Minggu, 24 Juni 2012

Pengawetan Ikan Dengan Es

Arsip Cofa No. C 059

Teknik Pendinginan Produk Perikanan

Medina et al (2009) menyatakan bahwa berbagai sistem pendinginan telah digunakan untuk melakukan proses “super-chilling/pendinginan super” (–4 °C sampai 0 °C) terhadap produk makanan laut; sistem ini terbukti efektif menghambat pertumbuhan bakteri dan memperpanjang umur produk ikan dingin. Bagaimanapun, super chilling terhadap daging bisa menyebabkan pembekuan-sebagian, yang bisa menimbulkan perubahan-perubahan negatif seperti “drip loss” (kehilangan air daging) dan penurunan "water holding capacity" (kapasitas menampung air); selain itu, aktivitas enzim bisa meningkat akibat meningkatnya konsentrasi materi terlarut di dalam air yang tak membeku dan memudahkan enzim memasuki substrat. Sistem pendinginan-air, seperti “refrigerated sea water” (RSW) dan “chilled sea water” (CSW) merupakan metode super chilling yang paling banyak dipakai untuk produk perikanan. Baik RSW maupun CSW diyakini dapat memperpanjang umur penyimpanan ikan dan kerang akibat penurunan suhu penyimpanan.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pendinginan-pembekuan merupakan strategi yang menguntungkan untuk menyediakan produk segar dengan kualitas tinggi. Pendinginan-pembekuan merupakan teknologi ganda yang melibatkan pembekuan dan penyimpanan beku (-30 °C atau lebih dingin lagi) diikuti dengan pencairan (thawing) dan kemudian dipasarkan pada suhu dingin. Teknik ini memberikan keuntungan logistik dan memungkinkan makanan dingin mencapai pasar yang jauh di mana produk dapat dikapalkan dalam kondisi sangat beku dan kemudian dicairkan ketika mencapai daerah tujuan sebelum dipajang di pasar.

Bagaimanapun, pembusukan ikan terbukti tidak hanya tergantung pada pembekuan dan kondisi penyimpanan beku (misal waktu dan suhu) tetapi juga pada kondisi pendinginan dan pencairan (waktu dan suhu). Teknik pendinginan yang lebih baru melibatkan penyimpanan produk perikanan pada suhu di bawah nol dengan menambahkan garam dan senyawa lain ke dalam campuran es-air. Teknik ini disebut “slurry ice system” (sistem suspensi es; suspensi = campuran air dan partikel tak larut yang melayang-layang dalam air tersebut) , “water-binary system” (sistem air kembar) atau “two-phases aqueous secondary refrigerant” (pendingin sekunder cair dua fase), disebut demikian karena dua fase yang berbeda, yaitu cair (air) dan padat (es), terdapat bersama-sama.

Baca juga
Mutu Daging Ikan Mas (Cyprinus carpio) : Pengaruh Pembekuan dan Tekanan Tinggi

Dibandingkan dengan teknik pemberian serpihan es tradisional, “slurry ice system” menunjukkan banyak kelebihan yang dapat diringkas sebagai berikut (Medina et al., 2009) :

- Suhu penyimpanan di bawah nol memperlambat reaksi kimia dan reaksi enzimatik yang terlibat dalam pembusukan makanan
- Laju pertukaran panas adalah sekitar empat kali lebih tinggi dibandingkan pada teknik pemberian serpihan es tradisional, sehingga pendinginan lebih cepat
- Permukaan luar produk diselubungi (oleh lapisan es) dengan sempurna sehingga pendinginan lebih efisien serta mencegah dehidrasi
- Mengalirnya suspensi es di atas permukaan produk memberikan efek mencuci permukaan produk tersebut, sehingga mengurangi jumlah mikroba dan menghambat masuknya mikroorganisme ke dalam daging
- Bentuknya yang bulat dan kecilnya ukuran kristal es memperkecil kerusakan fisik pada struktur seluler ikan
- Sifat suspensi es yang mengalir memungkinkan pertukaran berjalan terus-menerus sehingga penanganan dan distribusi produk akan lebih hiegenis
- Slurry ice system merupakan teknik yang serbaguna yang dapat digabungkan dengan bahan kimia pengawet lain, yang memiliki sifat antioksidan, antimikrobial atau antimelanosik.

Sayangnya, ada dua kelemahan slurry ice system bila diterapkan pada produk perikanan. Pertama, suhu tidak boleh turun agar pembekuan sebagian tidak terjadi; bila tidak, maka kualitas inderawi (mata ikan berkabut, warna menjadi pucat, dll) akan merosot. Kedua, dibutuhkan investasi awal untuk membeli generator dan peralatan lainnya; bagaimanapun, biaya seperti ini pasti ditemui bila menginginkan produk yang bermutu sesuai harapan.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Kemunduran Mutu Ikan Akibat Kesalahan Prosedur Pengesan

Botta dan Bonnell (1989) melaporkan bahwa untuk menentukan sebab-sebab penurunan mutu ikan cod Atlantik (Gadus morhua) segar, sebuah studi terkendali yang melibatkan 2.750 ikan cod yang ditangkap di wilayah North Atlantic Fishing Organization (NAFO) 2 J dan 3 K selama bulan Februari, Maret dan April 1983, dilakukan di bawah kondisi komersial. Mutu sampel diduga oleh pegawai pemeriksa Department of Fisheries and Ocean (DFO) yang terlatih dan berpengalaman dengan menggunakan standar penentuan mutu. Secara umum, mutu ikan cod ketika pertama kali dimuatkan ke kapal adalah sangat baik, tetapi ketika muatan dibongkar di darat mutunya jauh berkurang. Berbagai prosedur penanganan bertanggung jawab atas besarnya penurunan mutu. Prosedur-prosedur ini mencakup : a) penundaan lebih dari satu jam antara waktu ketika cod dimuatkan ke kapal dan ketika dieskan; b) penyimpanan ikan cod dalam es lebih dari enam hari; c) pengesan ikan cod dilakukan di dalam wadah terbuka yang terbuat dari papan, bukannya dalam kotak tertutup; dan d) penangkapan lebih dari 5 ton pada setiap saat.

Baca juga
Pendugaan Kesegaran Ikan

Pengaruh Penundaan Pengesan Terhadap Mutu Ikan Kaleng

Jeyasekaran dan Saralaya (1991) mempelajari pengaruh penyimpanan dalam air laut dingin ikan white sardin (Kowala coval) terhadap mutu produk kalengannya. Mutu ikan white sardin kaleng bisa diperbaiki dengan mengawetkan ikan segera setelah ditangkap di dalam air laut dingin sebelum dikalengkan. Penundaan pengesan menyebabkan banyak kemunduran mutu dan mempersingkat lama penyimpanan produk kaleng tersebut. Ternyata bahwa ikan yang mengalami penundaan pengesan ditolak setelah enam hari dan ikan yang segera dies dan yang dimasukkan air laut dingin diterima sampai sembilan dan sebelas hari, berturut-turut, untuk dikalengkan.

Baca juga
Mempertahankan Mutu Ikan Dengan Pendinginan/Pengesan

Rasio Terbaik Chilled Sea Water

Pizardi dan Quevedo (1989) melakukan studi terhadap sistem CSW (Chilled Sea Water; Air Laut Dingin) untuk mengawetkan ikan hake di atas kapal. Ikan hake ditangkap dengan trawl dan spesies Peru (Merluccius gayi peruanus) adalah khas karena teksturnya sangat lembut. Akibatnya, produk olahan ikan ini yang dibuat di darat mengalami penurunan hasil dan mutu. Karena itu perlu mendinginkan ikan ini di atas kapal guna meminimkan penurunan mutu dan kerugian ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio terbaik ikan : es : air laut adalah 1 : 1 : 1.

Baca juga
Pengolahan Cumi-Cumi Dengan Tekanan Tinggi dan Pendinginan

Perbedaan Umur Penyimpanan Dalam Es Akibat Perbedaan Spesies Ikan

Poole et al. (1990) melakukan percobaan pengesan ikan karang dari Wilayah Utara Australia untuk mengetahui “umur penyimpanan” (storage live) ikan-ikan tersebut di dalam es. Umur penyimpanan ikan-ikan yang diperoleh dari perikanan lepas-pantai dan dekat-pantai dibandingkan. Spesies yang terlibat dalam uji coba ini adalah Pristipomoides multidens, Pristipomoides typus, Lutjanus erythropterus, Lutjanus sebae, Lutjanus carponotus, Lutjanus johnii, Lethrinus fraenatus, Zabidius novemaculatus dan Epinephelus spp. Setiap ikan menunjukkan pola kemunduran mutu selama penyimpanan dalam es yang berbeda-beda antar spesies, kemungkinan besar disebabkan perbedaan sistem enzim dalam daging ikan yang khas untuk setiap spesies. Hal ini berarti bahwa metode penangkapan, penanganan dan pengolahan akan mempengaruhi spesies ikan individual dengan cara yang berbeda-beda dan kisaran yang berbeda pula.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

1 Komentar:

Pada 21 November 2015 pukul 16.24 , Blogger Unknown mengatakan...

Kak, punya rekomandasi jual display cooler gak? yang bisa mendinginkan ikan :D

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda