Selasa, 26 Juni 2012

Warna Pada Produk Perikanan

Arsip Cofa No. C 062

Perubahan Warna Pada Produk Perikanan

Sen (2005) menyatakan bahwa perubahan warna merupakan masalah bagi daging merah ketika pasokan oksigen menjadi terbatas namun jarang terjadi pada produk makanan laut kecuali yang banyak mengandung pigmen. Bagaimanapun, pada beberapa spesies ikan timbulnya warna asing pada daging dan kulit bisa menyebabkan produk ikan tersebut kurang dapat diterima konsumen. Penelitian terhadap filet ikan rockfish yang disimpan pada kondisi atmosfer termodifikasi, yakni 80 % karbon dioksida dan 20 % udara, dan suhu 35 ± 2 °F serta keadaan gelap menunjukkan bahwa setelah 13 hari penyimpanan tidak ada perbedaan nyata dalam hal warna kulit atau daging antara sampel segar dan sampel yang disimpan dalam atmosfer termodifikasi. Tetapi warna kulit sampel segar dan sampel udara-kontrol menunjukkan perbedaan nyata setelah 13 hari penyimpanan. Diduga bahwa atmosfer-termodifikasi menunda proses pemudaran warna kulit yang diamati pada sampel udara-kontrol. Munculnya warna tak lazim pada lapisan peritoneal rongga perut ikan salmon setelah 2 minggu disimpan dalam atmosfer-termodifikasi dan dalam udara telah dilaporkan. Pigmen kehijauan dalam otot gelap ikan swordfish setelah 11 hari disimpan dalam CO2/O2 juga telah dilaporkan.

Baca juga
Produk Ikan Fermentasi

Warna Coklat Pada Ikan Rebus-Kering (Niboshi) Selama Penyimpanan

Takiguchi (1992) mempelajari oksidasi lipida dan pembentukan warna coklat pada ikan teri Engraulis japonica rebus-kering (niboshi) selama penyimpanan pada berbagai suhu antara -30 dan 30 °C selama 240 hari. Niboshi menjadi berwarna coklat selama penyimpanan pada suhu 30, 20 dan 0 °C. Intensitas warna tergantung terutama pada suhu penyimpanan; makin tinggi suhu penyimpanan makin tua warnanya. Niboshi yang disimpan pada suhu -20 dan -30 °C tetap hampir tak berubah warna. Kadar metionin, histidin dan lisin menurun pada niboshi yang menjadi berwarna coklat selama penyimpanan. Asam-asam amino ini, dengan demikian, diduga terlibat dalam reaksi pencoklatan seperti reaksi amino-karbonil.

Baca juga
Pendugaan Kesegaran Ikan

Pencoklatan Pada Ikan Asin-Kering

Smith dan Hole (1991) melaporkan bahwa lipida dalam ikan asin kering-matahari tradisional sangat mudah mengalami oksidasi selama pengolahan dan penyimpanan pada suhu udara tropis (25–30 °C), sehingga menyebabkan timbulnya warna coklat serta bisa kehilangan nilai gizi dan nilai ekonomi produk tersebut. Zat warna coklat terlarut, berfluoresensi dan dapat-diekstrak diketahui merupakan indikator yang berkaitan dengan tingginya derajat oksidasi lipida dalam ikan tersebut. Pada suhu 25°C produk-produk oksidasi lipida yang bereaksi dengan fosfolipida dan asam-asam amino menghasilkan fluoresensi yang nyata. Demikian pula, protein dan asam amino berinteraksi dengan produk oksidasi lipida menyebabkan terbentuknya warna coklat, walaupun pada suhu 25 °C reaksi ini hanya terjadi bila ada air. Suhu di atas 50 °C dibutuhkan untuk perkembangan warna coklat pada minyak ikan yang teraerasi saja. Kadar asam-asam amino bebas dalam ikan asin kering-matahari berkurang selama penyimpanan dan hal ini disebabkan keterlibatan asam-asam amino dalam fluoresensi dan pembentukan warna. Fluoresensi/warna berhubungan dengan perkembangan produk oksidasi lipida dan karena itu menjadi dasar untuk bertindak sebagai indikator oksidasi lipida yang luas.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Warna Gelap Pada Daging Ikan Akibat Oksidasi Lipida

Sohn et al. (2005) meneliti peranan oksidasi lipida dalam perkembangan bau tengik pada tahap awal penyimpanan-es pada otot biasa dan otot gelap ikan ekor kuning (Seriola quinqueradiata) budidaya. Kadar total hidroperoksida lipida dan “thiobarbituric acid-reactive substance” (TBARS; substansi reaktif-asam thiobarbituric) dalam otot gelap secara nyata lebih tinggi (P < 0.01) daripada dalam otot biasa selama 2 hari penyimpanan-es. Peningkatan kadar metmyoglobin otot gelap diikuti oleh pembentukan warna gelap secara perlahan-lahan selama penyimpanan-es. Untuk membedakan perubahan karakteristik bau pada otot, maka dilakukan evaluasi inderawi. Perubahan kecil dalam hal intensitas 7 macam bau diamati dalam otot biasa, tetapi terjadi peningkatan secara nyata dalam hal bau keseluruhan, bau amis, bau busuk dan bau tengik pada otot gelap selama 2 hari penyimpanan-es. Tidak ada hubungan antara kadar total hidroperoksida lipida dan intensitas bau pada otot biasa; bagaimanapun, ada hubungan nyata antara kadar total hidroperoksida lipida dan intensitas bau tengik dan bau keseluruhan pada otot gelap. Laju oksidasi lipida otot gelap ikan ekor kuning secara nyata lebih cepat dibandingkan pada otot biasa. Oksidasi lipida otot gelap sangat berkaitan dengan proses penggelapan daging dan perkembangan bau tengik selama tahap awal penyimpanan-es.

Baca juga
Mutu Daging Ikan Mas (Cyprinus carpio) : Pengaruh Pembekuan dan Tekanan Tinggi

Pengaruh Tekanan Tinggi Terhadap Warna dan Tekstur Daging Ikan

Matser et. (2000) meneliti pengaruh tekanan tinggi terhadap warna daging ikan untuk mengevaluasi kisaran perlakuan tekanan tinggi yang tidak mempengaruhi penampilan produk perikanan. Perlakuan tekanan tinggi lebih dari 150-200 MPa selama 5 menit menimbulkan warna tampilan seperti direbus pada ikan pollack (Pollachius virens), tenggiri (Scomber scombrus), tuna (Thunnus thynnus), cod (Gadus morhua), salmon trout (Salmon trutta), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan sebelah (Pleuronectus platessa) dan anglerfish (Lophius piscatorius). Hanya gurita (Octopus vulgaris) yang tetap mempertahankan warna tampilan seperti kondisi masih mentah hingga tekanan 400 – 800 MPa. Pengaruh tekanan tinggi terhadap tekstur ikan cod (Gadus morhua) telah dievaluasi setelah penyimpanan beku selama 6 bulan. Kekerasan daging meningkat akibat tingginya tekanan pada nilai 200 dan 400 MPa. Selama penyimpanan hanya terjadi sedikit perubahahan kekerasan. Bahkan sampel yang tidak diberi perlakuan tekanan menunjukkan hanya sedikit peningkatan kekerasan selama penyimpanan.

Baca juga
Ikan Asap : Keberadaan Senyawa dan Jamur Berbahaya

Metabisulfit Mencegah Timbulnya Warna Hitam Pada Udang Mentah

Chakrabarti et al. (1992) melakukan penelitian mengenai pengendalian terhadap pembentukan warna hitam pada udang mentah dari daerah tropis. Mereka melaporkan bahwa metabisulfit memberikan hasil yang menggembirakan dalam mencegah pembentukan warna hitam pada berbagai spesies udang. Metabisulfit 0,3 % cukup untuk mengendalikan bintik hitam pada Penaeus monodon dan Penaeus indicus selama 5 hari disimpan dalam es sedang pencelupan dalam metabisulfit 0,4 % selama 30 detik mencegah bintik hitam pada Metapenaeus monoceros selama periode yang sama.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda