Senin, 14 Januari 2013

Konsumsi Oksigen Pada Ikan : Pengaruh Faktor-Faktor Biologi

Arsip Cofa No. C 125

Peningkatan Konsumsi Oksigen Setelah Makan

Menurut Smith (1982), setelah menelan makanan konsumsi oksigen ikan meningkat tajam tanpa ada peningkatan aktivitas. Kejadian-kejadian yang menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen ini disebut “specific dynamic action” (SDA). Bisa langsung diduga bahwa peningkatan konsumsi energi berhubungan dengan sintesis enzim, lendir dan cairan pencernan lain yang diperlukan untuk mencerna makanan, tetapi hal ini tidak benar. Enzim telah ada di dalam sel sebelum ikan makan dan hanya dilepaskan selama pencernaan. Ukuran SDA berhubungan dengan jumlah protein di dalam makanan dan dengan persentase makanan yang digunakan untuk energi, bukannya untuk pertumbuhan. Protein yang dipakai untuk energi harus dibuang gugus aminonya (-NH2) dan kemudian diekskresikan sebagai amonia (NH3), kedua proses ini memerlukan masukan energi. Jadi peningkatan konsumsi oksigen akan diikuti oleh peningkatan ekskresi amonia.

Baca juga :
Dinamika Konsentrasi Oksigen Terlarut di Danau dan Kolam Ikan

Pengaruh Kadar Protein dan Jumlah Pakan Terhadap Konsumsi Oksigen Setelah Makan

Chakraborty et al. (1992) mengukur laju konsumsi oksigen yang digunakan untuk “specific dynamic action” (SDA) pada ikan mas, Cyprinus carpio, (63,6 – 84,0 gram) yang diberi pakan yang mengandung protein 20, 35 dan 50 % sebanyak 0,40 sampai 1,00 % (dari berat badan ikan) pada suhu 28 oC. Setelah makan, nilai SDA maupun rata-rata nilai maksimum konsumsi oksigen meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar protein pakan dan jumlah pakan. Lama SDA tidak berkaitan secara nyata dengan kadar protein pakan tetapi meningkat secara nyata sejalan dengan peningkatan jumlah pakan. Koefisien SDA adalah 8,99, 13,51 dan 15,94 % untuk kadar protein pakan 20, 35 dan 50 %, yang menunjukkan adanya kaitan langsung dengan kadar protein pakan. Koefisien SDA tidak terpengaruh oleh jumlah pakan. Model SDA yang dihasilkan dari penelitian seperti ini adalah sangat penting bagi pembudidaya ikan karena kebutuhan oksigen pasca-makan dalam budidaya ikan intensif dapat diduga berdasarkan kadar protein dan jumlah pakan.

Baca juga :
Pengaruh Kekurangan Oksigen Terhadap Ikan dan Makrobentos

Konsumsi Oksigen Pada Ikan Yang Kenyang dan Yang Lapar

Johnston dan Battram (1993) mempelajari energetika aktivitas makan pada ikan-ikan demersal yang pola hidupnya sama di Antartika (Notothenia neglecta), Laut Utara (Myoxocephalus scorpius) dan Samudra Hindia (Cirrhitichys bleekeri). Secara umum, laju metabolik individu yang sedang berpuasa adalah berkorelasi positif dengan suhu adaptasi : nilai-nilai untuk standar seekor ikan 100 gram (mg oksigen per jam) adalah 3,3 untuk Notothenia neglecta pada suhu sekitar 0 oC, 2,7 untuk ikan Myoxocephalus scorpius yang teraklimatisasi musim dingin pada suhu 5 oC, 4,3 untuk Myoxocephalus scorpius yang teraklimatisasi musim panas pada suhu 15 oC, dan 7,0 untuk Cirrhitichys bleekeri ada suhu 25 oC. Pada semua spesis, setelah setiap kali kenyang makan, konsumsi oksigen meningkat mencapai maksimum dengan nilai 2 – 3,5 kali nilai pada saat puasa/lapar. Nilai maksimum konsumsi oksigen setelah makan adalah beberapa kali lipat lebih besar pada ikan perairan hangat dibandingkan pada ikan perairan dingin. Setelah mengendalikan pengaruh berat badan dan penyerapan energi dengan analisis kovarian, lama peningkatan laju metabolik, yang merujuk pada “specific dynamic action” (SDA), adalah 3 – 4 kali lebih besar pada ikan perairan hangat dibandingkan pada ikan perairan dingin, yang berkisar dari 57 jam untuk ikan Cirrhitichys bleekeri sampai 208 jam untuk Notothenia neglecta.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Pengaruh Kelaparan, Aktivitas dan Bobot Badan Ikan Terhadap Konsumsi Oksigen

Boyd (1982), dengan mengutip hasil-hasil penelitian lain, menyatakan bahwa oksigen dikonsumsi lebih cepat oleh ikan channel catfish yang baru makan daripada oleh ikan yang tidak makan. Sebagai contoh, nilai konsumsi oksigen pada suhu 28 oC dalam perairan yang mengandung 7 mg/liter oksigen terlarut adalah : segera setelah makan, 520 mg/kg per jam; 1 jam setelah makan, 680 mg/kg per jam; dipuasakan semalam, 380 mg/kg per jam; dipuasakan 3 hari, 290 mg/kg per jam; dipuasakan 9 hari, 290 mg/kg per jam. Lele juga mengkonsumsi lebih banyak oksigen pada saat konsentrasi oksigen terlarut tinggi dibandingkan pada saat konsentrasi oksigen terlarut rendah. Pada konsentrasi oksigen 1 dan 2 mg/liter, ikan yang lapar mengkonsumsi oksigen sebanyak yang dikonsumsi ikan yang telah makan. Dilaporkan bahwa nilai-nilai Q10 (yakni, peningkatan konsumsi oksigen akibat peningkatan suhu 10 oC) adalah 1,9 dan 2,3 untuk ikan channel catfish yang telah makan dan yang lapar, berturut-turut. Ikan kecil mengkonsumsi lebih banyak oksigen per satuan beratnya daripada ikan besar. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa ikan lele kurus mengkonsumsi lebih sedikit oksigen daripada lele gemuk.

Boyd (1982), berdasarkan laporan penelitian lain, menambahkan bahwa laju konsumsi oksigen untuk ikan yang sedang beristirahat pada suhu 26 – 35 oC adalah sebagai berikut : 53 – 195 mg O2/kg ikan per jam untuk bluegill, 100 – 119 mg/kg per jam untuk ikan largemouth bass (Micropterus salmoides), dan 83 – 171 mg/kg per jam untuk channel catfish. Ikan bluegill kecil (< 15 gram) memanfaatkan lebih banyak oksigen daripada bluegill besar (30 – 50 gram), tetapi tidak ada perbedaan nyata dalam hal konsumsi oksigen akibat perbedaan ukuran pada ikan largemouth bass (5 – 80 gram) dan channel catfish (20 – 105 gram). Sayangnya, semua largemouth bass dan channel catfish (yang diamati) berukuran agak kecil; ikan yang lebih besar mungkin mengkonsumsi lebih banyak oksigen. Ketiga spesies ini semuanya mengkonsumsi agak lebih banyak oksigen ketika konsentrasi oksigen rendah daripada ketika perairan jenuh dengan oksigen terlarut. Juga dilaporkan bahwa ikan berukuran cukup besar dari ketiga spesies tersebut menggunakan oksigen dengan laju yang kira-kira sama pada suhu 25 dan 35 oC.

Baca juga :
Hubungan Konsumsi Oksigen dan Ekskresi Amonia

Pengaruh Berat Badan Terhadap Konsumsi Oksigen Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa perubahan berat badan menyebabkan tingkat konsumsi oksigen mengalami perubahan lebih kecil tetapi lebih mudah diramalkan. Walaupun konsumsi oksigen total meningkat dengan bertambahnya ukuran ikan, konsumsi oksigen per satuan berat menurun, sebagaimana laju pertumbuhan. Kedua penurunan ini merupakan ciri khas banyak jenis binatang, berdarah panas (homeotherm) atau pun berdarah dingin (poikilotherm), hidup di air atau di darat.

Baca juga :
Hubungan Tingkat Aktivitas Dengan Konsumsi Oksigen Pada Hewan Air

Pengaruh Berat Badan dan Pertumbuhan Benih Ikan Sidat Terhadap Konsumsi Oksigen

Gallagher et al. (1984) mempelajari konsumsi oksigen dan produksi amonia pada elver (benih ikan sidat) yang laju pertumbuhannya berbeda-beda. Persamaan allometrik yang menjelaskan hubungan antara konsumsi oksigen dan berat badan elver adalah y = 0,638 x0,525, dengan y adalah konsumsi oksigen (mg/jam) dan x adalah berat badan elver (gram). Persamaan allometrik spesifik berat untuk hubungan antara ekskresi amonia dan berat badan adalah y/x = 0,0129 x0,465. Elver yang tumbuh lambat memiliki laju respirasi yang lebih tinggi (0,737 mg oksigen per jam per gram) daripada nilai yang diharapkan untuk ukuran elver tersebut.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda