Rabu, 09 Januari 2013

Dinamika Konsentrasi Oksigen Terlarut di Danau dan Kolam Ikan

Arsip Cofa No. C 123

Fluktuasi Konsentrasi Oksigen Terlarut di Danau dan Kolam Ikan

Laws (2000) menyatakan bahwa perairan dangkal yang teraduk sampai ke dasar sepanjang waktu tampaknya tidak menghadapi masalah kekurangan oksigen musiman. Bila terjadi cukup pengadukan kolom air dan pertukaan gas dengan atmosfer, konsentrasi oksigen dalam perairan seperti ini mungkin tetap hampir jenuh sepanjang waktu. Bila angin berhenti bertiup, bagaimanapun, sehingga pertukaran oksigen dengan atmosfer berjalan lamban, maka konsentrasi oksigen dalam perairan dangkal yang sangat subur bisa jatuh sampai hampir nol dalam waktu beberapa hari atau bahkan beberapa jam. Konsentrasi oksigen terendah terjadi pada malam hari, ketika tidak ada produksi oksigen oleh fotosintesis.

Basin barat yang dangkal di Danau Erie, dengan kedalaman rata-rata hanya sekitar 7,4 meter menyediakan contoh yang baik mengenai sistem perairan subur dan dangkal yang bisa mengalami masalah kekurangan oksigen secara serius setelah beberapa hari ketika cuaca tenang. Kolam budidaya ikan, yang secara khas kedalamannya hanya sekitar 1,0 meter dan menerima sejumlah besar masukan bahan organik dari luar dalam bentuk pakan, memberikan contoh lain mengenai kasus yang lebih parah di mana aktivitas pernafasan organisme di dalam kolam ikan tersebut bisa menghabiskan oksigen dalam waktu beberapa jam pada malam yang tenang (Laws, 2000).

Baca juga :
Hubungan Tingkat Aktivitas Dengan Konsumsi Oksigen Pada Hewan Air

Difusi Oksigen Secara Alami di Kolam Ikan

Boyd (1982) menyatakan bahwa sulit untuk meramalkan laju perpindahan oksigen dalam kolam karena konsentrasi oksigen terlarut terus-menerus berubah. Pada awal pagi, konsentrasi oksigen terlarut mungkin di bawah titik jenuh, tetapi kemudian pada siang hari kondisi lewat-jenuh (supersaturasi) bisa tercapai akibat fotosintesis. Dengan demikian, oksigen berdifusi ke dalam perairan pada awal pagi dan kemudian keluar dari perairan pada siang hari. Demikian pula, pada awal malam perairan mungkin menjadi lewat jenuh oleh oksigen, tetapi setelah beberapa jam respirasi biota kolam menyebabkannya menjadi tidak jenuh dan terjadi perubahan arah perpindahan neto oksigen. Bila air kolam pada kondisi 50 % kejenuhan saat senja, difusi akan menambahkan 1,69 mg/liter oksigen selama semalam. Konsentrasi oksigen dalam air tersebut mungkin tidak akan meningkat seperti ini karena sebagian oksigen yang masuk akan digunakan untuk respirasi. Dalam kolam yang mulanya jenuh saat senja, akan diperoleh 0,44 mg/liter selama semalam. Perolehan ini disebabkan proses respirasi akan menyebabkan kekurangan oksigen sepanjang malam meskipun perairan tersebut mulanya jenuh. Kehilangan oksigen dari perairan yang semula jenuh oleh gas ini meningkat dengan meningkatnya kejenuhan awal. Telah dilaporkan terjadinya kehilangan oksigen lewat difusi dalam semalam sebesar 3,19 mg/liter pada kolam-kolam ikan di Alabama, Amerika Serikat. Besar nilai ini meningkat dengan meningkatnya kejenuhan awal dan kecepatan angin.

Baca juga :
Pengaruh Kekurangan Oksigen Terhadap Ikan dan Makrobentos

Ketersediaan Oksigen Dalam Air dan Dampaknya Bagi Ikan

Smith (1982) menyatakan bahwa ada sedikit oksigen dalam air dibandingkan dalam udara, pada kondisi terbaik sekalipun. Udara mengandung sekitar 20 % oksigen dan sisanya terutama adalah nitrogen serta sejumlah kecil gas-gas lembam (argon, helium). Satu liter air pada suhu 15 oC mengandung hanya sekitar 7 ml (= 10 mg) oksigen dan sekitar dua kali lipat untuk gas-gas lembam karena oksigen tidak terlalu dapat larut dalam air dan bahkan nitrogen lebih tidak dapat larut.

Rendahnya jumlah oksigen dalam air membawa beberapa akibat. Pertama, ikan (dan binatang air lain) harus memompa sejumlah besar air melalui permukaan respirasinya untuk mendapatkan oksigen dalam jumlah yang cukup atau harus membatasi laju metabolismenya sampai ke tingkat yang relatif rendah. Tidak hanya dibutuhkan volume yang besar, air juga 800 kali lebih padat daripada udara sehingga diperlukan banyak energi untuk memompanya. Kedua, ketika ikan mengambil O2 dari air dalam jumlah relatif besar, tekanan parsialnya menurun sebanding dengan fraksi dari O2 total yang diambil itu. Dalam udara, sebagai contoh, pengambilan 5 ml O2 dari satu liter udara berarti mengambil 5/200 oksigen, yang menyebabkan tekanan parsialnya berubah dari 150 menjadi 146 mmHg. Dalam air, pengambilan 5 ml O2 berarti menghilangkan 5/7 dari total gas, sehingga tekanan parsialnya menjadi 43 mmHg. Ikan dengan demikian cepat kehilangan gradien difusi yang diperlukan untuk memindahkan O2 ke dalam darahnya segera setelah mereka mengambil sangat banyak oksigen dari air. Jadi hemoglobin ikan biasanya bekerja pada tekanan parsial yang lebih rendah (memiliki daya ikat terhadap oksigen lebih tinggi) daripada hemoglobin vertebrata yang bernafas dengan udara. Selain itu, ikan tidak bisa memiliki permukaan respirasi yang ekstra luas karena akan menimbulkan masalah osmoregulasi.

Smith (1982) menambahkan bahwa ketersediaan oksigen yang relatif rendah dalam air diturunkan lebih lanjut akibat kondisi alami maupun kegiatan manusia. Kelarutan oksigen dalam air menurun ketika suhu naik dan, sudah tentu, menjadi nol saat mendidih. Kelarutan juga menurun akibat adanya garam, sehingga air laut normal mengandung oksigen sekitar 20 % lebih rendah daripada air tawar pada suhu yang sama. Jadi laut tropis akan menjadi tempat yang sulit untuk bernafas. Banyak jenis polutan akibat kegiatan manusia dan polutan alami juga membutuhkan oksigen, kadang-kadang sampai menyebabkan oksigen dalam air habis sama sekali. Alternatif evolusi untuk bertahan hidup dalam rawa-rawa tropis, di sini tingginya suhu air dan cepatnya pembusukan tumbuhan sering menyebabkan kondisi anoksik (tanpa oksigen), adalah bernafas dengan udara - dan sejumlah ikan melakukan hal ini. Ikan mas koki yang mencaplok-caplok di permukaan air dalam botol ikan yang terlalu kecil menunjukkan upaya yang sama – melepaskan diri dari kondisi tekanan parsial yang rendah – dan upaya memperoleh sedikit udara dengan memanfaatkan lapisan tipis air jenuh-udara di permukaan atau mungkin benar-benar bernafas dengan sedikit udara.

Ad (klik gambar untuk informasi lebih detil) :


Hubungan Fitoplankton dan Distribusi Oksigen di Kolam Ikan

Boyd (1982) menyatakan bahwa meskipun sejumlah besar oksigen diproduksi di permukaan perairan, namun akibat stratifikasi termal maka oksigen ini tidak dapat bercampur dengan massa air yang ada di lapisan yang lebih dalam. Konsentrasi oksigen yang tinggi di permukaan perairan mendorong difusi oksigen ke atmosfer, tetapi laju fotosintesis biasanya melebihi laju difusi sehingga permukaan perairan sangat jenuh dengan oksigen terlarut. Pengaruh neto interaksi antara cahaya dan kelimpahan fitoplankton adalah penurunan cepat konsentrasi oksigen terlarut sejalan dengan bertambahnya kedalaman. Kedalaman di mana oksigen terlarut 0 mg/liter akan bervariasi sesuai dengan kelimpahan plankton, pengadukan oleh angin dan ukuran kolam, tetapi biasanya kedalaman ini adalah antara 0,5 dan 2 meter.

Baca juga :
Pengaruh Aerasi Terhadap Organisme Air, Konsentrasi Oksigen, Karbon Dioksida, Amonia, Nitrat, Nitrit dan Nitrogen

Perubahan Harian Konsentrasi Oksigen Terlarut di Kolam Ikan

Menurut Boyd (1982), karena pengaruh respirasi dan fotosintesis dan rendahnya laju difusi, maka konsentrasi oksigen terlarut terus-menerus berubah selama periode 24 jam. Konsentrasi oksigen terlarut biasanya paling rendah menjelang fajar, meningkat selama jam-jam siang kemudian memuncak selama sore hari, dan akhirnya menurun lagi selama malam hari. Konsentrasi tertinggi oksigen terlarut pada sore hari biasanya ditemukan pada kolam-kolam dengan kelimpahan plankton tertinggi. Bagaimanapun, air kolam seperti ini juga memiliki laju respirasi yang tinggi, sehingga mereka pun mengalami nilai terendah konsentrasi oskigen terlarut yakni pada awal pagi hari. Kolam yang digunakan untuk membudidayakan ikan channel catfish secara komersial biasanya mempunyai konsentrasi oksigen terlarut melebihi 15 mg/liter pada sore hari dan di bawah 3 mg/liter pada saat fajar.

Boyd (1982) menambahkan bahwa cuaca berawan berpengaruh buruk terhadap pola harian konsentrasi oksigen terlarut. Pada hari yang berawan, fotosintesis tidak berlangsung secepat pada hari yang cerah atau berawan sebagian. Dengan demikian, konsentrasi oksigen terlarut saat sore setelah hari berawan tidak setinggi konsentrasi saat sore setelah hari yang cerah. Hal ini berarti bahwa konsentrasi oksigen terlarut akan berkurang lebih tajam selama malam hari setelah hari berawan daripada setelah hari cerah. Hari-hari berawan yang terjadi berturut-turut bisa menyebabkan kekurangan oksigen terlarut pada kolam dengan plankton melimpah.

Hubungan Kesuburan Danau dengan Variasi Konsentrasi Oksigen Terlarut

Prusik et al. (1989) mempelajari variasi musiman konsentrasi oksigen terlarut di 8 danau dimiktik (danau yang mengalami dua kali pengadukan massa air dalam setahun) di Mazurian Ladeland (Polandia ?). Danau-danau ini berbeda dalam hal derajat kesuburan dan kerusakan ekosistem. Disimpulkan bahwa variasi musiman kondisi oksigen merupakan salah satu faktor dasar yang menyebabkan perbedaan kondisi lingkungan danau. Perbedaan konsentrasi oksigen terlarut ini di lapisan epilimnion (lapisan atas danau yang suhunya relatif sama) dan di bawah lapisan air ini sangat berhubungan dengan kesuburan danau. Variasi terkecil dalam hal konsentrasi oksigen terlarut di lapisan epilimnion terlihat pada danau-danau yang paling tidak subur.

Baca juga :
Pengaruh Aerasi Terhadap Konsentrasi Oksigen Terlarut

Hubungan Fluktuasi Konsumsi Oksigen Pada Lele Dengan Fluktuasi Konsentrasi Oksigen Terlarut.

Ghosh et al. (1990) melaporkan bahwa ritme yang jelas telah diamati pada penyerapan oksigen bimodal (dua puncak) pada ikan lele siluroid penafas-udara, Clarias batrachus. Penyerapan oksigen total mencapai titik-titik maksimum (222,3 ± 20,25 m/O2/kg/jam) selama fajar (pukul 04 – 06), sedangkan penyerapan oksigen minimum (63,68 ± 5,14 m/O2/kg/jam) dilaporkan pada saat-saat tengah hari (pukul 12 – 14). Tampaknya bahwa fluktuasi metabolisme Clarias batrachus yang beritme ini berhubungan dengan fluktuasi harian konsentrasi oksigen telarut dan karbon dioksida bebas di rawa, tempat ikan lele ini biasa hidup.

REFERENSI :
ARTIKEL TERKAIT

loading...

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda