Jumat, 20 Juli 2012

Bahan dan Pengaruh Pengemasan Terhadap Mutu Produk Perikanan

Arsip Cofa No. C 067

Pengaruh Pengemasan Terhadap Mutu Ikan

Huang et al. (1992) mempelajari pengaruh pengemasan terhadap perubahan kimia dan mutu ikan spot (Leiostomus xanthurus). Ikan spot dibungkus dengan “Saran” (PVDC), “vacuum skin packaged film-to-tray” atau “film-to-film” dengan “intact skin packaging film” (ISPF) atau “vacuum packaged film-to-film” dengan surlyn dan didinginkan pada suhu 4 °C selama 15 hari. Sampel ikan yang dikemas ISPF memiliki amonia yang secara nyata lebih sedikit daripada ikan yang dibungkus. Tak ada perbedaan nyata dalam hal pH atau nilai TBA di antara bahan-bahan kemasan yang diteliti. Pengemasan vakum mengurangi daya hidup mikrobiologis pada ikan sekitar 3 hari bila dibandingkan dengan ikan yang dibungkus Saran. Ikan yang dikemas ISPF vakum film-to-film memiliki daya awet inderawi terlama, sedangkan ikan yang dibungkus PVDC memiliki daya awet tersingkat.

Baca juga
Warna Pada Produk Perikanan

Memperpanjang Daya Awet Ikan Dengan Kemasan Kitosan

Ahn dan Lee (1992) mempelajari efek pengawetan yang ditimbulkan oleh kemasan film (lapisan tipis) kitosan terhadap mutu ikan horse mackerel kering dan sedikit asin. Pada pembuatan film kitosan, kitosan cangkang kepiting “blue crab” dilarutkan dalam asam asetat encer (1,0 %; volume/volume), disaring dan dihamparkan pada lembaran plastik lalu dikeringkan pada suhu 50 ± 2 °C. Film kitosan kemudian dinetralkan dengan NaOH 1,0 N selama 2 jam dan dikeringkan pada suhu kamar setelah pencucian beberapa kali dengan air suling. Produk horse mackerel kering-asin disiapkan dengan mengeringkannya pada suhu 40 ± 2 °C selama 4 jam dalam alat pengering udara panas setelah dikemas dengan film kitosan. Berdasarkan hasil evaluasi inderawi, kemasan film kitosan sangat memperpanjang daya awet horse mackerel kering-asin. Dari hasil evaluasi kimiawi dan inderawi, disimpulkan bahwa pengemasan produk perikanan dengan film kitosan merupakan cara efektif untuk mempertahankan mutu ikan horse mackerel kering-asin.

Baca juga
Bakteri Pada Makanan Laut

Bahan Kemasan Yang Dapat Dimakan Dari Protein Serabut Otot Ikan

Cuq et al. (1995) melaporkan bahwa bahan kemasan biologis berbasis protein serabut otot ikan (myofibrillar protein) telah dikembangkan. Pengaruh konsentrasi protein, pH, suhu dan lama penyimpanan terhadap kekentalan “film forming solution” (FFS; larutan pembentuk lapisan-tipis) telah dievaluasi dengan menggunakan metodologi rancangan percobaan. Tujuan pertama adalah menentukan kisaran percobaan yang layak untuk pembentukan film (lapisan tipis). Nilai pH dan konsentrasi protein memiliki efek interaktif yang kuat terhadap kekentalan FFS. Selama penyimpanan FFS sebelum pencetakan, penguraian-sebagian terhadap komponen-komponen protein berberat molekul tinggi menyebabkan penurunan kekentalan, yang memungkinkan tercetaknya film. Dalam kisaran percobaan untuk pembentukan film, tak ada kondisi yang mempengaruhi sifat-sifat fungsional film tersebut. Kondisi standar adalah sebagai berikut : pH 3.0, konsentrasi protein 2.0 gram protein/100 gram FFS, suhu 25 °C dan lama penyimpanan 6 jam. Sifat-sifat fungsional pengemasan biologis standar adalah sedikit lebih baik daripada yang ditentukan untuk film berbasis protein yang sudah diketahui, dengan daya rentang hampir sama dengan film polietilen berdensitas rendah.

Baca juga
Bau Pada Ikan : Penyebab dan Cara Menghilangkan


Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengemasan Dalam Gas Karbon Dioksida, Oksigen, Nitrogen dan Hampa Udara

Arashisar et al. (2004) melakukan analisis mikroba (jumlah bakteri psikrotrofik, mesofilik aerob dan Enterobacteriacae) dan kimiawi [pH, total volatile bases nitrogen (TVB-N), oksidasi lipida (Thiobarbituric acid reactive substance, TBARS)] terhadap filet ikan rainbow trout (Oncorynchus mykiss) yang disimpan dalam kemasan udara (kontrol), vakum dan “modified atmosphere packaging” (MAP) dengan berbagai kondisi campuran gas pada suhu 4 ± 1 °C. Campuran gas yang dievaluasi adalah 100 % CO2 , 2.5 % O2 + 7.5 % N2 + 90 % CO2 dan 30% O2 + 30% N2 + 40 % CO2. Jumlah bakteri psikrotrofik adalah di atas 1 x 107 cfu/g pada hari ke-12 dalam 100% CO2. Bagaimanapun, jumlah bakteri mesofilik adalah di bawah 1 x 106 cfu/g pada akhir periode penyimpanan 14 hari. Jumlah Enterobacteriaceae secara nyata lebih sedikit di dalam sampel yang dikemas dengan MAP. Oksidasi lipida meningkat dengan cepat setelah 6 hari penyimpanan dalam sampel yang mengandung 30 % O2 . Sedangkan nilai-nilai TBARS minimum dilaporkan untuk filet yang dikemas dalam 100 % CO2 dan kemasan vakum; nilai-nilai TVB-N terendah diperoleh untuk filet yang disimpan dalam kemasan 100 % CO2.

Baca juga
Pengaruh Garam Terhadap Produk Ikan Olahan

Kelemahan Teknik Pengemasan Dengan Atmosfer Termodifikasi

Sen (2005), berdasarkan beberapa laporan penelitian, menyatakan bahwa ada beberapa kelemahan pengemasan dengan atmosfer termodifikasi (“modified atmosphere packaging”; MAP). Ikan lebih mudah didinginkan sebelum dikemas daripada setelahnya. Hal ini disebabkan oleh efek isolasi panas yang ditimbulkan oleh bahan kemasan dan oleh rendahnya daya hantar panas yang dimiliki gas (dalam hal ini, atmosfer termodifikasi). Penelitian dengan ikan belanak tropis (Mugil keelarti) menunjukkan perlunya menyimpan ikan kemasan MAP pada suhu di bawah 5 °C. Ikan belanak kecil utuh yang dikemas dalam atmosfer termodifikasi (60 % atau 80 % CO2 dan udara seimbang) kemudian disimpan pada suhu 6 sampai 7 °C memiliki daya awet 2 – 3 hari lebih lama dibandingkan sampel yang disimpan dalam udara biasa. Dari segi komersial ataupun untuk tujuan praktis apa pun, atmosfer termodifikasi pada suhu 5 – 7 °C sekalipun tidak memberikan keuntungan yang berarti. Suhu 0 – 2 °C disarankan untuk menyimpan produk ikan laut kemasan MAP; hal yang sama berlaku pula untuk produk ikan air tawar.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda