Bakteri Vibrio dan Vibriosis
Arsip Cofa No. C 132
Morfologi Vibrio
Colwell dan Grimes (1984) menyatakan bahwa semua anggota genus Vibrio adalah bakteri batang gram negatif dengan ukuran beragam dan morfologinya bervariasi mulai dari bentuk coccobacilli sampai sel berbentuk batang yang jelas dan beberapa di antaranya, yaitu vibrioid, berbentuk kurva. Pada kondisi kekurangan nutrisi atau di lingkungan alam, termasuk di estuaria dan samudra, bila terjadi kondisi oligotrophic (kurang subur), Vibrio bisa muncul dalam bentuk bola-bola kecil, yang menunjukkan strategi untuk bertahan hidup. Vibrio spp. bergerak dengan bantuan flagela-kutub yang berselubung : satu atau beberapa flagela (bulu cambuk) terdapat di salah satu kutub sel bakteri tersebut. Beberapa spesies juga membentuk flagela-samping yang tak berselubung, ketika tumbuh pada media padat. Flagela-samping memainkan peranan untuk melekat pada permukaan dan mungkin juga untuk menggerombol.
Beberapa Vibrio spp. menyebabkan penyakit pada populasi ikan laut, baik liar maupun budidaya. Penyakit yang paling umum, vibriosis, disebabkan oleh Vibrio anguillarum. Bagaimanapun, intensitas budidaya laut yang makin meningkat ditambah dengan sistematika bakteri yang terus disempurnakan menyebabkan daftar Vibrio spp. yang menyebabkab penyakit menjadi bertambah. Sindrom penyakit yang diberi istilah vibriosis juga dinamakan “luka merah”, “red pest”, “bintik merah” dan “penyakit merah” berdasarkan karakteristik luka pada kulit dan berdarah. Penyakit ini dikenal sejak tahun 1718 di Italia (Colwell dan Grimes, 1984).
Bakteri Penyebab Penyakit Pada Ikan
Kepadatan Vibrio vulnificus di Dalam Air, Sedimen dan Usus Biota Estuaria
DePaola et al. (1994) menentukan kepadatan Vibrio vulnificus di dalam isi usus berbagai jenis ikan, oyster dan kepiting dan di dalam sedimen serta air di Gulf Coast, Amerika Serikat, dengan menggunakan prosedur most probable number (jumlah paling mungkin). Spesies Vibrio diidentifikasi dengan imunoesei enzim. Selama musim dingin, kepadatan Vibrio vulnificus adalah rendah, dan bakteri ini lebih banyak diisolasi dari ikan sheepshead dibandingkan dari sedimen dan air laut. Dari April sampai Oktober, kepadatan Vibrio vulnificus cukup lebih tinggi (2 sampai 5 log) pada ikan estuaria dibandingkan pada sedimen, air sekelilingnya ataupun pada oyster dan krustasea di dekatnya. Kepadatan tertinggi ditemukan dalam isi usus beberapa ikan pemakan-dasar (108/100 gram), terutama ikan yang memangsa moluska dan krustasea. Kepadatan Vibrio vulnificus pada ikan yang memakan terutama plankton dan ikan lain adalah sama dengan pada oyster, sedimen dan kepiting (105/100 gram). Vibrio vulnificus jarang ditemukan pada ikan lepas pantai. Keberadaan Vibrio vulnificus dengan kepadatan tinggi di dalam usus ikan-ikan yang biasa menghuni estuaria bisa memberikan dampak ekologis (pertumbuhan dan transport ikan) maupun dampak kesehatan masyarakat (makanan dan infeksi luka).
Virus dan Bakteri Planktonik Dalam Perairan
Vibriosis Pada Ikan Belanak dan Pengobatannya
Blanch dan Jofre (1992) melaporkan wabah vibriosis pada ikan belanak abu-abu keemasan (Mugil auratus). Ikan dipelihara di pembenihan yang terletak di Delta de l’Ebre (Catalonia, Spanyol). Vibrio anguillarum serotipe 01 telah diisolasi dari jaringan ginjal anterior ikan sakit. Uji patogenik menunjukkan adanya kemampuan menimbulkan sakit (virulensi) yang dimiliki galur Vibrio ini. Pengobatan ikan dengan nitrofurazone dengan cara ikan sakit dimandikan adalah efektif di pembenihan ini untuk mengendalikan wabah vibriosis tersebut.
Vibrio harveyi Penyebab Kematian Pada Ikan Acanthopagrus dan Epinephelus
Saeed (1995) mempelajari Vibrio sp. yang sering berhubungan dengan mortalitas dalam budidaya ikan bream Acanthopagrus cuvieri dan kerapu lumpur Epinephelus tauvina. Ikan bream mengalami infeksi Vibrio secara laboratorium hanya bila bakteri tersebut dimasukkan “intramuscular” (lewat-otot), sedangkan ikan kerapu lumpur mengalami infeksi baik melalui intramuscular maupun “intraperitoneal” (lewat perut). Isolat bakteri diidentifkasi sebagai Vibrio harveyi. Nilai LD50 (lethal doses; dosis mematikan) 5 hari untuk ikan bream adalah 4.9 ± 0,21 × 107 CFU (colony forming unit; unit pembentuk koloni), dan untuk kerapu 1,56 ± 0,19 x 109 CFU untuk intramuscular dan 1,59 ± 0,17 × 109 CFU untuk intraperitoneal. Pada ikan kerapu lumpur, bakteri Vibrio ditemukan paling banyak di limfa dan ginjal untuk infeksi intramuscular, sedang untuk infeksi intraperitoneal Vibrio paling banyak dijumpai di limfa, kemudian di ginjal dan hati. Ikan bream menimbun sejumlah besar bakteri di dalam otot pada lokasi penyuntikan dan sejumlah kecil pada organ dalam.
Berdasarkan nilai LD50 dan jumlah bakteri pada jaringan, Saeed (1995) menyimpulkan bahwa ikan bream lebih peka daripada ikan kerapu lumpur terhadap isolat bakteri ini bila diberikan lewat jalur intramuscular. Berdasarkan tingginya nilai LD50 untuk kedua spesies, tampak bahwa Vibrio harveyi seharusnya dianggap sebagai patogen opportunistic (menimbulkan penyakit ketika sistem kekebalan ikan lemah). Oksitetrasiklin yang ditambahkan ke dalam pakan berhasil menghentikan mortalitas pada ikan kerapu lumpur dari mana Vibrio harveyi diisolasi dalam jumlah melimpah dan dalam bentuk murni.
Pengaruh Suhu Terhadap Bakteri di Perairan
Kematian Masal Ikan dan Udang Laut Akibat Vibrio harveyi
Alvarez et al. (1998) melaporkan bahwa sejak tahun 1980, ikan belanak perak, Mugil curema, ikan Trachinotus carolinus L., Trachinotus falcatus L. dan udang penaeidae, yaitu Penaeus schmitti, P. (Litopenaeus) vannamei dan P. (Litopenaeus) stylirostris, yang dibudidayakan dan ditangkap di perairan Venezuela, mengalami serangan parah vibriosis yang menyebabkan penyakit “bacterial haemorrhagic septicaemia”. Pada mulanya diduga bahwa Vibrio anguillarum adalah agen penyebabnya, dengan pakan yang mengandung ikan Anchoa non-pasteurisasi dianggap sebagai sumber utama patogen tersebut. Bagaimanapun, sejak 1993, penelitian yang menjadi basis laporan ini menunjukkan bahwa mortalitas yang terjadi secara luas pada ikan dan udang penaeidae di Venezuela disebabkan oleh Vibrio harveyi.
Keracunan Amonia Pada Ikan : Gejala Klinis dan Peran Bakteri
Karakteristik Galur-Galur Vibrio Penyebab Penyakit Brown Ring
Castro et al., (1992) mempelajari beberapa karakteristik, yang mencakup biokimia, serologis, kekebalan terhadap obat dan profil plasmida, pada galur Vibrio yang diisolasi dari kerang Tapes philippinarum yang diserang penyakit “brown ring” (cincin coklat). Berdasarkan 36 uji standar fisiologis dan biokimiawi, semua galur yang diisolasi diinkubasikan di dalam genus Vibrio dan dibagi lebih lanjut menjadi 6 kelompok fisiologis. Galur-galur ini mirip dengan Vibrio pelagius dan Vibrio splendidus. Bagaimanapun, isolat dari setiap kelompok tidak menunjukkan reaksi-silang dengan antisera yang dibangkitkan untuk melawan beberapa galur rujukan dari berbagai spesies Vibrio, yang mencakup V. anguillarum, V. tubiashii, V. damsela, V. pelagius, V. splendidus dan spesies tak teridentifikasi Vibrio P1. Walaupun hanya 57,7 % dari galur yang diuji memiliki satu atau lebih plasmida, kebanyakan galur yang mengandung plasmida (93,3 %) mempunyai sebuah jalur plasmida besar 34,4 MDa. Sejumlah besar isolat, tanpa memandang kelompok taksonomiknya, adalah kebal terhadap antibiotik ampicillin dan erythromycin. Bagaimanapun, semua galur Vibrio peka terhadap kloramfenikol, tetrasiklin, gentamisin, nitrofurantoin, nalidixic acid dan trimethoprim sulphamethoxazole. Tidak ada korelasi antara kadar plasmida dan kekebalan terhadap obat.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda