Senin, 21 Januari 2013

Budidaya Ikan Gurami : Padat Penebaran, Pakan, Penyakit dan Analisis Ekonomi

Arsip Cofa No. C 127

Gurami, Ikan Air Tawar Terbaik Untuk Akuakultur

Bhimachar et al. (1944) menyatakan bahwa Osphronemus gorami (Lacépède), yang dikenal sebagai gurami, adalah ikan asli Kepulauan Melayu (Indonesia). Karena ukurannya yang besar, dagingnya yang lezat dan tak bertulang serta mudah dikembangbiakkan, ia dianggap sebagai ikan air tawar terbaik untuk budidaya ikan. Ikan tersebut baru-baru ini diperkenalkan ke Eropa, Australia, Filipina, India dan Srilanka. Ia bersifat herbivora, bukan predator dan mudah dikembangbiakkan sehingga cocok untuk dibudidayakan di kolam. Di India, ikan tersebut baru-baru ini diperkenalkan ke beberapa bagian wilayah Madras, Bombay dan Mysore; di tempat-tempat tersebut ikan ini mengaklimasikan-diri sendiri dan berkembang biak dengan baik.

Baca juga :
Pengaruh Padat Penebaran Dalam Akuakultur

Padat Penebaran Terbaik Untuk Kultur Ikan Gurami

Hossein et al. (2010) menyatakan bahwa ikan gurami (Osphronemus goramy) sangat penting di Asia Tenggara untuk akuakultur dan budidaya ikan terpadu, dan di Iran ia merupakan ikan hias penting. Untuk mengetahui padat penebaran terbaik dalam kultur ikan ini, dilakukan penelitian dengan empat perlakuan 9, 14, 19 dan 24 individu per tangki (270,56; 420,87; 571,19 and 721,50 individu per m3, berturut-turut). Faktor-faktor pertumbuhan, tingkat kelangsungan hidup, homogenitas dalam kelompok kultur ikan, faktor-faktor terkait-stres (jumlah sel darah merah, kadar glukosa dan total protein dalam darah ikan) serta kolesterol ditentukan pada ikan-ikan tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata (P < 0,05) dalam hal SGR (specific growth rate; laju pertumbuhan spesifik), FCR (rasio konversi pakan), DGI dan parameter-parameter darah ikan. Tetapi ada perbedaan nyata dalam hal tingkat kelangsungan hidup (P < 0,05). Dengan memperhatikan pertumbuhan, perubahan kelangsungan hidup dan parameter-parameter darah, maka perlakuan pertama dengan 270,56 individu per m3 adalah kondisi terbaik untuk budidaya gurami.

Baca juga :
Kebutuhan Energi, Lipida, Asam Amino dan Mineral Pada Ikan

Kadar Protein dan Energi Terbaik Dalam Pakan Bagi Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Gurami

Sema et al. (2003) memberi makan ikan gurami (Osphronemus goramy) dengan pakan yang mengandung 3 macam kadar protein (30, 35 dan 40 %) dan tiga macam kadar energi (275, 300 dan 325 kcal energi tercerna/100 gram pakan) hingga kenyang dua kali sehari selama 8 minggu. Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada efek interaksi antara kadar protein dan energi terhadap pertumbuhan ikan (P > 0,05). Kadar protein memberikan efek yang lebih kuat terhadap pertumbuhan daripada kadar energi. Ikan yang pakannya mengandung 35 dan 40 % protein menunjukkan nilai-nilai yang secara nyata lebih baik untuk rata-rata berat akhir, perolehan berat, laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan dan efisiensi pakan, dari pada ikan yang pakannya mengandung 30 % protein (P < 0,05). Ikan yang pakannya mengandung 325 kcal energi tercerna per 100 gram pakan menunjukkan nilai tertinggi untuk rata-rata berat akhir, perolehan berat dan laju pertumbuhan spesifik (P < 0,05), dibandingkan dengan kelompok-kelompok lain. Dengan demikian, pakan yang mengandung 35 % protein dan 325 kcal energi tercerna/ 100 gram pakan adalah sesuai untuk ikan dengan berat rata-rata 14,5 gram. Setelah 8 minggu, ikan gurami memiliki rata-rata berat akhir 38,35 ± 0,87 gram, laju petumbuhan spesifik 1,74 ± 0,04 % per hari, rasio konversi pakan 1,32 ± 0,06, efisiensi pakan 0,76 ± 0,03 dan kelangsungan hidup 100 %.

Baca juga :
Jamur Dalam Ekosistem Perairan dan Penyakit Yang Ditimbulkannya

Gejala-Gejala Penyakit Sirip-Busuk (Fin-Rot) Pada Anak Ikan Gurami

Khan (1939) melaporkan bahwa pada November 1938 kematian hebat terjadi pada anak ikan gurami (Osphromenus gourämy Lacépède) ketika mereka diangkut melalui kanal dari Madras Fisheries Farm ke kota Kurnool, India, yang berjarak 17 mil. Anak-anak ikan tersebut sebelum diangkut telah dikondisikan selama satu atau dua hari di dalam kotak kawat dan kemudian dimasukkan ke dalam air dan dipuasakan. Pada semua anak ikan yang mati terlihat bahwa sirip ekornya robek dan epidermis dari sirip ekor tersebut perlahan-lahan terkikis sehingga tulang jari-jari sirip ekornya terbuka. Pada beberapa kasus, sirip punggung dan sirip dubur juga terpengaruh. Anak ikan yang sakit berenang di dekat permukaan air di dalam wadah, kehilangan keseimbangan karena sirip ekornya robek sampai ke pangkal, tubuh anak ikan terbalik dan akhirnya mati; ikan yang mati ini tenggelam ke dasar wadah. Gejala-gejala penyakit ini mirip dengan yang terjadi pada anak ikan rainbow trout ketika diserang penyakit sirip-busuk.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Penyebab dan Pengobatan Penyakit Sirip-Busuk Pada Anak Ikan Gurami

Khan (1939) melakukan studi terhadap penyakit sirip-busuk, sejenis penyakit akibat bakteri pada sirip ikan, dengan cara menginokulasi anak ikan rainbow trout sehat dengan penyakit dari anak ikan gurami (Osphromenus gourämy Lacépède) yang sakit. Anak ikan rainbouw trout yang terinfeksi penyakit menjadi mati dalam 70 – 118 jam setelah inokulasi dan 50 sampai 55 jam setelah terlihatnya gejala luar pertama penyakit tersebut. Preparat dari ikan gurami yang sakit dan anak rainbow trout yang terinfeksi menunjukan organisme penyebab penyakit yang benar-benar sama, yang berupa bakteri berbentuk batang, dengan jumlah besar dalam jaringan yang terinfeksi. Kondisi berdesakan, air yang kotor dan berlumpur memperparah penyakit. Perendaman di dalam larutan tembaga sulfat (1 – 20.000) selama 10 sampai 15 menit ternyata bisa menyembuhkan anak ikan yang terserang penyakit tahap awal. Adalah tidak mungkin untuk menyembuhkan ikan yang terserang penyakit tahap lanjut, dan semua ikan yang sakit separah ini harus dibinasakan sebelum menerapkan tindakan kontrol apapun. Anak ikan yang merupakan spesies asli India seperti ikan Rohu (Labeo rohita H.B.) and Morakha (Cirrhina mrigala H.B.) ternyata kebal terhadap penyakit sirip-busuk ini.

Baca juga :
Jaring Apung : Aspek Bioekologi, Ekonomi dan Akuakultur

Analisis Ekonomi Budidaya Gurami di Kolam dan Karamba

Chatchaipun et al. (2009) mempelajari sistem kultur gurami berbasis kolam dan kurungan/karamba di provinsi Uthai Thani, Thailand. Analisis ekonomi didasarkan pada data yang dikumpulkan dari 8 pedagang dan 214 petani ikan. Hasil analisis menunjukkan bahwa kultur ikan gurami dicirikan oleh periode kultur yang lama yang menyebabkan tingginya biaya "opportunity cost" rata-rata (57,62 dan 83,58 % dari biaya total, untuk budidaya berbasis kolam dan kurungan, berturut-turut). Budidaya ikan gurami menguntungkan hanya bila "opportunity cost" untuk tenaga kerja tidak diperhitungkan. Analisis efisiensi ekonomi menunjukkan bahwa ada lima kategori input yang menentukan hasil budidaya berbasis kolam, dan bahwa tingkat input tersebut tidak optimal. Pertukaran air harus dilakukan lebih sering, dan jumlah pakan serta padat penebaran sebaiknya ditingkatkan. Demikian pula, belanja antibiotik dan jumlah kapur yang diberikan ke kolam harus ditambah. Untuk kultur berbasis kurungan, hanya empat jenis input yang berpengaruh penting terhadap hasil budidaya. Meskipun jumlah pakan buatan, sayuran dan antibiotik sebaiknya ditambah, namun padat penebaran sebaiknya dikurangi. Sebagian besar hasil penelitian ini sesuai dengan data ilmiah mengenai parameter-parameter kualitas tanah dan air serta praktek petani ikan. Bagaimanapun, peningkatan penggunaan antibiotik tidak disarankan mengingat keamanan makanan, meskipun pemakaiannya bisa meningkatkan hasil produksi ikan.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda