Kamis, 06 Desember 2012

Gonad Ikan dan Avertebrata

Arsip Cofa No. C 111

Anatomi Gonad Ikan

Menurut Hickman dan Hickman (1974), ikan teleostei menunjukkan banyak tipe pola reproduksi seksual. Meskipun kondisi hermafrodit kadang terjadi secara abnormal pada banyak spesies, hanya satu atau dua famili (sebagai contoh, Serranidae) yang benar-benar hemafrodit. Pada ikan hermafrodit, gonad masing-masing terbagi menjadi zona testikular (penghasil testis) dan zona ovarian. Ikan Poecilia formosa yang ditemukan di Texas merupakan contoh yang baik mengenai tipe partenogenesis yang aneh yang disebut pseudogamy, atau ginogenesis. Proses ini melibatkan pemasukan dan pengaktivan sebutir telur oleh sebuah spermatozoa yang nukleusnya tidak melakukan peleburan genetik dengan nukleus sel telur. Sperma dihasilkan oleh ikan jantan dari spesies yang berkaitan, tetapi keturunannya semua mirip induk betina karena mereka secara genetik sama.

Baca juga
Morfologi dan Perkembangan Telur, Embryo dan Larva Ikan

Hickman dan Hickman (1974) menambahkan bahwa testis biasanya berupa organ keputihan memanjang yang terbagi menjadi lobula-lobula yang mengandung kista-kista berisi sel kelamin yang matang. Di dalam setiap kista, sel-sel yang matang selalu dalam tahap perkembangan yang sama. Lobula-lobula tadi bermuara ke dalam saluran spermatik (dengan lapisan sekretori), yang memanjang menuju sinus urogenital. Ikan jantan seringkali menjadi matang kelamin sebelum ikan betina, dan testisnya mungkin aktif sepanjang tahun; pada ikan lainnya aktivitas reproduktif testis bersifat musiman yang teratur. Ovari bisa memanjang sepanjang rongga perut dan tersusun dari banyak folikel ovari yang disokong oleh jaringan penghubung. Ovari, dengan selubung membran, kadang menyatu dengan oviduct, atau ovari tanpa pembungkus dan mengeluarkan telur-telurnya ke dalam rongga peritoneal (rongga perut), kemudian telur-telur ini masuk ke dalam oviduct (mullerian duct). Oviduct yang berpasangan kadang-kadang bermuara pada lubang urogenital di belakang anus, atau bermuara pada lubang kelamin (genital pore). Beberapa ikan seperti trout dan salmon tidak memiliki oviduct; jenis ikan lainnya seperti sidat air tawar tidak mempunyai saluran sperma maupun oviduct. Biasanya telur dihasilkan secara musiman pada waktu-waktu yang tertentu dan ovari menjadi tidak aktif di luar waktu-waktu ini. Beberapa ikan (sebagai contoh, ikan hake) dikenal mempunyai ovari yang aktif sepanjang waktu. Beberapa ikan seperti ikan cod memproduksi sangat banyak telur (9 juta butir telur pernah ditemukan dalam ovari seekor ikan betina).

Baca juga
Penyimpanan-Beku dan Penyimpanan-Dingin Telur dan Sperma Ikan

Variasi Berat Gonad dan Ciri Seksual Sekunder Ikan Zacco

Katano (1990) melaporkan bahwa hubungan antara panjang badan, berat gonad dan berat badan serta ciri-ciri seksual sekunder pada ikan dark chub, Zacco temmincki, telah dianalisa dengan merujuk variasinya. Baik faktor kondisi maupun gonadosomatik indek (GSI) meningkat tajam dalam musim pra-kawin. Ukuran tubuh berkorelasi positif dengan nilai GSI untuk ikan betina, kecuali pada periode pasca pemijahan, tetapi berkorelasi negatif atau tidak berkorelasi untuk ikan jantan. Variasi individual faktor kondisi dan nilai GSI juga meningkat pada musim pra-kawin dan musim kawin. Warna-pemijahan dan organ-organ mutiara pada kepala berkembang pada kedua jenis kelamin sepanjang tahun, dan paling menyolok pada ikan jantan dalam musim kawin. Organ-organ mutiara pada sirip dubur hanya berkembang pada ikan jantan dalam musim kawin. Perkembangan ciri-ciri seksual sekunder ini tidak harus menunjukkan kematangan seksual maupun tingginya potensi produksi tetapi sangat berhubungan dengan besarnya ukuran tubuh. Warna-pemijahan diyakini berfungsi sebagai sinyal yang menunjukkan perkembangan organ-organ mutiara dan ukuran tubuh. Organ-organ mutiara pada kepala merupakan senjata untuk mengusir ikan-ikan spesies yang sama, sedang organ-organ mutiara pada sirip dubur menjadi alat untuk mengubur telur pada perilaku pemijahan.

Baca juga
Sperma Ikan : Morfologi, Daya Gerak dan Kualitas

Pengaruh Suhu dan Fotoperiode Terhadap Perkembangan Gonad Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa meskipun organisasi internalnya rumit, banyak ikan daerah beriklim sedang memulai perkembangan gonad semata-mata sebagai respon terhadap perubahan suhu dan fotoperiode musiman. Pada ikan pumpkinseed sunfish (Lepomis gibbosus), sebagai contoh, perkembangan gonadnya secara khas dimulai pada akhir Mei ketika suhu air kolam melebihi 12,5 oC dan panjang siang mendekati 15 jam. Percobaan laboratorium menunjukkan, bagaimanapun, bahwa panjang siang minimum yang sebenarnya adalah antara 12,0 dan 13,5 jam dan bahwa suhu minimum sekitar 14 oC diperlukan pada saat yang sama. Ikan betina mungkin mempunyai persyaratan suhu yang sedikit lebih tinggi daripada ikan jantan. Baik suhu hangat maupun fotoperiode (dalam hal ini panjang siang hari) yang lama itu saja tidak memiliki banyak pengaruh. Setelah memijah dalam bulan Agustus, tidak ada pembaharuan aktivitas gonad, meskipun panjang siang dan suhu melebihi nilai minimum yang diperlukan untuk perkembangan gonad; hal ini menunjukkan bahwa juga ada periode yang pasif setelah pemijahan. Suhu hangat (17,5 oC) dan fotoperiode yang singkat (10,5 jam) menyebabkan penyusutan gonad. Ikan lain yang memiliki pola reproduksi serupa mencakup ikan minnow (Phoxinus laevis), medaka (Oryzias latipes), stickleback (Gasterosteus aculeatus) dan sunfish (Lepomis cyanellus). Di daerah tropis, di mana musim dominan hanyalah kemarau dan hujan, pemijahan sering terjadi pada permulaan musim hujan. Pola reproduksi seperti ini yang ditandai oleh perubahan lingkungan mengkoordinasi perkembangan seksual kedua jenis kelamin dan menjamin kondisi lingkungan yang sesuai bagi perkembangan tahap awal anak ikan yang akan dihasilkan. Kondisi ini diperantarai oleh kelenjar-kelenjar endokrin yang mempengaruhi perilaku dan fisiologi ikan.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Kematangan Gonad Bandeng Budidaya secara Alami

Marte et al. (1988), berdasarkan laporan beberapa penelitan lain, menyimpulkan bahwa ikan bandeng (Chanos chanos) secara spontan matang gonad pada berbagai kondisi pemeliharaan, tetapi faktor-faktor yang memicu kematangan gonad pertama kali belum dipahami dengan baik. Di Taiwan dan Hawaii, ikan bandeng yang dipelihara di dalam tangki secara spontan matang gonad untuk pertama kali pada umur 6 tahun atau lebih, tetapi persentase ikan yang mencapai kematangan sempurna adalah rendah dan tidak ada yang memijah tanpa rangsangan hormon. Pematangan dan pemijahan ikan bandeng yang dipelihara dalam kolam di Taiwan telah dilaporkan oleh Lin tahun 1982 dan 1984. Bagaimanapun, ikan pertama kali matang gonad pada umur 9 sampai 10 tahun. Demikian pula, bandeng umur 11 – 12 tahun yang dipelihara dalam tangki di Gondol, Indonesia, matang gonad dan memijah secara spontan. Kematangan gonad secara spontan dan pemijahan alami terjadi pada hampir semua bandeng umur 5 tahun yang dipelihara dalam kurungan.

Pembalikan Jenis Kelamin Pada Ikan

Chan dan Yeung (1983) dalam Hoar et al. (1983) sependapat dengan pernyataan bahwa dualitas genetik dan fisiologi sel reproduktif membentuk basis fundamental seksualitas pada organisme hidup. Pada vertebrata, dimorfisme seksual lebih lanjut ditunjukkan oleh jenis kelamin gonad, jenis kelamin tubuh dan jenis kelamin perilaku. Evolusi sistem seksual kompleks tak diragukan merupakan hasil seleksi alam,dan kemunculan sifat-sifat seksual tertentu seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan berfungsi meningkatkan keberhasilan reproduksi spesies tersebut. Di alam, pengendali jenis kelamin terutama adalah genetik, dan pengungkapan gen(-gen) seks mewujudkan diri dalam organ-organ seks primer. Gonad yang berdiferensiasi, terutama testes, selanjutnya mensekresi steroid dan substansi non steroid, seperti hormon anti-Mullerian, yang mengendalikan diferensiasi jenis kelamin tubuh dan jenis kelamin perilaku. Meskipun penentu utama jenis kelamin ada dalam gen individu, perubahan dari jenis kelamin genotip menjadi jenis kelamin fenotip hanya dilakukan oleh proses biokimia, yang mudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jadi, pengendalian jenis kelamin ikan, seperti pada kebanyakan organisme lain, dikendalikan oleh faktor genetik (intrinsik) maupun lingkungan (ekstrinsik). Perlu ditekankan di sini bahwa pembalikan seks alami jangan dikacaukan dengan pembalikan seks eksperimental. Yang pertama menyatakan pembalikan seks yang terjadi sebagai proses spontan di bawah kondisi alami pada spesies hermaprodit, sementara pembalikan seks alami pada teleostei menyebabkan berbagai pola hermaproditisme yang berfungsi seberhasil gonochorisme. Yang terakhir biasanya melibatkan manipulasi buatan terhadap diferensiasi seks embryo pada spesies gonochoris normal, sehingga jenis kelamin fenotip berbeda dengan jenis kelamin genotip.

Pembalikan seks, perubahan individu dari satu jenis kelamin menjadi jenis kelamin yang lain, telah didefinisikan oleh Atz pada tahun 1964 sebagai perubahan “dari kepemilikan jaringan ovari yang dapat dikenali menjadi kepemilikan jaringan testes yang dapat dikenali atau sebaliknya”. Arti yang luas dari istilah ini, sekalipun telah ditambah keterangan penjelas-diri seperti pembalikan seks “fungsional”, tidak dapat membedakan antara pembalikan seks gonochoris (buatan) di mana jenis kelamin fenotip fungsional berbeda dengan jenis kelamin genotip dan pembalikan seks hermaprodit-berurutan/”consecutive hermaphrodite” (alami) di mana kedua jenis kelamin berfungsi dalam urutan sementara selama masa hidupnya. Reinboth pada tahun 1970 mengusulkan untuk meninggalkan istilah “pembalikan seks” dalam pembahasan mengenai “ambosexual (intersexual)” pada ikan dengan alasan bahwa istilah ini “bisa memiliki arti kembali ke kondisi seks primer’; ia mengajukan istilah yang lebih netral “sex inversion” (penukaran seks) yang didefinisikan oleh Atz sebagai “kondisi yang dicapai suatu individu dari suatu jenis kelamin serupa dengan jenis kelamin lawannya, tetapi tidak memiliki jaringan gonad yang dapat-dikenali dari jenis kelamin tersebut”. Jadi, istilah yang sama digunakan oleh kedua peneliti untuk pengertian yang sangat berbeda. Istilah yang lebih baru adalah “sex succession” untuk menyatakan sifat sementara pembalikan seks (sex reversal) yang terjadi pada hermaprodit-berurutan. Istilah suksesi seks lebih tepat daripada pembalikan seks bagi spesies hermaprodit di mana zona-zona dan jaringan heteroseksual ada bersama-sama sebelum perubahan seks; perubahan seks dalam kasus ini pada kenyataannya merupakan kejadian ontogenetik di mana jaringan jantan dan betina yang telah ada mengalami serangkaian pola suksesi kematangan seks (Chan dan Yeung, 1983, dalam Hoar et al., 1983).

Baca juga
Penyimpanan Sperma Ikan Jangka-Panjang Dengan Cara Pembekuan Dalam Nitrogen Cair

Efektivitas Hormon Steroid Sintetis Dalam Merangsang Pembalikan Jenis Kelamin Ikan

Hunter dan Donaldson (1983) dalam Hoar et al. (1983) menyatakan bahwa meskipun telah banyak jenis steroid alami dan buatan yang berhasil merangsang pembalikan jenis kelamin (sex reversal), namun aktivitas biologis individualnya berbeda. Secara umum, androgen sintetis lebih berpotensi daripada androgen alami. Androgen sintetis yang paling potensial adalah 19-nor-ethynyltestosterone, yang menghasilkan 50 % pembalikan jenis kelamin pada dosis 1,0 mg/kg pakan. Yang kurang potensial adalah fluoxyinesterone 1,2 mg/kg, ethynyltestosterone 3,4 mg/kg, methylandrostenediol 7,8 mg/kg, methyltestosterone 15 mg/kg, dan testosterone propionate 560 mg/kg. Androgen alami termasuk androstenedione 500 mg/kg dan androsterone 580 mg/kg. Telah dibuktikan bahwa 11-ketotestosterone merupakan androgen alami yang paling potensial pada dosis 110 mg/kg. Demikian pula, estrogen-estrogen sintetis hexesterol, euvastin dan ethylestradiol memberikan 50 % pembalikan jenis kelamin pada dosis 0,5 , 0,8 dan 1,7 (mg/kg), berturut-turut. Untuk mencapai 50 % pembalikan jenis kelamin, maka estradiol, estrone dan estriol alami membutuhkan dosis 5,8 ,20 dan 130 mg/kg pakan. Hasil-hasil seperti ini bisa diharapkan karena baik estrone maupun estriol merupakan produk metabolik estradiol. Demikian pula, 11-ketotestosteron telah ditunjukkan jauh lebih potensial daripada testosterone dalam merangsang pembalikan jenis kelamin pada ikan Poecilia reticulata. Lebih tingginya potensi steroid sintetis (dibandingkan steroid alami) yang diberikan lewat mulut disebabkan sebagian oleh ketahanannya terhadap penguraian di dalam saluran pencernaan.

Perkembangan Gonad Ikan Sidat, Anguilla

Deelder (1984), dengan mengutip hasil penelitian lain, melaporkan bahwa gonad seekor ikan sidat (Anguilla) mula-mula tidak dapat dibedakan karena beberapa bagian gonad tersebut cenderung menunjukkan sifat jantan, sebagian lagi betina dan bagian lainnya peralihan jantan-betina. Diferensiasi gonad terjadi dengan berkembangnya unsur-unsur gametogenesis jantan dan menyusutnya unsur-unsur gametogenesis betina atau sebaliknya. Diferensiasi gonad kadang-kadang bisa dikenali pada sidat sepanjang 20 cm atau bahkan lebih kecil lagi. Kebanyakan sidat, bagaimanapun, tetap dalam kondisi seksual yang belum dapat ditentukan hingga mencapai panjang 30 cm atau lebih. Selama perkembangannya, suatu stok ikan sidat menunjukkan perubahan bertahap dari betina ke jantan yang dihubungkan oleh individu-individu berjenis kelamin peralihan. Ada tahap yang cukup lama di mana jenis kelamin sidat tidak dapat ditentukan, dengan sel-sel betina terdapat bersama-sama dengan unsur-unsur jantan; pada yang terakhir ini sifat-sifat seksual tidak muncul karena kematangan gonad tertunda.

Siklus Gonad Oyster Crassostrea

Robinson (1992) mempelajari siklus reproduksi oyster kumamoto (Crassostrea gigas kumamoto) yang dikumpulkan dari daerah oyster komersial di Teluk Yaquina, Oregon, setiap bulan selama periode 3 tahun. Gonad mengandung beberapa gamet matang sepanjang tahun. Frekuensi maksimum oyster matang gonad terjadi pada bulan Agustus – September dan menurun dengan cepat pada Oktober – November sampai minimum pada bulan Maret. Gametogenesis dimulai pada bulan Mei dan sel telur matang pertama kali muncul pada Juni – Juli. Pengkondisian untuk percobaan pemijahan telah dilakukan pada suhu 20 oC dan 24 oC empat kali setahun. Pada suhu 24 oC, produksi gamet terjadi 2 sampai 4 minggu lebih dulu dibandingkan pada suhu 20 oC. Dengan memulai pengkondisian pada bulan Mei atau Juni, periode pengkondisian di laboratorium bisa dikurangi 2 sampai 6 minggu. Kelangsungan hidup larva dan jumlah benih yang terkumpul juga meningkat dengan berkurangnya periode pengkondisian laboratorium. Pada percobaan yang dilakukan dengan 5 macam suhu dan 5 macam salinitas, kondisi optimum untuk pemeliharaan larva berkisar dari 24 sampai 28 oC dan dari 20 sampai 25 ppt.

Penyusutan Gonad Kepiting Akibat Parasit

Vinuesa (1989) melaporkan bahwa dari analisis terhadap 5.000 spesimen king crab Lithodes santolla dan Paralomis granulosa ditemukan bahwa kedua spesies diparasiti oleh rhizocephala Briarosaccus callosus. Gejala utama infeksi ini adalah penyusutan gonad, namun molting (ganti kulit) tidak terpengaruh. Kejadian parasit ini pada kedua spesies adalah sangat jarang, tidak lebih dari 2,2 %. Telah diketahui bahwa kedua spesies juga diparasiti oleh sejenis isopoda bopyridae yang belum dapat diidentifikasi, tetapi kejadiannya sangat jarang dan tidak terlihat ada kelainan internal pada hewan inangnya.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda