Senin, 12 November 2012

Pengolahan dan Penyimpanan Kepiting

Arsip Cofa No. C 101

Pencucian Dalam Air Klor dan Pemasakan Pendahuluan Meningkatkan Mutu Daging Kepiting

Tinker dan Learson (1972) melaporkan bahwa proses normal pemasakan-pendahuluan dalam industri pengolahan kepiting bisa mengurangi populasi bakteri dalam produk tersebut. Proses pemasakan-pendahuluan ini melibatkan pencucian di dalam air yang mengandung klor 200 ppm, diikuti dengan pengukusan selama 8 menit pada suhu 212 oF. Data mikrobiologi yang membandingkan proses ini dengan proses industri yang biasa dilakukan (pengukusan 10 menit pada suhu 250 oF) menunjukkan bahwa kedua jenis proses tersebut memberikan hasil yang sama dalam hal pengurangan bakteri. Proses pencucian itu sendiri bisa mengurangi bakteri sebanyak rata-rata 99 %. Kepiting yang ditangani dengan cara seperti ini, yang diikuti dengan pengukusan 8 menit pada suhu 212 oF menghasilkan daging yang lebih banyak dengan mutu organoleptik lebih baik dan tingkat mikrobiologisnya bisa diterima oleh standar kesehatan masyarakat.

Baca juga
Pemanfaatan Kitin dan Kitosan

Perubahan Biokimia Pasca Kematian Dalam Daging Kepiting Selama Penyimpanan

Matsumoto dan Yamanaka (1992) meneliti perubahan kadar glikogen, metabolit glikolitik, senyawa terkait-ATP, asam amino bebas, poliamin dan “volatile basic nitrogen” (VBN; nitrogen basa mudah-menguap) dalam daging kaki kepiting tanner crab Chionoecetes opilio selama penyimpanan pada suhu 5, 0 dan -1 oC. Selama penyimpanan, glikogen teruai dan laktat tertimbun dengan cepat. Kadar hipoksantin meningkat cepat pada tahap awal penguraian. Ornitin meningkat perlahan selama penyimpanan dan makin nyata sejalan dengan berlangsungnya penguraian. VBN juga meningkat perlahan selama penyimpanan.

Baca juga
Bioekologi dan Budidaya Kepiting

Karakteristik Penyimpanan Beku Daging Kepiting Mentah dan Matang

George et al. (1990) mempelajari perubahan mutu biokimia dan organoleptik selama pembekuan-lamban dan penyimpanan pada suhu – 18 oC pada ruas dan cangkang capit serta daging kepiting bakau (Scylla serrata), baik yang masih mentah maupun yang diberi perlakuan pemasakan pendahuluan. Kehilangan berat terjadi pada kepiting utuh, ruas dan capit kepiting. Studi penyimpanan beku menunjukkan bahwa dalam waktu 40 minggu ruas kepiting tetap dalam kondisi baik, sedangkan daging rebus menjadi jelek akibat mengalami “browning” (pencoklatan) ringan dan kehilangan cita rasa. Pada capit mentah meskipun warna pigmen berubah dari abu-abu ke hitam, namun cita rasa khasnya tetap lebih baik daripada cita rasa capit rebus.

Baca juga
Mempertahankan Mutu Ikan Dengan Pendinginan/Pengesan

Pengaruh Penyimpanan Beku Terhadap Sifat Kimia dan Bakteriologi Daging Kepiting

Menurut Aman et al. (1983) penyimpanan-beku kepiting mentah dan kepiting matang dalam waktu yang lebih lama menyebabkan perubah-perubahan yang tak dikehendaki, terutama komponen-komponen utamanya seperti protein dan lipida. Penyimpanan kepiting beku yang lebih lama menyebabkan kelarutan protein asli berkurang, dan pada saat yang sama, terjadi peningkatan jumlah protein yang terurai (tak larut). Hidrolisis dan oksidasi lipida selama penyimpanan beku juga menurunkan kelarutan protein, terutama protein myofibrilar (protein serabut otot). Juga, kapasitas pengikatan-air berkurang pada penyimpanan beku yang lebih lama. Hal-hal tersebut menyebabkan daging kepiting menjadi liat/keras ketika dimasak.

Aman et al (1983) mempelajari pengaruh penyimpanan beku pada suhu -10 oC terhadap karakteristik kimiawi daging kepiting merah Mesir (Carcinus maenas). Penelitian ini melibatkan penentuan nilai-nilai pH, kadar air, total nitrogen, nitrogen protein, total volatile basic nitrogen (TVBN), ekstrak dietil eter, nilai asam, asam tiobarbiturat (TBA) dan total jumlah bakteri (TC; Total Count). Diperoleh hasil bahwa kepiting matang dan kepiting mentah kupas dapat disimpan pada suhu -10 oC selama 5 dan 3 bulan, berturut-turut, tanpa terjadi pembusukan. Kepiting mentah tak dikupas dapat disimpan pada suhu -10 oC selama 4 bulan tanpa mengalami pembusukan. Perendaman kepiting mentah tak dikupas dalam 20 ppm klorotetrasiklin (CTC) selama 20 menit meningkatkan periode penyimpanan menjadi 5 bulan. Jumlah total bakteri pada daging kepiting dipengaruhi oleh berbagai perlakuan selama penyimpanan beku pada suhu -10 oC. Dapat dilihat bahwa jumlah bakteri total (TC) pada kepiting mentah adalah 0,015 x 106/gram. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TC pada kepiting mentah yang diberi CTC adalah sangat sedikit, terutama pada penyimpanan beku yang lebih lama dalam suhu -10 oC bila dibandingkan dengan sampel yang tidak diberi perlakuan. Daging kepiting matang selalu menunjukkan nilai TC yang lebih rendah daripada daging kepiting yang tak dimasak (mentah). Secara umum, TC daging kepiting meningkat perlahan-lahan sejalan dengan makin lamanya penyimpanan.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Penyakit Kolera Akibat Mengkonsumsi Kepiting Olahan

Finelli et al. (1992) melaporkan bahwa dari 31 Maret sampai 3 April 1991, sebanyak 8 penduduk New Jersey mengalami mencret parah setelah memakan daging kepiting yang dibawa sebagai oleh-oleh dari Ekuador. Kultur Stool menghasilkan Vibrio cholerae 01, seratype Inaba, biotype El Tor dari 4 orang, dan konsentrasi antibodi vibriosidal adalah sedikitnya 1 : 640 pada 7 orang, yang menunjukkan baru diinfeksi oleh Vibrio cholerae 01. Mengkonsumsi kepiting secara statistik berhubungan dengan penyakit; bagaimanapun, tak ada sisa daging kepiting yang tersedia untuk diuji. Semua dari 8 pasien sembuh total dan tak ada kasus penularan sekunder yang dilaporkan. Ini merupakan kasus kolera pertama di daratan Amerika Serikat yang berhubungan dengan makanan yang dibawa dari daerah yang diserang penyakit epidemi. Pelarangan membawa oleh-oleh makanan laut yang beresiko bisa mencegah terulangnya kasus lebih lanjut.

Baca juga
Warna Pada Produk Perikanan

Perkembangan Industri Pengalengan Kepiting di Dunia

Menurut Martin (1992) dalam Granata et al. (1992), kepiting pertama kali dikalengkan di Amerika Serikat oleh James McMenamin di Norfolk, Virginia, pada tahun 1878. Kesulitan terbesar dalam pengalengan kepiting adalah “discoloration” (perubahan menjadi warna lain yang kurang menarik). Pada tahun 1936, sebuah metode untuk mengatasi masalah pemudaran warna ini telah dikembangkan, dan pada tahun 1938, Harris Company berhasil mengemas kepiting biru yang berasal dari pesisir Atlantik secara komersial. Meskipun proses pengalengan kepiting telah dikembangkan pada tahun 1892, industri Jepang skala komersial belum mantap hingga tahun 1908. Kepiting kaleng Jepang mulai memasuki pasar Amerika Serikat dalam jumlah cukup banyak selama Perang Dunia I. Pada tahun 1931, impor produk ini menyebabkan produksi domestik daging kepiting segar dan kalengan meningkat hampir dua kali lipat. Industri pengalengan kepiting domestik telah berkembang di Alaska, Oregon dan Washington; kesulitan dalam hal pengolahan dan masalah-masalah teknis lainnya telah berhasil diatasi dan pasar untuk produk tersebut telah dikembangkan di negara-negara pesisir Pasifik.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

1 Komentar:

Pada 7 Mei 2020 pukul 20.05 , Blogger ophir mengatakan...

Bagus sekali…….

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda