegunungan yang panjang” di dalam sampel kerupuk yang mengandung 600 – 900 g/kg ikan dengan 20 g/kg garam.

Baca juga
Pengaruh Garam Terhadap Produk Ikan Olahan

Tepung Tapioka Untuk Pembuatan Kerupuk Ikan

Yu dan Low (1992) mempelajari pemakaian tepung tapioka pra-gelatinisasi untuk pembuatan kerupuk dengan metode pengeringan dalam tong. Variabel-variabel pengolahan diamati dengan lima macam campuran air : kanji, dengan perbandingan 50 : 50, 60 : 40, 70 : 30, 80 : 20 dan 90 : 10 pada empat suhu yang berbeda : 120.2 °C, 133.5 °C, 143.6 °C, dan 151.8 °C. Hanya kerupuk yang dibuat dari campuran air : kanji dengan perbandingan 70 : 30 yang di-pragelatinisasi pada suhu 133.5 °C, 143.6 °C dan 151.8 °C memiliki sifat pengembangan linier lebih besar daripada nilai penerimaan minimum 77 %. Kerupuk yang mengandung kanji pra-gelatinisasi dan diproduksi pada suhu 133.5 °C paling diterima oleh uji inderawi.

Keunggulan Tapioka dan Sagu Untuk Adonan Kerupuk Ikan

Cheow et al. (2004) mempelajari pengaruh sifat-sifat fisika kimia kanji terhadap pengembangan kerupuk. “Swelling power” (kekuatan-membengkak), daya larut dan pelepasan amylose dari kanji tergantung pada kadar lipida dan protein dalam kanji. Morfologi berbagai butiran kanji yang digunakan dalam gel kerupuk diamati dengan mikroskop elektron scanning. Ukuran butiran kanji yang membengkak di dalam gel diamati secara kuantitatif dengan analisis gambar. Rata-rata panjang dan lebar butiran kanji tapioka dan sagu yang mengalami gelatinisasi dan membengkak adalah lebih besar secara nyata dibandingkan pada kanji gandum, dan akibatnya, pengembangan linier kerupuk yang terbuat dari kanji gandum adalah lebih kecil daripada kerupuk yang terbuat dari kanji tapioka atau sagu. Pengembangan linier berkorelasi positif dengan swelling power dan daya larut kanji. Sifat-sifat tekstur gel kerupuk juga berkorelasi dengan pengembangan linier produk akhirnya.

Baca juga
Komposisi Kimia, Perbaikan Rasa dan Pelembekan Daging Ikan

Lama Pengukusan Terbaik Untuk Adonan Kerupuk Ikan

Yaw et al. (1999) mempelajari pengaruh lama pengukusan terhadap kerupuk. Morfologi butiran kanji di dalam gel kerupuk dengan lama pengukusan berbeda-beda diamati dengan menggunakan “scanning electron microscopy” (SEM). Ada sebuah nilai optimum lama pengukusan kerupuk yang memberikan pengembangan linier paling baik dan tekstur gel kukus paling keras. Hal ini tercapai ketika butiran kanji mengembang sampai ukuran terbesarnya dan sebelum butiran tersebut pecah. Lama pengukusan 20 – 30 menit adalah cukup untuk memasak gel kerupuk. Pengukusan yang terlalu lama akan menghasilkan produk berkualitas rendah serta menambah biaya produksi.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda