Minggu, 24 Juni 2012

Echinodermata : Keragaman Spesies, Distribusi dan Embryo

Arsip Cofa No. C 061

Keragaman Spesies Echinodermata

Hickman et al. (2001) menjelaskan kelas-kelas utama echinodermata sebagai berikut :

- Asteroidea (bintang laut) banyak ditemukan di sepanjang garis pantai di mana mereka berkumpul dalam jumlah besar di bebatuan. Kadang-kadang mereka melekat begitu erat sehingga sulit dilepaskan tanpa memutuskan beberapa kaki tabungnya. Mereka juga hidup di dasar perairan berlumpur atau berpasir dan di antara terumbu karang. Mereka sering berwarna cerah dengan ukuran diameter tubuh berkisar dari satu sentimeter sampai satu meter. Asterias (Yunani, asteros : bintang) adalah salah satu genus yang umum di pesisir timur Amerika Serikat dan banyak dipelajari di laboratorium zoologi. Pisaster (Yunani, pisos : kacang, + asteros : bintang) sering terlihat di pesisir barat Amerika Serikat sama seperti Dermasterias (Yunani : dermatos : kulit, + asteros : bintang), bintang laut kulit.

- Beberapa ophiuroidea (bintang ular) yang umum dijumpai di sepanjang pesisir Amerika Serikat adalah Amphipholis (Yunani , amphi : kedua sisi, + pholis : sisik bertanduk) (vivipar dan hermafrodit), Ophioderma (Yunani, ophis : ular, + dermatos, kulit), Ophiothrix (Yunani, ophis : ular, + thrix, rambut), dan Ophiura (Yunani, ophis : ular, + oura : ekor). Bintang keranjang Gorgonocephalus (Yunani, Gorgo : nama monster betina yang menakutkan, + kephale : kepala) dan Astrophyton (Yunani, asteros : bintang, + phyton : mahluk, binatang) memiliki delapan lengan dengan cabang yang berulang-ulang.

Baca juga
Gonad Ikan dan Avertebrata


- Echinoidea (bulu babi) tersebar luas di semua laut, dari daerah intertidal sampai samudra dalam. Bulu babi biasanya suka meliang ke dalam substrat berpasir. Mereka tersebar di salah satu atau kedua pesisir Amerika Utara dengan genus-genus bulu babi yang umum adalah Arbacia (Yunani, Arbakes : raja pertama kerajaan Media), Strongylocentrotus (Yunani, strongylos : bundar, kompak, + kentron : runcing, duri), dan Lytechinus (Yunani, lytos : pecah, patah, + echinos : bulu babi) dan dolar pasir Dendraster (Yunani, dendron : pohon, tongkat, + asteros : bintang) serta Echinarachnius (Yunani, echinos : bulu babi, + arachne : laba-laba). Daerah Hindia Barat-Florida kaya akan echinodermata, termasuk echinoidea, di antaranya adalah Diadema (Yunani, diadeo : diikat sekeliling), dengan duri-duri panjang dan tajam seperti jarum.

- Holothuroidea (teripang) yang umum di sepanjang pesisir timur Amerika Utara adalah Cucumaria frondosa (Latin, cucumis : ketimun), Sclerodactyla briareus (Yunani, skleros : keras, + daktylos : jari tangan), dan teripang peliang yang transparan Leptosynapta (Yunani, leptos : ramping, + synapsis : bergabung). Sepanjang pesisir Pasifik ada beberapa spesies Cucumaria dan teripang coklat kemerahan Parastichopus (Yunani, para : di samping, + stichos : garis atau baris, + pous, podos : kaki) dengan papila yang sangat besar.

- Crinoidea (lili laut) mencakup lili laut dan bintang bulu (feather star). Mereka mempunyai beberapa karakteristik primitif. Sebagaimana ditunjukkan oleh catatan fosil, krinoidea pernah melimpah jauh lebih banyak daripada sekarang. Mereka berbeda dari echinodermata lainnya karena melekat selama bagian penting kehidupannya. Lili laut memiliki badan berbentuk bunga yang terletak pada ujung tangkai. Bintang bulu mempunyai lengan yang panjang dan bercabang banyak, sedangkan dewasanya bergerak bebas namun mereka tetap ada di tempat yang sama selama periode yang panjang. Selama metamorfosis bintang bulu hidup menempel dan memiliki tangkai, tetapi setelah beberapa bulan mereka melepaskan diri dan bergerak bebas. Banyak crinoidea menghuni perairan dalam, tetapi bintang bulu bisa juga menghuni perairan dangkal, terutama di daerah Indo-Pasifik dan Karibia-Hindia-Barat, di mana jumlah spesies yang ditemukan di sini paling banyak. Contohnya adalah Antedon dan Comantheria.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Morfologi dan Biologi Krinoid Purba

Brower (1992) melaporkan bahwa dua spesies cupulocrinid, Cupulocrinus crossmani n.sp. dan Praecupulocrinus conjugans (Billings) n.gen. , telah ditemukan dari Ordovician Tengah (Galena Group, Dunleith Formation) di Iowa utara dan Minnesota selatan. Berbagai ciri morfologi dan ontogenetik menunjukkan bahwa Praecupulocrinus lebih primitif daripada Cupulocrinus. Dua spesies ini umumnya ada bersama-sama. Selain itu, kedua taksa hidup bersama-sama pada tingkat-tingkat yang sama dengan panjang batang berkisar dari sekitar 1,5 cm untuk juvenil sampai 15 cm untuk dewasa. Urutan pertumbuhan yang relatif lengkap menggambarkan pertumbuhan dan variasi serta menunjukkan bagaimana dua krinoid berkerabat dekat ini membagi niche makanan. Volume mahkota (crown volume) bisa menjadi variabel yang memuaskan untuk menduga ukuran binatang ini. Sistem pencari makanan pada cupulocrinid terutama terbentuk dari penambahan lempengan baru pada ujung-ujung lengan. Jumlah lempengan lengan dan panjang lengan menunjukkan alometri positif relatif terhadap volume mahkota, terutama disebabkan perkembangan cabang baru pada ujung lengan. Kapasitas pencari makanan sama dengan jumlah kaki-tabung penangkap-makanan dikalikan dengan lebar rata-rata celah makanan. Kapasitas pencarian makananan juga bersifat alometri positif dari aspek volume mahkota dan jumlah jaringan yang harus dipasok makanan. Dengan demikian, rasio kapasitas pencarian makanan : volume mahkota adalah bersifat konstan atau sedikit menurun sejalan dengan bertambahnya ukuran dan umur. Lebar celah makanan bertambah untuk seluruh ontogeni sehingga krinoid dewasa memakan partikel makanan yang lebih besar daripada juvenilnya. Praecupulocrinus conjugans (Billings) n.gen. memiliki celah-celah makanan yang lebih sempit daripada Cupulocrinus crossmani n.sp. pada ukuran dan umur yang sama; hal ini menunjukkan adanya diferensiasi niche berdasarkan ukuran partikel makanan. Geometri kaki tabung dan lengan menunjukkan bahwa kedua cupulocrinid ini menggunakan cara yang sama dalam memakan suspensi. Morfologi kantung anus dan ketiadaan tonjolan-tonjolan “patelloid” pada lengan menunjukkan bahwa Cupulocrinus sepulchrum Ramsbotton dari Ordovician Atas yang ditemukan di Skotlandia adalah termasuk Dendrocrinus.

Baca juga
Pengaruh Suhu Terhadap Reproduksi Avertebrata

Distribusi Teripang di Indonesia

Anonymous (1992) menyusun daftar distribusi teripang di Indonesia. Actino ehinities, Actino lecanora, Actino mauritania dan Actino miliaris tersebar di barat Sumatera, selatan Jawa Tengah, selatan Kalimantan, selatan Sulawesi, timur Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Timor, Halmahera, Ambon dan utara Papua. Bohadschia argus, Bohadschia graeffei, Bohadschia marmorata, Bohadschia tenuissima dan Bohadschia vitiensis ditemukan di Sabang (utara Sumatera), barat Sumatera, Bangka-Belitung, timur Kalimantan, Kalimantan Selatan, selatan Sulawesi, Kendari, utara Sulawesi, Halmahera, Ambon-Banda. Distribusi Holothuria atra, Holothuria edulis, Holothuria leucospilota, Holothuria scabra, Holothuria nobilis, Holothuria impatiens, Stichopus chloronotus, Stichopus variegatus dan Thelenota ananas meliputi Sabang (utara Sumatera), barat Sumatera, Lampung, Bangka-Belitung, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, selatan Jawa Tengah, selatan kalimantan, timur Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Timor, tenggara Sulawesi, Halmahera, Ambon, Banda dan utara Papua Barat.

Baca juga
Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Makan Pada Avertebrata

Perkembangan Telur Sampai Juvenil Bintang Laut

Komatsu et al. (1992) mengamati proses perkembangan bintang laut, Luidia maculata, dari telur sampai juvenil. Telur berdiameter rata-rata 173 mikron. Satu setengah jam setelah pembuahan, terjadi pembelahan pertama pada suhu 20 °C. Pembelahan bersifat total dan radial. Embryo berkembang menjadi bipinaria melalui tahap blastula yang berkerut-kerut (bipinaria : larva bintang laut yang berenang bebas, bersilia, bilateral dan memiliki dua struktur mirip sayap). Metamorfosis terjadi secara bertahap pada bagian posterior (belakang) bipinaria 40 hari setelah pembuahan. Pada tahap ini muncul 9 spikula, yang bersesuaian dengan lempeng terminal pada rangka individu dewasa. Satu minggu kemudian, bipinaria mencapai panjang 2,5 mm. Enam puluh empat hari setelah pembuahan, metamorfosis menjadi sempurna dan menghasilkan juvenil dengan diameter sekitar 700 mikron. Juvenil ini memiliki 9 lengan dan setiap lengan mempunyai dua pasang kaki tabung. Perkembangan spesies ini menunjukkan tipe non brachiolaria sebagai mana semua spesies Luidia yang telah dilaporkan. Pengamatan ini menunjukkan bahwa juvenil yang baru saja bermetamorfosis memiliki 9 lengan seperti individu dewasa. Adalah sangat menarik bahwa waktu pembentukan lengan pada spesies bintang laut berlengan-banyak tampaknya berkaitan dengan sistematika spesies Luidia.

Pemijahan Buatan Pada Ekinodermata

ASEAN-Canada Cooperative Programe on Marine Science Phase II (1995) menyusun prosedur pemijahan buatan pada ekinodermata sebagai berikut. Balikkan tubuh ekinodermata dewasa dan tempatkan di dalam sebuah gelas piala yang dipenuhi dengan air encer/kontrol sampai luber. Rangsang binatang dewasa ini dengan menyuntikkan 1 ml kalium klorida (KCl) 0,5 M melalui membran peristomeal ke dalam coelom. Bila tidak ada respon setelah 30 detik maka penyuntikan KCl diulangi lagi dengan dosis yang berbeda. Perhatikan binatang dengan cermat ketika mereka mulai memijah karena ekinodermata jantan harus ditangani dengan cara yang berbeda. Ekinodermata jantan biasanya menghasilkan semburan sperma putih, sedangkan betinanya menghasilkan telur-telur yang relatif besar. Kedua jenis kelamin ini mungkin menghasilkan zat berwarna yang sebaiknya disingkirkan bila mungkin. Ekinodermata betina dibiarkan melakukan ”pemijahan-basah” di dalam gelas piala selama 15 – 30 menit. Telur yang dihasilkan seharusnya bundar dan bulat sempurna. Ekinodermata jantan sebaiknya dibiarkan melakukan “pemijahan kering”, artinya bahwa sperma dikumpulkan sebelum diencerkan dan diaktifkan dalam air laut. Bila jantan mulai memijah di dalam gelas piala mereka sebaiknya segera dipindahkan. Tempatkan ekinodermata jantan dengan sisi aboral menghadap ke atas di dalam cawan ceper dengan air laut menutupi sekitar setengah badannya. Ketika sperma berkumpul di permukaan tubuh ekinodermata ini dan di dalam cawan, kumpulkan sperma-sperma tersebut dengan pipet pasteur, dan pindahkan ke dalam sebuah gelas piala kecil atau tabung uji yang disimpan di dalam es hingga siap digunakan. Biarkan binatang memijah selama 15 – 30 menit. Sperma akan tetap tidak aktif bila dibiarkan dalam kondisi “kering” atau dalam konsentrasi sperma sangat tinggi dengan air laut sangat sedikit. Sperma ini dapat diaktifkan kembali dengan menambahkan air laut. Perawatan harus dilakukan untuk menghindari kontaminasi-silang antara sperma dan telur; gunakan pipet yang berbeda untuk memindahkan sperma dan telur.

Kepekaan Embryo Bulu Babi Terhadap Panas

Fujisawa (1992) melaporkan bahwa bulu babi, Hemicentrotus pulcherrimus, merupakan salah satu echinoidea yang tersebar paling luas di Jepang, dari bagian selatan Hokkaido sampai Kagoshima. Bulu babi ini memijah pada musim yang sama, dari musim dingin sampai musim semi, tidak tergantung pada perbedaan habitat. Suhu air laut selama musim pemijahan adalah sektar 6 °C di Teluk Mutsu, dan sekitar 17 °C di Sendai, Kagoshima. Perbedaan suhu air laut selama musim pemijahan dengan demikian lebih dari 10 °C antara kedua lokasi. Dalam penelitian ini dua kelompok bulu babi digunakan, satu kelompok dikumpulkan di Teluk Mutsu dan kelompok lain diperoleh di lepas pantai Sendai, Kagoshima. Kepekaan panas pada embryo kedua kelompok ini diamati. Kepekaan panas (thermosensitivity) didefinisikan sebagai suhu di mana embryo bulu babi dapat berkembang normal. Kepekaan panas embryo bulu babi di Teluk Mutsu adalah dari 5 sampai 19 °C, sedangkan untuk embryo bulu babi di Sendai adalah dari 8 sampai 22 °C. Batas-batas kepekaan panas bergeser secara nyata sebesar 3 °C. Selanjutnya kepekaan panas telur bulu babi dari Teluk Mutsu (M betina) yang dibuahi dengan sperma bulu babi dari Sendai (S jantan) serta persilangan sebaliknya (M jantan x S betina) diamati. Kepekaan panas embryo (M betina x S jantan) adalah sama dengan embryo (M betina x M jantan). Kepekaan panas embryo (M jantan x S betina) adalah sama dengan embryo (S betina x S jantan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepekaan panas embryo bulu babi diwarisi dari induk betina.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda