Selasa, 29 Mei 2012

Bakteri Penyebab Penyakit Pada Ikan

Arsip Cofa No. C 049

Metode Diagnosis Penyakit Ikan Epizootik

Adanya suatu kondisi penyakit ikan terwujud melalui suatu ketidaknormalan. Diagnosis pada dasarnya merupakan suatu pengenalan ketidaknormalan ini dan menentukan penyebabnya dengan mengikuti serangkaian prosedur yang dikembangkan melalui pengalaman selama bertahun-tahun oleh para peneliti penyakit ikan. M. Kr. Das dalam buku “Standardization of Methods for Diagnosis and Prevention of Epizootic Fish Diseases” menjelaskan metode diagnosis penyakit ikan sebagai berikut :

Monitoring Kesehatan Ikan

Aspek ini penting karena melalui monitoring berkala terhadap kondisi kesehatan pada suatu daerah tertentu maka penyimpangan-penyimpangan dari kondisi kesehatan normal pada ikan dapat ditentukan. Penting bagi para pekerja kesehatan ikan untuk memperoleh informasi dasar melalui monitoring secara teratur sehingga masalah-masalah kesehatan ikan dapat dideteksi.

Informasi umum mengenai ikan yang perlu dicatat :
1. Gerak (reflek meloloskan diri)
2. Tingkah laku makan (rakus, lamban, bersembunyi)
3. Penampilan eksternal (berlendir atau kasar)
4. Mortalitas (data terakhir)
5. Kondisi umum (umur, berat, faktor kondisi)
6. Pengujian ikan (parasit, histologi mikroorganisme, darah)

Informasi umum mengenai lingkungan ikan yang perlu dicatat :
1. Deskripsi lokasi
2. Tipe badan perairan
3. Pasokan air (air hujan, irigasi, air selokan, sumur-dalam)
4. Tumbuhan air dan tumbuhan darat di sekitar daerah perairan tersebut
5. Tipe dasar kolam
6. Binatang yang hidup berasosiasi di daerah perairan tersebut (plankton, bentos, amfibi, burung)
7. Perubahan lingkungan yang terakhir
8. Pengujian kualitas air (suhu, warna. kejernihan, pH, alkalinitas, keasaman, kesadahan, amonia, klorida, oksigen terlarut, hidrogen sulfida, karbon dioksida bebas).

Metode Sampling

Ikan : Sampling untuk tujuan monitoring rutin bervariasi dalam situasi di mana ikan ditemukan mati. Biasanya metode sampling ini memperhatikan :
1. Ukuran sampel : ukuran sampel disesuaikan dengan ukuran populasi yang disampling, dan sesuai dengan derajat yang dikehendaki peluang ditemukannya patogen secara merata.
2. Ikan yang hampir mati merupakan contoh terbaik untuk pengujian di daerah perairan dalam hal masalah kesehatan ikan.

Prosedur Sampling Lapangan

Bell (1978) memperkenalkan tiga kemungkinan penyebab kematian pada populasi ikan liar.
a. Stres lingkungan atau keracunan – Ini ditandai oleh kematian serentak yang bersifat non selektif pada ikan-ikan dari berbagai kelompok umur dan bahkan sering pula ikan-ikan dari berbagai spesies.
b. Infeksi mikroba (virus, bakteri, protozoa, jamur). Ini dicirikan oleh kerusakan jaringan internal dan/atau eksternal makroskopik di bawah kulit dan serta ketidaknormalan lain seperti haemorrhagi, pembengkakan, koreng (ulcer), pemudaran warna, pemucatan insang yang menunjukkan kerusakan daun insang, sirip robek-robek, insang dan kulit ditutupi banyak lendir tebal. Biasanya hanya satu spesies ikan yang diserang. Kematian relatif cepat.
c. Metazoa – Ekto atau endoparasit ataupun keduanya mudah dilihat dengan mata telanjang. Kematian seringkali lambat.

Prosedur sampling lapangan untuk pengujian rutin dan selama berjangkitnya penyakit (untuk mengidentifikasi penyebabnya) bisa berubah-ubah. Pada kondisi lapangan di mana fasilitas untuk melakukan pengujian yang memerlukan laboratorium tersedia maka seorang petugas diagnostik bisa menjalankan metode-metode diagnosis tetapi bila fasilitas seperti ini tidak tersedia dan ikan hidup tidak dapat diangkut maka sampel jaringan ikan (seperti insang, ginjal, limfa atau organ yang terlihat terserang) bisa dikumpulkan dengan metode standar yang diketahui untuk penelitian virus ataupun bakteri atau untuk penerapan metode histologis.

Sampel darah : Pengumpulan sampel memerlukan kecermatan dan keseragaman metode pengumpulan untuk menjamin kesamaannya. Sampel dikumpulkan di lapangan dengan stres minimum misalnya dengan bantuan obat bius. Untuk darah yang disampling di lapangan paling baik diperoleh dengan melukai batang ekor.

Sampel bakteriologis
: Tenik bakteriologis standar digunakan untuk mendeteksi adanya bakteri patogen. Sebagian besar sampel bakteriologi diuji dengan teknik inokulum lempengan (plate inoculum technique). Cawan petri yang berisi agar-agar zat hara padat dipakai sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri.

Sampel parasit : Sampel parasit dikumpulkan dan disimpan untuk pengujian laboratorium dengan menggunakan prosedur standar.

Protozoa
: Disiapkan sebagai timbunan atau pulasan sementara yang diwarnai dengan larutan lugol ataupun diwarnai dengan metode haematoxylin besi Heidenhain atau Giemsa. Ciliata urceolariidae disiapkan sebagai pulasan kering-udara dan diwarnai dengan teknik peresapan perak Kleins.

Parasit helminthes
: yakni, monogenea dan acanthocephala dikumpulkan dalam garam fisiologis dan diawetkan di dalam AFA.

Parasit krustasea
: Dikumpulkan dan diawetkan di dalam formalin 10 % dan diamati di bawah sediaan asam laktat.

Air
: Sampel air paling baik dianalisa di lapangan dengan menggunakan alat-alat kimiawi (misal, Hach). Untuk pengujian laboratorium digunakan metode kimia standar lainnya.


Baca juga :
Aeromonas : Keberadaan, Ciri-Ciri, Kelangsungan Hidup, Penyakit dan Imunisasi

Daya Patogen Beberapa Bakteri

Austin dan Austin (1999), berdasarkan laporan beberapa penelitian, mendaftar jenis-jenis bakteri patogen pada ikan di antaranya sebagai berikut :


- Eubacterium tarantellae : infeksi bakteri ini bisa melalui luka atau kerusakan jaringan ikan yang ditimbulkan oleh parasit, patogen lemah atau stres. Begitu memasuki jaringan tubuh, kerusakan lebih lanjut bisa terjadi akibat racun ekso- dan endotoksin. Bakteri anaerob ini menghasilkan hemolisin dan lesitinase, yang berbahaya bagi ikan.

- Carnobacterium piscicola : percobaan skala kecil telah dilakukan dengan ikan rainbow trout yang dipelihara dalam air tawar pada suhu 18 °C dan hasilnya menunjukkan bahwa kematian bisa terjadi dalam 14 hari setelah penyuntikan bakteri ini secara intraperitoneal (lewat-perut) sebanyak 105 sel/ikan. Ikan mati dan ikan sekarat memiliki ginjal yang membengkak dan menimbun cairan nanah di dalam rongga perut. Bagaimanapun, efek merugikan tidak terlihat setelah penyuntikan ekstrak bebas-bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa eksotoksin (racun luar) tidak berperanan penting dalam patogenisitas.

- Lactococcus garvieae : infeksi terjadi dengan penyuntikan 104 sampai 105 sel bakteri ini; juga terjadi setelah ikan dipaparkan selama 10 menit terhadap 106 bakteri ini. Penyakit kemudian menjadi makin parah hingga terjadi kematian. Beberapa ikan peka terhadap bakteri ini, misalnya trout yang bisa mengalami kematian masal, sedangkan ikan mujaer (Sarotherodon mossambicus), mujaer bergaris (Tilapia sparramanii), ikan mas (Cyprinus carpio) dan largemouth bass (Micropterus salmoides) tidak.

- Streptococcus milleri (G3K) : bakteri ini yang disuntikkan sebanyak 5 x 106 sel/ikan menyebabkan 20% mortalitas pada salmon Atlantik. Yang menarik, semua ikan menjadi berwarna gelap, namun tidak ada tanda-tanda ketidak normalan internal atau eksternal. Pada rainbow trout, ada bukti bahwa ginjalnya dipenuhi cairan.

- Vagococcus salmoninarum : infeksi bakteri ini dicapai dengan dosis yang agak tinggi, yaitu 1,8 x 106 sel/ikan pada rainbow trout.

Baca juga :
Hubungan Aerasi dengan Kejadian Penyakit dan Parasit Ikan


- Bacillus sp : infeksi pada lele (Clarias gariepinus) telah dilakukan melalui mulut dan penyuntikan secara subcutaneous (bawah-kulit) dengan dosis yang agak rendah 0,5 ml, yang mengandung 1,8 x 103 sel/ml. Mortalitas sebesar 60 % dan 30 % terjadi selama periode 3 minggu untuk infeksi bakteri lewat mulut dan bawah-kulit, berturut-turut.
- Bacillus mycoides : penyuntikan bakteri ini sebanyak 1,6 x 104 sel secara intramuscullar (lewat-otot) menyebabkan kerusakan jaringan pada ikan channel catfish; kerusakan tersebut mirip dengan gejala penyakit yang asli. Penyuntikan bakteri secara intraperitoneal dan subcutaneous tidak mengakibatkan kerusakan jaringan pada ikan yang terinfeksi.

- Corynebacterium aquaticum : isolat bakteri dari ikan, RB 968 BA,membunuh rainbow trout dan ikan stripped bass dengan LD-50 (lethal dose; dosis mematikan) hasil perhitungan 5,8 x 104 dan 1,0 x 105, berturut-turut. Ikan yang diinfeksi secara eksperimental mengembangkan hemoragi (pendarahan) di dalam rongga tengkorak, tetapi tidak menunjukkan sedikit pun gejala-gejala penyakit eksternal.

- Coryneform : sebagai hasil percobaan patogenisitas dengan ikan rainbow trout (berat rata-rata 8 gram) yang dipelihara dalam air tawar pada suhu 18 °C, telah diketahui bahwa 1,25 x 106 sel, yang diberikan melalui penyuntikan intraperitoneal, dapat membunuh ikan dalam beberapa hari.

- Micrococcus luteus : penyuntikan 105 sel, secara intramuscullar dan intraperitoneal, menyebabkan mortalitas 54 % pada anak rainbow trout dalam 14 hari.

- Mycobacterium spp. : hanya Mycobacterium chelonei subspesies piscarium yang telah dipelajari secara mendetail. Pada suhu air 12 °C, infeksi eksperimental telah dilakukan pada rainbow trout melalui penyuntikan secara intraperitoneal sebanyak kira-kira 107 sel. Mortalitas akumulatif berkisar dari 20 % sampai 52 %. Pada juvenil chinook salmon, 98 % mortalitas dilaporkan dalam 10 hari pada suhu air 18 °C.

- Nocardia spp. : infeksi eksperimental telah dilakukan pada ikan gabus Formosa (Chanos maculata) (catatan : yang benar di sini Chanos atau Channos ?) dan largemouth bass (Micropterus salmoides). Kerusakan jaringan yang diikuti kematian terjadi dalam 14 hari setelah penyuntikan 8 mg suspensi Nocardia asteroides secara intraperitoneal.

- Planococcus sp. : ikan, yang disuntik secara intraperitoneal dengan 105 sel tampak berenang tidak menentu dalam 48 jam. Pada saat itu, insangnya menjadi pucat, anus menjulur dan perut membengkak. Usus bengkak dan berdarah. Ginjal sedikit berair. Sekitar 30 – 40 % ikan yang terinfeksi mati.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Bakteri Pada Ikan Turbot Budidaya

Novoa et al. (1990) dalam Banning (1992) melaporkan bahwa perkembangan budidaya ikan turbot (Scophthalmus maximus L.) meningkat pesat di Galicia (Spanyol Barat-laut). Perkembangan ini diikuti oleh munculnya masalah patologis pada spesies ikan tesebut. Laporan pendahuluan hasil survei mikrobiologis pada budidaya ikan turbot menunjukkan bahwa bakteri yang sering diisolasi adalah dari genus Vibrio (Vibrio splendidus, Vibrio pelagius), dan yang kurang sering adalah dari genus Pseudomonas, Streptococcus serta Staphylococcus. Birnavirus (virus mirip-IPN) diisolasi hanya dari dua sampel. Flagelata Costia sp., ciliata Trichodina sp. dan Cryptocaryon sp., mikrosporidia Tetramicra brevifilum dan cacing cestoda Bothriocephalus scorpii semua jarang dijumpai.

Baca juga :
Bakteri Vibrio dan Vibriosis

Penyakit Ginjal Akibat Hafnia

Teshima et al. (1992) menemukan penyakit ginjal yang diakibatkan oleh infeksi alami bakteri Hafnia alvei pada juvenil umur setahun ikan cherry salmon Oncorhynchus masou yang dipelihara di kolam ikan lokal di Jepang. Dari luar, ikan yang sakit menunjukkan permukaan tubuh yang gelap dan perut membengkak, dan mereka berenang perlahan-lahan. Dari dalam tubuh, kerusakan jaringan dengan berbagai ukuran, yang tampak seperti benjolan putih keabuan, timbul pada sisi ventral ginjal; secara histopatologis gejala-gejala ini mirip dengan gejala “bacterial kidney disease” (penyakit ginjal bakterial) yang diakibatkat oleh bakteri Renibacterium salmoninarum. Patologi ginjal secara eksperimental bisa ditimbulkan kembali dengan isolat murni Hafnia alvei yang diambil dari luka-luka pada ginjal ikan yang terinfeksi alami. Periode inkubasi penyakit ini pada ikan cherry salmon muda adalah sekitar 3 bulan setelah penyuntikan intraperitoneal tunggal. Penyakit ini, bagaimanapun, bisa muncul lebih cepat sejalan dengan peningkatan frekuensi penyuntikan isolat bakteri.

Baca juga :
Pengaruh Suhu Terhadap Bakteri di Perairan

Mycobacterium Pada Ikan

Lansdell et al. (1993) mengamati spesies-spesies bakteri Mycobacterium pada ikan. Beberapa spesies ikan laut yang ditangkap dari alam liar dan ikan hias air tawar digunakan dalam studi ini. Organ-organ yang diinfeksi (hati, limfa, dan ginjal) disampling untuk menemukan mycobakteria. Sampel jaringan yang telah didekontaminasi diletakan pada media selektif untuk mencari mycobakteria. Setelah isolasi awal, teknik fluoresensi dan penodaan asam-cepat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri sampai ke genus. Profil karakteristik pertumbuhan biokimia dipakai untuk menidentifikasi lebih lanjut isolat tersebut sampai ke spesies. Lima spesies Mycobacterium telah diidentifikasi : Mycobacterium simiae, Mycobacterium scrofulaceum, Mycobacterium marinum, Mycobacterium chelonae dan Mycobacterium fortuitum. Di antara mereka Mycobacterium simiae dan Mycobacterium scrofulaceum belum pernah dilaporkan ditemukan pada ikan.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda