Jumat, 17 Agustus 2012

Virus di Perairan

Arsip Cofa No. B 014

Keberadaan Virus di Dalam Sumber Air

Katzenelson (1978) dalam Berg (1978) menyatakan bahwa virus merupakan material patogen dan daya patogen ini menimbulkan bahaya bagi lingkungan kita termasuk berbagai tipe perairan seperti air minum dan air yang digunakan untuk tujuan domestik dan rekreasi. Virus dari berbagai jenis ditemukan dalam badan air alami yang digunakan oleh manusia : mata air, sumur, sungai, danau, air keran dan air laut. Virus yang paling sering diisolasi termasuk kelompok enterovirus, yang mencakup poliovirus, echovirus dan coxsackievirus. Reovirus, adenovirus dan tipe-tipe lain juga ditemukan. Secara total, lebih dari 100 tipe telah diisolasi. Selain itu, indikasi-indikasi epidemiologi menunjukkan adanya virus dalam air yang merupakan agen hepatitis A. Banyak jenis virus di dalam air minum yang masuk ke tubuh melalui mulut bisa menyebabkan berbagai jenis penyakit. Kenyataannya, virus ditemukan dalam air minum di banyak tempat. Saat ini tak diragukan bahwa air merupakan vektor bagi penyakit akibat virus. Asal virus yang memasuki sumber air adalah karier (individu pembawa virus), yang sakit maupun sehat, yang mengeksresi virus ke dalam air limbah yang kadang-kadang mengandung 100 – 10.000 unit pembentuk-plak per 100 ml. Di banyak tempat, air limbah ini dibuang ke laut, sungai atau danau sehingga mencemari perairan alami dengan virus. Air banjir juga bisa tercemar dan mengangkut limbah bervirus ke dalam sumber air alami. Virus juga bisa menempuh perjalanan jauh melalui tanah dan akhirnya mencapai sumber air alami. Dengan demikian tidak mengherankan bila virus ditemukan pada hampir semua badan air, termasuk sumber air yang dimanfaatkan untuk tujuan domestik.

Baca juga
Virus dan Bakteri Planktonik Dalam Perairan

Kelemahan Bakteri Tinja Sebagai Indikator Keberadaan Virus Dalam Air

Berg dan Metcalf (1978) dalam Berg (1978) menjelaskan kelemahan penggunaan bakteri tinja sebagai indikator keberadaan virus di dalam perairan. Bakteri coli tinja, streptococci tinja dan mungkin bakteri indikator tinja lainnya diekskresi oleh hampir semua orang dengan jumlah yang konstan. Virus diekskresi dengan jumlah bervariasi dan hanya oleh orang yang terinfeksi. Laju infeksi virus alami adalah lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa secara umum, dan tingkat kejadian infeksi adalah lebih tinggi di daerah yang sanitasinya buruk. Laju infeksi alami pada populasi anak-anak bisa bervariasi dari 5 % kurang sampai hampir 100 %. Kejadian infeksi alami untuk enterovirus dan reovirus adalah lebih tinggi pada bulan-bulan musim hangat dibandingkan pada bulan-bulan musim dingin. Kejadian infeksi alami untuk virus hepatitis A, rotarovirus dan adenovirus adalah paling tinggi pada bulan-bulan musim dingin. Jadi, walaupun jumlah bakteri coli tinja, streptococci tinja dan bakteri indikator tinja lainnya relatif konstan di dalam sebuah populasi, jumlah virus yang diekskresi adalah bervariasi dan tergantung pada kejadian infeksi.

Banyak faktor yang mempengaruhi rasio antara jumlah bakteri indikator tinja terhadap jumlah virus di dalam air limbah. Rasio tersebut bervariasi dari musim ke musim, dari populasi masyarakat ke populasi masyarakat lain, dan dari negara ke negara. Jumlah bakteri indikator tinja dan jumlah virus dalam air limbah pada suatu masyarakat juga bervariasi dari jam ke jam, yang menunjukkan pola ekskresi harian. Variasi-variasi tersebut, bagaimanapun, tidak banyak mempengaruhi rasio bakteri indikator terhadap virus karena bakteri maupun virus kedua-duanya menerima dampak yang sama. Karena tidak ada rasio yang konstan antara bakteri indikator tinja terhadap virus di dalam air limbah, maka rasio tersebut di dalam perairan penerima limbah atau tempat lainnya juga tidak konstan. Namun demikian, karena jumlah bakteri indikator tinja melebihi jumlah virus di dalam air limbah, ada kemungkinan bahwa pada beberapa kisaran jumlah bakteri indikator, tidak ada virus dalam sampel tersebut. Bakteri yang tidak membentuk spora terbunuh oleh disinfeksi lebih cepat daripada virus, dan virus umumnya bertahan hidup lebih lama daripada bakteri yang tidak membentuk spora tersebut di dalam lingkungan perairan alami. Baik di dalam air limbah yang didisinfeksi maupun di perairan permukaan, virus berhasil pulih ketika bakteri coliform tinja tidak pulih dalam uji standar (Berg dan Metcalf, 1978 dalam Berg, 1978).

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Apakah Tinggal Di Dekat Perairan Meningkatkan Resiko Terinfeksi Virus WNV ?

Nolan et al. (2012) melakukan studi untuk menentukan apakah tinggal di dekat sumber air meningkatkan resiko terinfeksi “West Nile virus” (WNV). WNV merupakan arbovirus (virus yang dipindahkan oleh hewan arthropoda) dari famili Flaviviridae yang siklus perpindahan utamanya terjadi antara burung dan nyamuk; manusia menjadi inang insidentil. Di Amerika Serikat, nyamuk Culex quinquefasciatus telah ditunjukkan merupakan vektor penting penularan penyakit WNV. Virus ini secara klinis menyerang ratusan penduduk di daerah metropolitan Houston sejak diperkenalkan tahun 2002. Peneliti mengidentifikasi 356 kasus positif–WNV dan 356 kontrol dengan menggunakan populasi yang proporsional dengan model ukuran data Biro Sensus Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hidup di dekat sumber air berarus-lamban berasosiasi secara statistik dengan meningkatnya resiko infeksi pada manusia, dan tinggal di dekat sistem perairan berarus-sedang berasosiasi dengan penurunan resiko infeksi pada manusia. Tinggal di dekat muara sungai/danau yang tepiannya dipenuhi vegetasi juga menunjukkan peningkatan resiko infeksi bila dibandingkan dengan muara yang tepiannya dibeton. Habitat perairan berarus lambat dan sumber air yang tepiannya bervegetasi tampaknya mendukung siklus penularan virus dari nyamuk ke manusia.

Baca juga
Virus Pada Udang Penaeidae

Penyakit Perut Akibat Pencemaran Pasokan Air Oleh Virus

Brugha et al. (1999) melaporkan bahwa pada bulan Agustus 1994, sebanyak 30 dari 135 (23 %) karyawan pabrik roti dan lebih dari 100 penduduk South Wales dan Bristol di United Kingdom, secara mendadak menderita sakit perut “gastroenteritis”. Studi epidemiologi terhadap karyawan dan tiga kelompok masyarakat menunjukkan bahwa penyakit yang diderita karyawan adalah berkaitan dengan kebiasaan minum air dingin di pabrik roti (resiko relatif 3.3; 95 %) sedang kasus pada penduduk berkaitan dengan kebiasaan makan puding custard (resiko relatif 19.8; 95 %) yang berasal dari berbagai toko yang dipasok oleh sebuah pabrik roti. “Small round-structured virus” (SRSV; virus berstruktur bundar kecil) diidentifikasi di dalam sampel tinja pada 4 kasus karyawan dan 7 kasus penduduk. Analisis polimerase dan daerah capsid pada genom SRSV dengan reaksi rantai transkripsi-polimerase menunjukkan adanya virus kedua kelompok gen masing-masing dengan beberapa urutan nukleotida yang berbeda. Heterogenitas virus yang diidentifikasi pada kasus gastroenteritis menunjukkan bahwa custard kering mungkin secara tidak disengaja bercampur dengan air yang tercemar. Kejadian ini menunjukkan bagaimana kontaminasi makanan sekunder dapat menyebabkan gastroenteritis berskala luas di masyarakat, dan menunjukkan kemampuan teknik molekular dalam mendukung metode epidemiologi klasik pada penelitian penyakit yang terjadi secara mendadak.

Baca juga
Virus di Dalam Laut, Kerang dan Ikan

Menyingkirkan Virus Dari Air Dengan Membran

Madaeni et al. (1995) melaporkan bahwa membran makin banyak dipakai dalam proses disinfeksi untuk air mentah dan proses pemanfaatan kembali air limbah perkotaan. Efisiensi penghilangan virus adalah sangat penting dalam hal ini, terutama kemampuan mikrofiltrasi untuk menyaring virus. Telah dilakukan studi eksperimental perpindahan poliovirus menembus mikrofiltrasi 0.2 mikron dan membran ultrafiltrasi 30 kD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa membran ultrafiltrasi menolak virus dengan sempurna dan bahwa membran mikrofiltrasi menyingkirkan virus secara nyata pada kondisi yang tepat.

Baca juga
Resiko Kesehatan Akibat Mengkonsumsi Kerang

Dapatkah Klor Menonaktifkan Virus Norwalk Dalam Air Minum ?

Keswick et al. (1985) melaporkan bahwa virus Norwalk di dalam air lebih kebal terhadap inaktivasi klor daripada poliovirus tipe 1 (LSc2Ab), human rotavirus (Wa), simian rotavirus (SA11) atau bakteriofage f2. Klor dengan dosis 3,75 mg/liter adalah efektif untuk mengatasi virus-virus lain tetapi gagal menonaktifkan virus Norwalk. Inokulum virus Norwalk tetap menginfeksi lima dari delapan sukarelawan meskipun ada residu klor bebas. Daya infeksi pada sukarelawan dibuktikan oleh “seroconversion” (perubahan kondisi dari serum negatif menjadi serum positif) virus Norwalk. Pada 14 dari 16 orang yang menerima inokulum tanpa perlakuan, serum darahnya menunjukkan positif terhadap virus Norwalk. Penyakit dialami oleh empat dari delapan sukarelawan dan 11 dari 16 orang kontrol. Inokulum virus Norwalk serupa yang diberi perlakuan 10 mg/liter klor menyebabkan penyakit hanya pada satu orang dan gagal merangsang serokonversi pada kedelapan sukarelawan. Klor bebas (5 sampai 6 mg/liter) ditemukan setelah 30 menit periode kontak. Norwalk virus tampaknya sangat kebal terhadap klor sehingga ia berperanan penting dalam kejadian mendadak munculnya penyakit asal-air.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda